D-17 : Terentius Bakery

43 20 3
                                    

"Saya mohon." Fortunata mengiba.

"Namamu siapa? Hector bukan?"

Ibaannya diiringi nyalakan keras dari Nero. Kali ini Fortunata datang pagi-pagi sekali. Pagi yang sudah terang di musim panas. Jalanan sudah sangat ramai terutama kaum pekerja yang mau berangkat ke pasar.

"Venus tidak bisa ditemui. Ini perintah dari Tuan Appius." Hector bersikeras. Bagi budak, ancaman dari majikan bukan hanya soal dipecat melainkan siksa. Tuan Appius memang baik tapi itu bukanlah jaminan.

"Kau punya keluarga kan? Hector? Apa kau tidak merindukan mereka?"

"Aku sebatang kara. Mereka semua sudah mati saat perang. Bisakah kau pergi? Atau mau kulepaskan Nero?"

Nero memperlihatkan deretan giginya yang tajam. Mulutnya meneteskan liur.

Hal itu membuat Fortunata mundur dengan wajah muram. Lucius memberitahu Fortunata bahwa rencananya membebaskan Venus gagal. Fortunata berpikir hanya Lucius harapan untuk melepaskan mereka dari perbudakan. Walau Fortunata tidak bertanya pada Lucius, dia yakin bahwa Lucius ada hati dengan adiknya, dan itu murni bukan sekedar hasrat untuk memiliki.

Fortunata melihat dari jauh. Memandang bangunan 2 tingkat biro pembangunan itu sambil memikirkan langkah selanjutnya. Dari jauh sebuah kereta datang. Kereta dengan satu kuda yang membawa gerobak yang parkir di depan rumah Appius. Sesuai apa yang Lucius katakan, budak kurir dan perbelanjaan mulai bergerak.

Fortunata dimintai tolong untuk mengawasi kemana saja dia bergerak. Keranjang-keranjang anyaman kosong sudah dimasukkan ke dalam kereta. Dua budak itu juga membawa kotak kayu berisi berisi surat-surat penting urusan kantor dan uang disamarkan menjadi kursi.

"Tunggu ... tunggu!" Seseorang yang tampaknya pemilik rumah, tampak dari baju sutera yang dikenakan, keluar memberikan gulungan surat yang tertinggal kepada para budak. Gulungan itu dimasukkan dalam kotak kayu itu.

Apakah itu Appius? Fortunata bertanya dalam hati.
Kekang kuda telah dikibaskan dan kereta pun berangkat. Fortunata segera berlari ke arah ojek kuda yang telah dia pesan. Fortunata tidak bisa mengendalikan kuda makanya dia memakai jasa itu. Fortunata dan ojek kudanya menjaga jarak. Kondisi jalanannya yang cukup ramai membuatnya tidak khawatir karena keretanya berjalan lamban.

"Biasanya si mereka ke forum."
Fortunata mendengarkan celoteh tukang ojek kudanya yang tersamarkan berisiknya suara derap langkah kuda.
"Kalo kantor biasanya ke gedung Tabulirium (kantor catatan resmi kota) dulu, baru ke pasar."

"Begitukah?" Fortunata menggali lebih jauh.

"Iya. Saya juga kadang jadi kusir. Tapi lebih enak jadi ojek kuda. Saya malas sewa kereta. Toko dan warung selalu pesan melalui persewaan kereta. Paling untuk kurir dapat berapa persen. Lebih baik jadi ojek kuda uangnya utuh."

Fortunata mengangguk-angguk mendengar curhatan pagi dari sang ojek kuda. Benar saja, kereta kuda berhenti di depan Tabulirium yang sudah ramai dengan antrian manusia. Dua orang budak masuk ke dalam ke dalam gedung bertingkat itu membawa kotak. Dan kusirnya menunggu di luar dengan kereta.

***

Pengintaian adalah pekerjaan yang melelahkan. Lelahnya adalah karena perasaan bosan yang sangat karena menunggu. Belum lagi seni menjaga jarak. Pandangan sering kali tertutupi dengan kereta lain. Kadang budak Appius itu menoleh ke arah mereka, Fortunata takut mereka jadi curiga.

Untungnya budak kurir terus bergerak ke arah Utara menuju Terentius Bakery. Pembuat roti paling terkenal di Pompeii.

Deretan kuda yang diparkirkan membuat jalanan itu semakin sempit. Kios-kios di deretan itu menjual secara spesifik keju, roti dan susu. Aroma yang keluar dari kios-kios itu sungguh membuat nyaman.

City of Ash (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang