Bab 18 Aditama

1 0 0
                                    

Hay Hay Selamat datang!
Jangan lupa votenya ya><

Pagi ini Arabela bangun kesiangan. Wajar saja karena semalaman dia menangis sembari menelepon Lisa untuk menceritakan semuanya.

Gadis itu sangat bersyukur memiliki sahabat yang begitu baik. Mereka memang tidak ada hubungan darah. Namun, persahabatan mereka sudah layaknya saudara kandung.

Lisa memang tidak tau Arabela kecelakaan karena dia sudah empat hari tidak masuk sekolah karena menjenguk neneknya yang sedang sakit yang berbeda kota.

“Ara!!” Teriakan itu berasal dari lantai bawah.

Gadis berambut cepol itu segera turun padahal dirinya belum sempet memolesakan sedikit make up agar terlihat lebih fresh.

Siapapun yang melihat Arabela sekarang pasti akan menduga jika gadis itu sedang sakit, karena wajahnya begitu pucat.

“Nih!” Lisa langsung menyodorkan plastik putih pada Arabela setelah dia turun.

Arabela yang bingung hanya menerima dengan kerutan didahinya. “Apa ini?”
Tangannya mulai membuka plastik itu dan ternyata isinya beberapa kotak susu coklat dan roti dengan selai cokelat.

“Tumben,” ungkap Arabela melirik sekilas Lisa.

“Bukan dari gue itu,” jelas Lisa lalu duduk di sofa dan diikuti oleh Arabela.

“Terus dari siapa?” Plastik putih itu dia taruh di atas meja. Ada sedikit rasa takut jika pemberian ini dari orang yang misterius. Tapi rasanya tidak mungkin kerena yang membawakannya adalah sahabatnya sendiri.

“Dari Erlangga.” Cukup singkat tapi mampu membuat jantung Arabela berdetak lebih cepat.

“Lo bohong, kan?” tanya Arabela seraya membuka kembali plastik putih itu.

Jika benar Erlangga rasa takutnya pasti akan hilang seketika. Memang cowok itu sering memberinya apapun yang berasa coklat.

Lisa hanya mengangguk, semakin membuat Arabela bingung.

Untuk apa cowok itu melakukan hal semacam ini? Dirinya sudah cukup banyak merepotkan.

“Kok bisa sama lo?” tanya Arabela.

“Tadi gue ketemu depan rumah lo. Terus Erlangga nitip ke gue. Mungkin dia pikir lo nggak masuk sekolah.”

Arabela menghembuskan napas perlahan. “Gue emang nggak bilang.”

“Lo yakin mau berangkat? Pucet banget gitu muka lo,” ungkap Lisa.

“Nggak papa. Dari pada gue di rumah malah bosen. Nggak ada orang di rumah.”

“Ya udah terserah lo kalo gitu. Tapi kalo emang masih sakit nggak usah dipaksain.”

“Udah nggak papa lagi. Lo kaya nggak tau gue aja.” Arabela segera bangkit berniat menyimpan roti dan susu tapi terhenti karena ucapan Lisa.

“Udah ada kabar dari mamah lo, Ra?”

Arabela reflek menoleh pada Lisa. Dia hanya tersenyum yang sebelumnya hanya diam guna berpikir.

“Maaf ya. Gue nggak ada maksud apa-apa.” Lisa merasa tidak enak sudah menanyakan perihal itu.

Arabela hanya mengangguk. “Nggak papa.”

*****

“Gue mah milih yang cantik sama body gitar spanyol beuhhh!” ucap Vano yang sedang berjalan beriringan bersama Erlangga dan Dito.

Mereka berbertiga baru saja bertemu dengan adik kelas yang memiliki body montok.

“Gaya lo,” cetus Erlangga melirik sekilas Vano. “Yang kurus juga lo embat.”

Dia ManisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang