ii: 'hari biasa' apanya!

29 12 8
                                    

Ia coba membidik salah satu dari banyak matanya. Dor! Mata tersebut mengeluarkan cairan hitam ke lantai sekitarnya, membuat Mustafa mengalihkan pandangannya ke samping saking jijiknya.

"Ugh, mati cepat deh, kalian, aku mau muntah habis ini," ia menggerutu, dan menghindar ketika ada 5 tentakel yang menusuk lantai yang barusan ia jadikan pijakan. Salah satu monster itu memindahkan badannya dengan tentakel yang menancap tadi. Monster yang lainnya menarget kepala Mustafa, menusuk dinding di atasnya dan membuatnya harus menghindari reruntuhan semen. Ia tidak mau berada di dekat 2 monster menjijikkan, jadi ia segera menembak kedua tentakel di atasnya agar monster itu tidak bisa melompat kesini.

Mustafa menghindar dari kursi yang monster ke-3 lemparkan, Ia kemudian mengambil kursi itu kembali itu membantingnya di muka monster di dekatnya. Sensasi terbakar menjalar ketika salah satu tentakel di dekatnya melilit pahanya yang masih luka, namun ia tidak peduli. Ia segera menembak sisa dari mata monster di dekatnya. Hasilnya, cairan hitam mengenai jaket hijau khas ojek drivernya, dan melubangi bagian jaket yang terkena. Bagus! Cairan ini korosif! Wow, apakah ini waktu yang tepat bagi Mustafa untuk bertepuk tangan saking kagumnya? Sepertinya tidak, sarkasme-nya harus ia tahan dulu, karena ternyata dengan semua mata monster itu tertembak, monster itu tiba-tiba melembek, seakan-akan ia adalah lilin yang didekatkan dengan api besar. Ia meleleh menjadi cairan hitam tidak bernyawa. Mustafa pun segera melompat menjauh agar sepatu-nya tidak terkena cairan korosif itu.

"Haa..." Mustafa menghela nafas. "Apa lebih baik menyerangnya dengan granat?"

"Aku punya, nih!"

Setelah suara gadis itu datang, benar saja, ada granat yang menggelinding di dekat kedua monster itu, dan meledak, membuat Mustafa agak terlempar dari angin ledakannya.

"Duh, dik!" Mustafa menghardik, melihat ke arah gadis itu, ia berambut panjang, bewarna merah muda, setengah dari rambutnya ia ikat kebelakang, dijadikan ponytail. Setengahnya lagi ia biarkan terurai ke bawah. "Kamu sekalian mau meledakkan Bapak bersama dengan para monster itu?"

Gadis dengan pakaian SMA itu melihatnya dan berteleport di sebelah Mustafa. "Masa Purifikator dengan kekuatan teleport terlambat datang sih,"

"Maaf ya Bapak, tadi macet, Bapak tahu lah, gimana keadaan jalanan kalau macet,"

Mustafa memicingkan mata pada gadis yang tersenyum tengil itu. Mereka kompak mundur ke samping ketika salah satu dari monster yang berhasil hidup dari ledakan granat, menembakkan kedua tentakelnya ke arah mereka.

"Kamu kena macet karena apa? Kamu bisa teleportasi!" Mustafa berceloteh, menembakkan peluru ke arah tentakel yang menghindari pelurunya ke kanan dan kiri.

"Yah, administrasi mereportkan," gadis itu berdecak ketika ada tentakel yang hampir menyayat pipinya. "Monster ini lumayan menjijikkan, aku penasaran seberapa banyak peraturan yang ia langgar. Bapak, kenalin, aku Bunga Amanda!"

Hampir saja salah satu tentakel menusuk perutnya, tapi Bunga dengan cepat teleportasi di samping Mustafa dan menyalami Mustafa. "Salam kenal, ya! Nama Bapak siapa?"

"Kita kenalan nanti saja ya, bocah," urat Mustafa sudah terlihat di dahinya. Bisa-bisanya di tengah hidup dan mati begini gadis ini kenalan? Mustafa memberikannya granat, bentuknya persis seperti yang barusan Bunga lemparkan. "Dek, kamu coba teleportasi di atas-nya, arahkan ke dekat matanya persis dan jatuhin granat-nya. Aku bakal distraksi si sialan ini,"

"Pak, kok mengumpat di depan anak sekolahan sih?" Bunga cemberut dan melihat ke arah granat yang diberikannya. "Kekuatan Bapak unik juga, sudah lama aku tidak bertemu Purifikator dengan kekuatan 'weapon-cloning',"

"Jangan banyak bicara," Mustafa mengalihkan pembicaraan, ia benci pembicaraan soal Purifikator. "Kamu datang telat, Purifikator muda. Setidaknya, jika kamu telat, selesaikan tugasmu dengan benar."

PurifikatorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang