Happy Reading
.
.
.
.
.Langit yang gelap kini mulai berganti menjadi terang. Sang mentari sedikit demi sedikit mulai naik, memperlihatkan sinarnya. Di kamar yang luas, sepasang pasutri kini masih tertidur terlelap dengan posisi saling memeluk satu sama lain. Posisi itu bertahan sampai salah satu dari mereka mengerjapkan matanya.
Imya perlahan terbangun dari tidurnya. Matanya berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya.
Saat gadis itu dapat melihat dengan jelas, Imya dapat melihat dada bidang suaminya yang berada persis di depan netranya. Tiba-tiba degup jantung gadis itu menjadi tak beraturan.
Imya mendongakkan wajah hingga dapat melihat wajah damai Javin yang sedang terlelap. Tak bisa Imya pungkiri, paras Javin memang sangat tampan.
Imya sangat bersyukur karena mendapatkan pemandangan bangun tidur seindah ini.
Imya melepaskan tangan Javin dari pinggangnya. Dengan gerakan perlahan Imya bangkit dari kasur tanpa menganggu tidur suaminya.
Gadis itu berniat untuk pergi ke dapur dan menyiapkan sarapan.
Imya keluar dari kamar yang sangat luas itu. Ia berjalan menuruni tangga untuk pergi ke lantai satu. Imya yakin dapurnya pasti berada di sekitar sana.
Setelah berjalan sambil celingak-celinguk mencari keberadaan dapur, akhirnya Imya dapat menemukannya.
Dapur ini sungguh sangat mewah dan memiliki peralatan yang lengkap. Dindingnya bercat putih dengan furniture campuran warna hitam dan abu yang terlihat sangat indah di mata. Imya sangat menyukainya. Sudah dari dulu ia menginginkan dapur seperti ini. Sekarang keinginannya terwujud.
Tanpa melunturkan senyumannya, Imya membuka kulkas dan melihat isinya. Ternyata Javin belum mengisi kulkas dengan baik. Di sana hanya ada beberapa bahan makanan saja. Tapi semua itu tak mengurungkan Imya untuk membuat sarapan. Dengan ide yang bermunculan, gadis itu segera mengambil beberapa bahan makanan yang menurutnya bisa di gunakan untuk sarapan pagi ini.
Imya memutuskan untuk membuat roti bakar, sandwich, susu, dan memotong beberapa buah.
Dengan tangan mungilnya, Imya mulai berkutat di dapur yang besar itu. Sudah biasa Imya memasak seperti ini sedari perempuan itu masuk SMA. Ibu nya mengatakan setidaknya perempuan harus pernah belajar memasak. Bisa atau tidaknya itu urusan nanti.
Karena menurut Ibu nya, belajar memasak itu penting. Bukan hanya untuk suami, tapi untuk diri sendiri. Memasak sendiri itu bisa lebih hemat dan sehat.
Beberapa menit berlalu, Imya sudah akan selesai dengan masakannya. Saat ingin membawakan hasil makanan buatannya ke meja makan, Imya tiba-tiba di kejutkan dengan kehadiran Javin yang berada di belakangnya.
“Kamu buat sarapan apa?” tanya Javin.
“E— ini roti bakar sama sandwich,” jawab Imya sedikit terbata-bata. Javin menganggukkan kepalanya dan mengambil alih piring yang di bawa Imya.
“Saya bantu taruh,” ucap Javin.
Setelah semua makanannya sudah tertata di meja makan, Imya dan Javin langsung duduk untuk menyarap bersama.
“Javin, tadi aku lihat bahan makanan udah habis. Kayaknya kita harus belanja,” ujar Imya.
“Sepertinya Bibi lupa ngisi. Kalau begitu nanti siang kita belanja,” balas Javin.
“Di rumah ini ada bibi?” tanya Imya.
“Ada Bi Siti sama Mang Ujang. Bi Siti biasanya yang masak sama beres-beres di sini terus Mang Ujang supir. Mang Ujang juga bantuin Bi Siti buat beres-beres. Tiga hari sekali juga ada Mang Asep yang ngerawat halaman,” jelas Javin. Imya mengangguk mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Kita
Teen FictionAzura Imya Ghava. Gadis mungil nan cantik yang dijodohkan dengan anak sahabat Ayahnya. Jikalau dicerita-cerita novel, perjodohan adalah neraka, maka lain bedanya dengan perjodohan mereka. Imya dan Javin sepakat untuk menikah sekali seumur hidup. Men...