Soundtrack:
"Anda..." Mustafa membelalakkan mata. "The Fifth Ruler...?"
Lelaki itu berkedip, kemudian tertawa terbahak-bahak. Sampai ia menghapus air mata di pelupuk matanya, baru ia menjawab. "Seingat saya, iya," Ia mengangguk santai. "Setidaknya sampai tahun 2097... oh maaf, Anda tidak bisa menjabat tangan saya ya? Sori, sori, nggak lihat," pria itu menarik tangannya yang ia daritadi ulurkan dan tersenyum tidak bersalah.
"Bunga..." Mustafa memulai. "Ayahmu... seorang presiden? Kamu membawa saya ke dalam kantor presiden langsung?"
"Ayah angkat," Bunga mengoreksi, dan melipat kedua tangannya di depan dadanya. Ia melihat ke arah manapun, yang penting bukan menghadap ke mata Mustafa. "Ini bukan atas keinginan saya sendiri, jadi..."
"Oh, sayangku! Kamu terlalu kasar!" laki-laki itu dengan dramatis merangkul Bunga, yang kemudian membeku seperti batu es. Pradipa mengusap air mata fiksi dan memasang muka sedih. "Meskipun ayah angkat, tapi kita berdua sudah seperti ayah-anak sungguhan, kan?"
"...tentu,"
Mustafa tidak ingin masuk ke drama keluarga apalah ini, dan ingin segera keluar dari sini. Suasana canggung ini mencekiknya. Ia tidak peduli lagi di depannya ada presiden lah, pendiri negara lah, pahlawan kemerdekaan, jika suasananya seperti ini, Mustafa ingin pergi!
"Er," Mustafa berdeham. "Saya... diberitahu Bunga bahwa saya akan menjadi purifikator terregistrasi,"
"Oh!" Pradipa melepas rangkulan Bunga. "Tentu!" ia memencet sesuatu dari wristwatch-nya, dan tiba-tiba borgol Mustafa terlepas. Rantainya mengeluarkan suara nyaring ketika bertemu dengan lantai di dekat kakinya. Ia mengusap-usap pergelangan tangannya, memastikan tidak ada yang memar.
"Dek," Pradipa memanggil. "Kamu boleh pergi, saya mau bicara 4 mata dengan Pak Mustafa,"
Bunga gelagapan. Ia memandang ke arah Mustafa, kemudian ke arah Ayahnya. Seperti ikan yang barusan dibawa dari air ke udara. Ia kemudian menggenggam lengan baju Mustafa. "Tidak," Bunga menolak. "Saya mau di sini saja,"
"Bunga Amanda," Pradipa mengulang, kini nada cerianya hilang. "Bukannya kamu yang membawakan tamu ke kantor Ayah, lalu meminta kebijakan Ayah untuk menjadikannya Purifikator? Kalau begitu, cara untuk menjamu tamu menjadi sepenuhnya kewenangan ayah, dong?" Ia memiringkan kepalanya.
"Terakhir kali Ayah meminta hal seperti itu, hal-hal yang tidak diinginkan terjadi," Bunga mendesis. "Saya di sini untuk campur tangan jikalau hal yang serupa akan terjadi lagi,"
"Hal yang tidak diinginkan itu terjadi karena tamu tersebut melakukan 'hal-hal yang tidak diinginkan' duluan. Tidak ada asap kalau tidak ada api. Lagipula, kamu mau campur tangan dengan cara apa, memang?"
"Cukup!" Mustafa berteriak, dan entah kenapa, keduanya berhenti. Bunga membelalak takut akan keberanian Mustafa, Pradipa tersenyum geli akan keberanian yang berbeda tipis dengan kebodohannya, dan Mustafa... Mustafa tidak tahu darimana ia dapat keberanian itu. Tapi, nasi sudah menjadi bubur, jadi ia tetap melanjutkan. "Hey, pak pemimpin, ternyata kamu Ayah yang buruk ya. Sebandel apapun anakmu, kamu tidak boleh mengomelinya di depan orang lain, tahu?" Mustafa berdiri di depan Bunga, mengahalangi pandangan sang Presiden dari gadis di belakangnya.
"Oh? Rakyatku yang manis ini ingin mengajariku cara menjadi Ayah yang baik? Mustafa Ibsham, aku membaca file-mu sebelum pertemuan ini dan yang aku tahu, kamu belum pernah punya anak," Ia menaruh kedua tangannya di belakang punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Purifikators
Science FictionDi negara ini, mereka yang memiliki jabatan di pemerintahan, akan mendapatkan gaji yang tinggi dari pajak negara. Selain itu, mereka juga dapat hidup mewah di Inside Wall, kota futuristik penuh teknologi mutakhir. Sesuatu yang diinginkan banyak oran...