D-12 : Maximus The Politician

38 16 0
                                    

Tidak ada penonton atau masyarakat sipil hari ini di di selasar lapangan barak. Aksesnya ditutup dengan kain karena para pelukis dari biro pembangunan rumah sedang melukis dinding di sepanjang selasar itu.

Kemarin Neo budak karyawan biro itu sudah men-sketsa wajah dari para gladiator yang menjadi bintang di pertarungan gladiator dua hari lalu. Jadi para pelukis dengan palet dan biang warna sudah melanjutkan lukisan setelah diberi sketsa dari arang sesuai dengan skala.

Kematian Marcus bagai tetesan hujan. Diketahui tapi dilewati karena biasa. Mungkin karena hanya Lucius yang mengenalnya. Marcus adalah prajurit tingkat tinggi saat pengepungan di Yerusalem bersama kaisar Titus. Dia mengenal kaisar dengan baik tapi-Lucius melumat kertas perintah Kaisar di kepalan tangannya. Dia berjasa bagimu Titus yang Agung tapi mengapa-

Suara ketokan keras terdengar dari pintu. "Berhenti membuatku khawatir Lucius. Ini sudah hari kedua. Atau akan kupanggilkan Docter Cepheus?" bujuk Antonius tapi tidak ada jawaban dari kamar Lucius.

Lanista Lucius, Theodore terlihat di koridor. Wajahnya gusar. Begitu tiba di kamar Lucius, dia langsung menggedor pintu itu kuat-kuat. "APA KAU ANAK KECIL LUCIUS?! KAU TAK PUNYA PILIHAN SELAIN KELUAR! SEORANG SENATOR MENCARIMU!"

Palang pintu terdengar dibuka dan penampakan lusuh Lucius terlihat. "Siapa?" tanyanya tanpa ekspresi.

"Dia belum datang. Tapi akan datang. Jadi kau mandikan dulu tubuhmu yang bau itu," omel Theodore. "Kalau kau begini lagi, kau akan kusangsi. Sekalian kau di dalam kamar selama seminggu penuh. Mengerti?!"

***

Maximus turun dari kereta mewah dengan dua kuda. Dia memakai tunik putih selutut dengan jubah merah darah. Ada pin emas sebesar telapak tangan anak kecil di bahunya. Sulaman emas pada garis leher dan lengan.

"Selamat datang di Ludus of Pompeii. Saya tak mengira orang terhormat Anda datang ke gubuk kami." Pemilik Institut Pelatihan Gladiator itu menyambut Maximus.

Maximus tertawa. "Saya tidak akan menyebut tempat sebesar ini dengan gubuk. Tempat ini luar biasa. Anda orang yang hebat bisa mengatur tempat ini beserta ratusan orang di dalamnya. Bukan manusia sembarangan lagi, para manusia terkuat, para bintang. Apa Anda mengikuti sekolah tinggi sebelumnya?"

Pemilik Institut tertawa. Egonya naik setinggi bintang di langit. "Tragedi kerusuhan 20 tahun, gempa bumi lalu larangan 10 tahun. Tahun-tahun yang berat. Bertahan walau sulit, mungkin itu. Selain saya suka sesuatu yang terorganisir. Tapi pemerintah Pompeii juga banyak membantu."

"Iya walau saya masih kecil saya ingat tragedi itu." Maximus mengangguk-angguk. "Anda pantas menerima ini."

"Mari saya antar ke atrium. Maaf sedang diadakan renovasi jadi berantakan."

"Hahaha. Tak masalah. Saya kenal kontraktornya."

Berbeda dengan atrium di rumah Appius. Atrium ruang kediaman pemilik Ludus memiliki langit-langit yang tinggi karena memiliki 2 lantai.

Gambar-gambar wajah para pemilik Ludus dari generasi ke generasi terlukis di dinding teratas.

Patung Dewa Mars, Dewi Fortuna, dan Dewi Venus mengitari kursi panjang, kursi pendek dan meja yang terbuat dari tulang terpahat indah. Ruangan indah yang didominasi warna putih dan merah yang cantik.

"Ruangan untuk tamu yang istimewa," ucap pemilik Ludus itu.

"Saya dapat melihatnya. Saya sangat terkesan." Maximus memandang sekeliling, sebenarnya dia tak menyangka akan ada tempat semewah itu disana.

"Ah iya saya penasaran dengan ketertarikan Anda terhadap Lucius Raecius. Apa Anda menonton pertarungan Gladiator kemarin?" tanya pemilik Ludus.

"Saya menonton. Dia gladiator yang luar biasa. Tapi saya kemari karena surat dari saudari saya."

City of Ash (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang