26. Menunggunya

38 6 0
                                    

Holaaa!!!

AKu update lagi, nih. Ada yang nungguin nggak?

Jangan lupa vote dan komen, ya!

Happy reading...

💗💗💗

"Nyokap gue bilang pernah ketemu Sasha di sini. Lo serius nggak lihat Sasha ke sini?" tanya Renza ketika Nana mengantarkan baju ganti dan barang-barang penting yang diminta Renza.

"Enggak, Ren," jawab Nana disertai gelengan kepala. Sahabat Renza tersebut meletakkan barang-barang yang dipesan Renza di atas meja kamar rawat VVIP tersebut.

"Kok bisa sih lo nggak lihat Sasha ke sini, Na?" balas Renza. Nada bicaranya antara kesal dan kecewa.

"Ya gue kan juga nggak stand by jagain lo selama belum sadar, Ren. Gue juga sibuk sama kegiatan residensi gue sendiri," jawab Nana mencoba bersabar menghadapi Renza yang mulai menunjukkan mode galak.

Renza mengusap kasar wajahnya. Netranya mengedar ke langit-langit putih kamar rawatnya. Kepalanya mendadak sedikit pening. Mungkin gara-gara dari kemarin terus memikirkan Sasha. Wanita baik hati itu terus meneror pikiran Renza. Bagaimana tidak, Renza telah melakukan kesalahan besar pada Sasha. Renza masih dihantui rasa bersalah dan kewajiban untuk bertanggung jawab.

"Malah Lia yang sering gue lihat ke sini jengukin lo," imbuh Nana kemudian. "Kemarin pas chat gue katanya dia mau ke sini jengukin lo. Tapi, ternyata dia libur dinas sehari. Dan lagi mager ke rumah sakit karena mau hibernasi. Mungkin hari ini dia bakal jengukin lo setelah dinasnya kelar."

"Kok Lia, sih," gerutu Renza.

"Ya gue tahunya emang Lia mau ke sini, kok. Dia khawatir banget sama lo. Kayaknya emang dia juga masih ada rasa sama lo. Perhatian banget sama lo di saat rumah tangganya sama Sean sedang retak. Awas lo bisa jadi pebinor, Ren." Nana mulai julid sedikit. Sekaligus menyindir Renza.

"Nggak usah bahas Lia dulu lah. Gue lagi butuh Sasha sekarang. Bukan Lia.

Nana mendekat ke arah Renza. Pria berpakaian baju scrub itu lantas duduk di kursi kosong tepat di samping yang bed Renza.

"Kalau lo emang beneran cinta sama Sasha, kejar dia sewaktu lo udah pulih nanti, Ren," pesan Nana.

"Ya pasti itu, Na. Sekarang pun gue udah kebelet pengen ngejar dia. Gue udah nggak sabar bikin dia balikan sama gue."

Nana memandangi Renza dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Harus pulih dulu. Lo jalan aja masih nggak bener. Masih sering oleng. Pegang gelas yang ada airnya aja belum kuat bener," omel Nana malah menceramahi Renza. Tadi pagi sewaktu sarapan Renza memang tidak sengaja memecahkan gelas kaca karena tangannya belum kuat mengangkat gelas lama-lama.

"Iya, Dokter Nathan," sahut Renza galak. Lebih galak daripada Nana yang menceramahinya.

"Lo juga dokter galak. Jadi pasien pun juga galak-galak. Kalem dikit dong, Ren! Jangan dikit-dikit ngegas!" protes Nana.

"Iyaaaa. Sorry." Renza menghela napas berat. "Nyokap gue kok belum balik-balik, sih?"

"Tadi waktu gue ngambil barang-barang lo di apartemen, Mama lo masih sibuk bersihin unit lo. Bayangin aja gimana buluknya unit lo. Selama lo belum sadar, nggak ada yang bersihin unit lo."

Renza mengangguk mengerti. Tak lama kemudian rombongan orang-orang absurd datang. Ada Jeano, Karina, Winta, Heksa, Syailendra, Javier dan Wening. Sementara Ale belum bisa menjenguk Renza karena masih sibuk mengurus bisnisnya di Singapore. Renza yang tadinya pasang wajah galak di hadapan Nana kini bisa tersenyum melihat kedatangan rombongan orang-orang absurd itu. Renza mengubah posisi perlahan dari rebahan menjadi duduk dibantu Nana.

Time of Our LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang