04. WHAT'S WRONG?

88 20 2
                                    

Bagi Jihara, semua hari itu sama saja. Karena terbiasa bekerja tak kenal waktu, hari Minggu ataupun Senin nggak ada bedanya bagi Jihara. Dulu, sewaktu masih kuliah Jihara lebih sering menggunakan hari Sabtu dan Minggunya untuk mengambil part time di cafe atau restoran, sedangkan weekdays-nya Jihara gunakan untuk membuat makanan, dijual pada teman-teman kampusnya dengan sistem pre-order.

Jihara bukan berasal dari keluarga yang kurang mampu. Namun, semenjak SMA dia mulai belajar untuk mencari uang jajan tambahan sendiri. Orang tua Jihara berpisah sejak Jihara kelas enam SD, Jihara ikut mamanya sedangkan sang papa menikah dengan istri barunya.

Di bulan awal setelah perpisahan mama papanya, Jihara masih mendapat jatah bulanan dari papanya, tapi semakin ke sini semakin sedikit, semakin terulur waktu pemberiannya, dan berakhir terputus.

Meskipun dari kecil sudah sering melihat orang tuanya bertengkar, Jihara tetap tidak menyangka kalau mereka berdua akhirnya memilih untuk berpisah. Jihara yang saat itu barusaja memasuki masa pubertas merasa sedih, bingung, dan tertekan, dia nggak tahu harus bercerita pada siapa, sampai akhirnya Jihara melampiaskan rasa sedih itu dengan makan, dalam hitungan bulan berat badan Jihara naik drastis.

Dari situlah awal Jihara mendapat ledekan dan rundungan dari teman-teman sekolahnya, hal itu berlangsung selama bertahun-tahun di sekolah menengah pertamanya. Lalu pada saat masuk SMA, Jihara mulai melakukan diet ekstrim, tapi bukannya menurunkan angka timbangan, Jihara justru menyakiti dirinya sendiri.

Untungnya, di SMA, Jihara nggak mendapat rundungan separah di SMP-nya dulu, hanya saja beberapa teman kelasnya secara terang-terangan nggak mau berteman dengannya, Jihara selalu menjadi yang tersisihkan ketika pemilihan anggota kerja kelompok, kalaupun diajak, Jihara hanya berakhir dimanfaatkan untuk mengerjakan tugas kelompok sendirian.

Masa-masa sekolah Jihara sangat suram dan nggak menyenangkan, alih-alih seperti di novel remaja yang ditolong cowok ganteng primadona sekolah, ditembak ketua osis, diajak kencan ketua basket, yang Jihara dapat hanyalah luka dan trauma, beruntung Jihara bertemu Nattie, anak yang bernasib sama seperti Jihara.

Prinsip semua hari sama saja itu harusnya masih Jihara pegang sampai saat ini, namun setelah apa yang terjadi di hari Minggu kemarin, Jihara merasa berat untuk pergi ke kantor Senin ini. Benaknya sudah membayangkan kalau dia bakal diinterogasi secara langsung oleh Saras dan Mega, dan dugaan terburuknya nggak hanya Saras atau Mega, tapi juga karyawan perempuan kantor yang lain.

Memindai id card-nya dengan sedikit lesu, Jihara berjalan menuju lift yang kelihatannya pagi ini masih lumayan sepi, ketika menahan pintu lift yang nyaris tertutup, Jihara agak kaget karena ternyata di dalam hanya ada satu orang, yaitu Davi, direktur finance sekaligus kakak laki-laki Danilo.

Jihara segera mengulas senyum formal. "Selamat pagi, Pak Davi," sapanya seraya masuk ke dalam lift.

Yang disapa hanya membalas anggukan dan senyum tipis nyaris tak kentara. Karena hanya mereka berdua yang ada di dalam lift, rasanya Jihara sangat canggung dan sungkan.

"Anak marketing ya?" Davi tiba-tiba bertanya pada Jihara.

Spontan Jihara menoleh dan mengangguk bersama senyum simpulnya. "Iya, Pak."

"Nama kamu siapa?" Davi kembali bertanya.

Jihara terdiam, merasa kaget sesaat, lalu dia tersadar dan segera menjawab, "Jihara, Pak."

Davi hanya mengangguk-angguk, setelah itu nggak ada obrolan lagi di antara mereka. Lift berhenti di lantai ruang bekerja Jihara berada, ketika keluar, Jihara sempat menunduk tipis menyapa Davi.

"Mari, Pak," ujar perempuan bermata belo itu.

Davi mengangguk, menekan tombol lift hingga pintunya perlahan tertutup, seiring pintu yang menutup, tatapan mata Davi yang penuh sesuatu tersembunyi tak beralih dari punggung Jihara yang kian menjauh.

DRIVE ME INSANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang