Hari Sabtu, hari libur buat sebagian orang, tapi enggak buat gue karena masih harus ke cafe. Jujur, hari ini gue males buat kemana-mana, termasuk ke cafe, alasan utamanya ya tentu si Ian sekaligus Jeffrey. Gue masih rebahan sambil natap langit-langit kamar, "Gue bolos aja kali, ya?"
Sewaktu ponsel gue getar karena ada notifikasi, gue buru-buru cek takutnya itu penting. Ah, cuma notifikasi postingan instagram, tepatnya Jeffrey posting foto, tumben.
"Gue akui dia emang ganteng sih."
Keingat soal kemarinㅡ soal tawaran jadi second choice, gue jadi kepikiran ada apa antara Jeffrey sama ceweknya? Akhirnya gue pindah ke second account dan cek profil ceweknya Jeffrey, "Aman-aman aja kayaknya," gue scroll semua postingan baru ceweknya, termasuk sorotannya yang nambah beberapa.
Sepintas gue kepikiran sesuatu, Malik sama Haikal. Gue buru-buru turun dari kasur buat ambil hoodie, rapiin rambut dikit, dan keluar kamar sambil buru-buru.
Siapa tau duo gosipers kayak mereka tau sesuatu, pikir gue.
Setelah nutup pagar rumah, gue lirik dua tetangga sebelah gueㅡ Ian sama Jeffrey, "Ian pasti udah berangkat, kalau Jeffrey... tidur kali, ya?"
Beberapa langkah ke arah Timur, gue langsung hentiin langkah gue, "Bentar, 'kan gue nggak tau mereka di mana, anjir?!"
Gue buru-buru cari kontak Malik buat tanya posisi dia, "Lagian duo ubur-ubur rajin bener cari berita sampai susah ditemuin."
"Tuh, 'kan, nggak diangkat, bener-bener dah!"
"Apa gue coba ke rumah pohon, ya? Seingat gue, itu tempat favorit mereka." karena gue pikir itu keputusan bagus, akhirnya gue balik lagi ke rumah buat ambil sepeda. Letak rumah pohon yang ada di pojok belakang komplek bakal buat ngos-ngosan kalau gue jangkau dengan jalan kaki.
Sambil sepedaan santai, gue nyanyiin lagu favorit gue akhir-akhir ini, Rahasia Hati oleh Nidji. Gue rasa lagu itu relate sama gue, apalagi bagian Andai matamu melihat aku. Dari gue ke Jeffrey dan mungkin dari Ian ke gue.
Dari jauh gue lihat rumahnya Januar udah berisik pagi-pagi gini, ya gimana enggak kalau Januar hidupin musik kenceng ditambah nyanyian dia yang nggak kalah kenceng? Gue berhenti di depan rumahnya dan dibuat melongo sama keadaan terasnya, berantakan!
"Januar gila!" gue turun dari sepeda dan masuk ke teras, bertepatan sama Januar keluar dari dalam rumah, mukanya bete ditambah penampilan acak-acakan, "Lu kenapa? Stress karena kangen sama gue, ha?!"
Januar jalan ke gue, lihat langkahnya yang nggak seceria biasanya buat gue bertanya-tanya, "Jan?"
Januar nyenderin kepalanya ke pundak gue, posisi dia jadi bungkuk karena gue emang lebih pendek dari dia. "Anak-anak pada kurang ajar, semalam nonton bola di rumah gue, pesta-pesta, pesan gofood sana sini, eh udahnya kaga diberesin."
Gue ketawa dengarnya, emang kebiasaan anak komplek pada kabur kalau suruh bebersih sehabis pesta-pesta, nggak sopan emang. Gue tepuk-tepuk punggung Januar biar agak tenang, "Gue bantuin beresinnya, ayo!" gue pikir masalah Januar lebih genting dibanding nemuin duo ubur-ubur karena Januar kelihatan frustasi, mungkin bingung harus mulai darimana?
"Yang lain mah enak, balik subuhan bisa tidur manfaatin hari libur, lah gue? Harus beresin segini banyaknya sampah mereka." Januar ngedumel sambil pergi buat ambil trash bag.
"Bukannya jawab tawaran gue malah peluk-pelukan lu sama Januar."
Gue noleh sewaktu Jeffrey tiba-tiba berdiri di sebelah gue, "Apaan sih!?"
"Gimana? Mau nggak? Cewek gue lagi sibuk."
Lihat muka Jeffrey yang kelihatan songong di mata gue ngebuat gue males lihatnya, "Tarik aja tawaran nggak guna lu itu!"
Jeffrey narik lengan gue sampai gue berhadapan sama dia, "Kenapa? Orang-orang tau lu ngejar-ngejar gue selama ini, gue kasih tawaran buat terima afeksi dari gue kok nolak, serius lu?"
Helaan napas gue yang kedengar kasar buat Jeffrey mengernyit, "Mau gue sesuka apapun sama lu, gue nggak bakal mau jadi second choice! Gue sama Laura sama-sama cewek, Jeff, gue nggak mungkin nyakitin cewek lain buat kebahagiaan gue sendiri. Selain itu, lu pikir gue semurah itu? Meskipun gue emang suka centil sana sini, tapi tawaran lu itu sampah tau nggak?!" ujar gue berapi-api.
Entah karena apa, entah bagian apa yang lucu, Jeffrey justru ketawa dengar kalimat gue barusan, "Berarti kalau gue putusin Laura, lu mau sama gue?"
Speechless, sumpah! Udah gila ini cowok!
"Gue kecewa sama diri gue sendiri karena pernah suka sama lu, Jeff!" gue berbalik, berniat pergi dari rumah Januar tanpa sempat bantuin bersih-bersih, sebenernya gue tau Januar nyaksiin perdebatan gue sama Jeffrey, jadi kemungkinan dia paham kenapa gue pergi.
Sayang, baru beberapa langkah, ucapan Jeffrey justru nahan gue, "Gimana jadinya kalau gue bilang, gue udah lama hilang rasa sama Laura? Dan sejak itu gue mulai ngelihat sosok Roseanna Hitali sedikit demi sedikit?"
Gue noleh ke belakang, tempat di mana Jeffrey nggak berpindah sedikitpun sejak tadi, "Maksud lu?"
"Gue bertahan sama Laura karena urusan bisnis, walaupun emang iya gue pernah jatuh cinta sama Laura,"
Gue masih diem karena gue pikir Jeffrey belum selesai sama ucapannya, benar aja, setelah beberapa langkah mendekat ke gue, Jeffrey lanjutin ucapannya, "Jadi, gimana pendapat lu kalau gue bakal putusin Laura buat lu? Bukannya itu berita bagus, ya? Artinya usaha lu buat ngejar gue selama ini nggak sia-sia?"
Otak gue kosong, gue nggak tau harus jawab apa, bahkan kerongkongan gue pun kelu rasanya. Di satu sisi, sakit hatinya Laura bisa gue rasain, tapi di sisi lain gue nggak bohong kalau saat ini gue rasain sedikit euforia karena Jeffrey ngelihat gue selama ini.
"Sekalipun lu tolak, gue bakal cari cara buat dapetin lu, Roseanna Hitali."
"Dan gue orang pertama yang bakal halangin lu, Jeffrey Leonardo."
"Ian?" gumam gue bersamaan dengan Jeffrey.
Bentar, gue baru sadar, ini kenapa mereka di sini, anjir?! Sama-sama mau bantu Januar buat bersih-bersih setelah ngerasa bersalah ninggalin gitu aja? Tapi waktunya nggak tepat, Tuhan. Terus juga Ian kenapa belum ke cafe padahal dia yang pegang kunci?
"Silakan lu coba sekeras-kerasnya buat ambil Anna dari gue, tapi perlu gue ingatin kalau gue nggak pernah lepasin tangan Anna sejak 25 tahun yang lalu, sejak kita berdua lahir di hari yang sama dan tempat yang sama. Ini bentuk peringatan, Tuan Leonardo."
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
TETANGGA SEBELAH
Fiksi PenggemarHi, kids! This is your mom and this is your dad, maaf ya mama sama papa nggak bisa ajak kamu mudik soalnya mama sama papa tetanggaan.