Hay Hay Besttt
Selamat datang di cerita Ara dan Er
Selamat membaca semua:)“Bunda!” teriak Erlangga begitu memasuki rumah diikuti Arabela dengan tas sekolah dan seragam yang masih melekat padanya.
“Eh, Arabela. Gimana kabarnya sayang?” tanya Ida dengan senyum merekah berjalanmendekati Arabela.
“Alhamdulillah baik, Bun.” Arabela menyalami tangan Ida. “Bunda kayanya lagi seneng banget hari ini?” sambungnya ketika melihat wajah wanita itu begitu sumringah yang sudah memasuki kepala empat itu tapi masih terlihat begitu cantik.
“Iya dong. Kan kamu udah dateng.” Ida langsung memeluk Arabela begitu erat untuk mengobati rasa rindunya beberapa hari belakangan.
Semenjak gadis itu memilih untuk tinggal sendiri membuat Ida khawatir. Makanya Erlangga selalu wanita itu suruh untuk ke rumah Arabela dan mengantar jemputnya.
Ya, setidaknya bisa membuatnya sedikit tenang. Jangan lupakan jika setiap hari Ida selalu mengirimkan makanan untuk Arabela seperti kemarin.“Bunda kangen banget sama kamu!” Ida terus memeluk Arabela.
“Arabela juga kangen sama Bunda,” balasnya memeluk Ida tak kalah erat.
Erlangga yang melihat itu tersenyum lebar.
Dia ikut senang ketika dua perempuan yang begitu saling menyayangi berbahagia.“Ayo makan dulu! Bunda masak bakso. Tadi mau bikin seblak, tapi untungnya di ingetin sama Erlangga kalo kamu nggak boleh makan seblak banyak-banyak.” Ida menuntun Arabela menuju ruang makan.
“Kemarin makan seblak kata Erlangga. Bener?”
Belum sempat menjawab Ida sudah bertanya kembali. “Bener, kan? Kamu itu jangan kebanyakan makan seblak. Kasian perut kamu, Sayang.”
Arabela terus mengikuti Ida dari belakang. Dia menoleh ke belakang sebentar menatap Erlangga dengan senyum puasnya.
Bagaimana bisa cowok itu berbohong jika dirinya makan seblak kemarin?
“Ayo di makan!” Ida duduk setelah Arabela duduk di tempatnya dan Erlangga duduk tepat di samping gadis itu.
“Kalo nggak mau bakso, ini Bunda buat soto juga. Arabela mau yang mana? Mau Bunda ambilin?” Ida sudah berdiri bersiap untuk mengambil makanan untuk Arabela.
“Eh, nggak usah, Bun. Ara nanti ambil sendiri,” ucapnya tak enak hati.
Sudah tinggal makan, masih harus di ambilkan pula. Seperti tidak tau diri.
Apalagi Arabela tidak sakit dan masih mampu melakukannya sendiri.“Ya udah. Ambil yang banyak ya, jangan sungkan-sungkan.” Ida menaruh kembali piring dan sendok lalu duduk.
Arabela mengangguk dengan senyum cantiknya. “Oh ya Ayah kemana, Bun? Nggak ikut makan?” ucapnya seraya mengambil bakso yang sudah disiapkan oleh Ida.
“Ayah masih di peternakan, Ra. Belum pulang. Biasanya pulang habis magrib,” jelas Ida.
“Oh. Biasa pulang malam berati ya, Bun. Aku pikir sore gitu udah pulang.”
“Belum, Ra.”
“Tempatnya jauh nggak Bun dari sini?” tanya Arabela penasaran.
“Nggak, paling 30 menitan. Lo mau kesana?” Bukan. Itu bukan Ida melainkan Erlangga.
Arabela menoleh menatap Erlangga. “Emang dekat?”
“Deket,” jawabnya.
“Ara mau ngapain ke sana?” tanya Ida bingung. Untuk apa gadis cantik itu pergi kepeternakan?
“Mau liat-liat sapi, Bun,” jawabnya dengan cengiran khas.
Ida tersenyum. “Ya udah kalo kesana biar di antar Erlangga ya.”
“Besok gue anter kalo lo mau,” ucap Erlangga.
“Bener?” tanya Arabela dengan mata berbinar.
“Iya, Arabela,” balas Erlangga dengan senyum manisnya. “Apasih yang nggak buat lo?”
Rasanya tadi Arabela ingin tersenyum ketika Erlangga menempakan senyum manisnya. Namun, setelah mendengar kalimat setelahnya membuat gadis itu memutar bola mata jengah.
“Kenapa lo bohong, bilang gue makan seblak kemarin?” lirih Arabela.
“Kenapa emang? Biar lo nggak makan seblak terus, kasihan lambung lo itu. Kalo dia bisa ngomong lo udah di maki-maki,” jawaban Erlangga mempu membuat gadis itu memberengut.
“Tetep aja bohong.”
“Boleh makan seblak asal nggak keseringan, Ra,” jelas Erlangga.
“Gue udah jarang makan seblak.”
“Bagus kalo gitu.” Erlangga mengangguk. “Dijaga pola makannya. Jangan berantakan kaya hati gue.”
“Iya.”
“‘Iya, Sayang.’ Gitu harusnya.”
Arabela melirik sinis Erlangga yang cekikikan. Padahal dia pipinya sudah memerah. Bibirnya berkedut menahan senyum.
“Kalo mau senyum, senyum aja kali, Ra. Nggak usah di tahan. Keliatan juga pipi lo merah.”
Ida yang melihat kelakuan dua remaja itu hanya tersenyum dan menggeleng, sedikit mengingatkan masa remajanya dulu.
Setelah selesai makan Arabela menumpuk semua piring kotor menjadi satu. “Biarin sayang. Nanti biar Bunda yang nyuci.”“Nggak papa, Bun. Biar Arabela aja.”
“Bun?” panggil Arabela.
“Iya. Kenapa, Sayang?”
“Ara rencananya mau ke rumah nenek.”
“Ada perlu apa ke rumah nenek kamu? Kan masih sekolah, belum libur.
“Ara kangen nenek, Bun.”
Ida mendekat lalu mengelus punggung mungil itu. “Berapa hari disana?”
“Belum tau, Bun. Paling 5-7 hari.”
“Ya udah kalo gitu. Bunda nggak bisa ngelarang. Karena Bunda tau gimana rasanya rindu sama orang yang kita sayang.”
“Yang penting jaga diri baik-baik ya. Jaga kesehatannya. Bunda bantu doa terbaik buat Ara ya.” Ida langsung memeluk Arabela begitu erat seraya mengecup pipinya berulang kali.
“Kamu udah Bunda anggep anak sendiri, Sayang.”
“Terus rencananya mau berangkat kapan?” tanya Ida seraya mengurai pelan pelukan mereka.
“Masih sekitar mingguan lagi, Bun.”
“Gue ikut.” Arabela dan Ida menoleh bersamaan pada sumber suara.
Jangan lupa Vote ya Bestt.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Manis
Teen FictionPerempuan mana yang tidak terpesona dengan laki-laki berkulit sawo matang dengan senyum manis menjadikan matanya segaris, ditambah dengan sikapnya yang begitu manis pada banyak orang terutama perempuan. Arabela salah satu perempuan di sekolahnya yan...