Malam itu jalanan basah habis diterpa hujan tadi sore. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan jalanan yang biasa dilalui Tamira ketika akan kembali ke asrama kampusnya lengang bukan main. Beruntung malam ini Tami tidak sendirian mengendarai mobil, ada Lia di sebelahnya yang sibuk menggonta ganti lagu melalui gawai. Asrama kampus tempat Tami tinggal memang berbeda lokasi dari kampusnya. Setidaknya butuh perjalanan selama dua puluh lima menit menggunakan mobil dari kampus menuju asrama. Di sisi kiri dan kanan jalan hanya ada semak belukar dan pohon-pohon tinggi, hanya ada beberapa rumah warga yang ditemui. Itu pun jarak rumah satu dengan rumah lainnya bisa terbilang jauh. Lantaran jalanan sudah sepi dan sudah jam sepuluh lewat, Tami menambah kecepatan laju mobil. Meskipun dia bersama Lia, tetap saja Tami merasa takut lantaran hanya ada dua perempuan di dalam mobil ini."Udah aku bilang, harusnya kita tidur di kosan Tiar aja malam ini," ujar Lia seraya menaruh gawai di dashboard mobil. Gadis itu memandangi Tami yang fokus melihat ke depan. "Jadi, kamu nggak perlu ngebut-ngebutan kayak gini. Kalau misalnya ada orang lewat, gimana?" Lia mulai mengoceh.
Di kursi kemudi, Tami berdecak. Orang gila mana yang pada jam segini masih berkeliaran di tempat sepi kalau bukan setan atau orang yang berniat jahat? Bahkan orang gila pun pasti ogah melewati jalan ini.
"Sekarang sudah jam sepuluh lewat, Lia. Nggak bakalan ada orang yang lewat." Ucapan Tami tumpang tindih dengan teriakan Lia yang berseru bahwa ada orang di depan sana. Orang itu tiba-tiba saja muncul dari balik semak-semak dan langsung menyebrangi jalan tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri.
Tamira pun mendadak menghentikan mobilnya. Lampu mobil menyala terang, menyoroti orang yang tepat berada di depan mobil mereka. Orang itu mengenakan kemeja putih berlengan panjang yang tampak lecek dan juga kotor. Tamira dan Lia saling berpandangan, di antara mereka berdua, tidak ada yang berani keluar hanya untuk sekadar memeriksa keadaan orang itu. Dan orang itu dengan tangan kanan yang terangkat ke depan wajahnya untuk menutupi sebagian wajahnya dari sorot cahaya lampu mobil terus memandangi Lia dan Tamira sebelum akhirnya ambruk ke aspal yang masih basah.
Melihat orang itu yang tiba-tiba saja ambruk, Lia menoleh pada Tamira dengan raut cemas. Sekelebat pikiran buruk berkeliaran di dalam otaknya.
"Tami, kamu nabrak orang itu?" tanya Lia terlihat panik. Tubuhnya terpaku di kursi mobil dengan kedua mata yang bergetar. Di kursi kemudi, Tami juga sama terpakunya dengan Lia. Namun meskipun demikian, Tamira menggeleng. Ia yakin menginjak rem sebelum bagian depan mobilnya menghantam tubuh orang itu.
"Aku berhenti tepat waktu, aku nggak mungkin nabrak dia," ujar Tami dengan suara bergetar. Bahkan kedua tangannya yang memegangi roda kemudi pun ikutan bergetar.
"Terus sekarang, gimana? Kita periksa keluar?" tanya Lia agak meragu. Sejujurnya dia tidak berani melangkahkan kakinya barang sejengkal pun dari dalam mobil.
"Aku takut," bisik Tamira pelan. Ada banyak kemungkinan yang berkecamuk di batinnya. Bagaimana jika orang itu adalah orang jahat yang hendak merampok mereka dengan pura-pura pingsan di depan sana? Atau bagaimana jika orang itu bukan orang? Dan kemungkinan yang paling buruk adalah orang di depan sana ternyata benar ditabrak oleh Tamira tanpa sengaja.
"Nggak bisa gini, kita harus periksa keadaan orang itu. Gimana kalau ternyata tanpa sengaja aku nabrak dia?"
Lia menggeleng. Gadis itu menahan tangan Tamira yang hendak melepaskan sabuk pengaman. "Tami, sekarang udah jam sepuluh lewat. Gimana kalau orang itu adalah orang jahat? Aku nggak berani keluar."
"Dan kalau ternyata orang itu bukan orang jahat, gimana?"
Lia pun terdiam. Gadis itu memejamkan kedua matanya kemudian menarik dan menghembuskan napasnya dengan perlahan. Kemudian ia pun melepaskan sabuk pengaman. Tangan kanannya terulur hendak membuka pintu mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenggala Senja
RomanceDunia Jenggala sangat gelap, hitam tak terpatri. Berbanding terbalik dengan dunia Tamira yang banyak warna. Dunia gadis itu terlalu terang bagi dunia Jenggala yang temaram. Bersama Tamira; dunia Jenggala perlahan menjadi terang. Gadis itu mengajark...