v: ternyata... ga bisa kabur?

27 5 4
                                    

And he'll race for miles through the night
He runs because he knows he cannot hide

- Outrunning Karma, Alec Benjamin

Bunga melayang di udara, berteleportasi 3 meter di atas anomali itu untuk mencegah anomali itu menoleh kepadanya. Ia mengernyit melihat 2 tubuh Siswa berlumuran darah di samping The Weeping Lady. Para Siswa yang malang...  anomali yang menyerang mental, apapun levelnya, benar-benar berbahaya. Bunga mengabaikan keinginannya untuk muntah saat bau anyir memasuki hidungnya.

Halusinasi terkait orang yang paling dicintai... Bunga berpikir sejenak, sambil melihat rambut kusut dari figur anomali yang bungkuk tersebut. Aku tidak dekat dengan siapapun, dan 'Ayah' ku tidak bisa benar-benar kupanggil sebagai Ayah. Jika aku terkena halusinasi, aku akan memimpikan siapa ya? 

Di arah barat daya, Bunga menembak dan pelurunya terkena ke bahu anomali itu. Anomali itu meraung, dan menoleh ke arahnya, namun Bunga sudah berpindah arah, menembak dari barat laut, meskipun kali ini pelurunya meleset.

Ada suara tembakan lain, mengenai kakinya. The Weeping Lady terjerembap di tanah. Faldo sudah memastikan, bahwa area yang terkena adalah kaki depan, sehingga mukanya seharusnya terbenam di tanah.

"Bagus, Bunga!" Faldo berteriak, ia keluar dari semak-semak untuk membidik ke arah kepalanya. "Sisanya, biar aku yang bereskan!"

Namun, rencananya tidak semulus yang Ia pikirkan. Mata The Weeping Lady tiba-tiba muncul di belakang kepalanya, menatap lama ke arah Bunga.

Sial, bagaimana bisa!? Jadi matanya tidak hanya muncul di mukanya, namun di bagian kepala area manapun? Tidak adil! Faldo mendengus, dan segera mengalihkan pandangannya ke Bunga yang jatuh beberapa meter dari udara. Badan gadis itu membeku, dan matanya terbelalak. Sambil berlari ke arah Bunga, Faldo terus menembaki ke belakang sambil terus melihat ke arah Bunga, berharap pelurunya ada yang menyasar ke kepala anomali tersebut. Namun, pencapaian yang ia raih hanyalah membuat anomali itu semakin marah. Tiba-tiba, kakinya tersandung dan ia terjerembap di tanah, muka duluan. Ia mendengar The Weeping Lady tertawa, apa hal ini lucu baginya?

Ia menoleh ke belakang, melihat cakar itu semakin mendekat ke arahnya. Sebagai usaha terakhirnya, Faldo meneriakkan nama gadis itu, berharap ia tersadar dan berteleportasi dengan aman ke bawah tanah. Kemudian, Bunga dapat meneleportnya menjauh dari tangan yang akan mencabiknya!

Ia tidak mendapatkan respon.

Tidak! Apa benar... aku akan mati di sini?

Matanya membelalak saat ia mendengar suara mesin motor. Ia merasa ditarik dari samping, dan badannya sudah berada di jok motor. Motor itu melaju cepat ke arah Bunga. Sedetik sebelum kepalanya akan bertemu dengan tanah, Faldo menangkapnya. 

"Bapak!" Faldo tersenyum lega, dan mencengkeram jaket hijau itu, erat. 

"Sori sori," Mustafa menjawab santai. "Macet di jalan,"

Mustafa segera menyetir menjauh dari anomali itu, membuat anomali itu berteriak marah. 

-

"Bunga, Bunga!"

Mereka sudah mencoba beberapa cara: membasuh mukanya dengan air, menutup matanya, memanggilnya berkali-kali, mengejeknya agar siapa tahu ia jengkel, lalu bangkit untuk mencubit tangan mereka, bahkan menamparnya... namun Bunga tidak kunjung bangun.

Keadaan Bunga juga tidak kunjung membaik, ia kerap meneteskan air mata, dan mengigau agar seseorang tidak meninggalkannya.

"Kamu tidak bisa membaca pikirannya, apa?"

PurifikatorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang