°Andy POV°
Hari ini gue dan Ivan dipanggil Fahri dan Radit di Tempat yang biasa jadi tempat ngumpul remaja.
"Ngapain sih lu manggil kita berdua malem malem gini? Udah kaya cabe cabean mangkal tau gak."
"Wess, yang jadi cabe lo aja, kita bertiga mah terong." balas Fahri.
"Yang jadi terong lo aja, gue jadi penghulunya." ujar Radit.
"Kalau gitu gue jadi saksinya. Nah, sekarang, dimana nih kita laksanain akad nikah-nya?" kataku.
"Di Kebon pisang kakek gue boleh. Ada sawungnya disana."
"Oke, yuk cap cus."
"Bukan gitu lah ego! Kok jadi kaya ada acara pernikahan gini?! Udah gitu yang nikah gue ama fahri lagi!!" bentak Andy.
"Kita cuma berjanda kok, berjanda." kata Fahri.
"Yang bener bercanda, ri." balas Radit.
"Jadi, lu berdua minta kita dateng cuma buat ngatain doang?"
"Yee, nggak lah. Nih, gue dapet tiket nonton." kata Fahri menyodorkan 2 tiket padaku dan Ivan.
"Film apaan? Minions?" tanyaku.
"Ya nggak lah, Minions kan masih belum dirilis."
"Terus apaan?"
"Blue film." ujar Fahri dengan bisik bisik.
"Woho, beneran?" tanya Ivan senang.
"Nggak juga sih.."
"Hahaha, rasain tuh, mesum." ejekku pada Ivan.
"Yee, emangnya lu belum pernah nonton?" tanyanya.
Aku melipat tanganku dengan bangga, "Belum lah, gue mah masih suci, masih polos."
"Kalo masih suci, kenapa lu bisa tau?"
"Kan taunya karena baca manga hentai." balasku.
"Hentai? Apaan tuh? Makanan?" tanya Ivan bingung.
"Kuno lo, hentai tuh Porno jepang." balas Fahri.
"Yang baca begituan kebanyakan para pemula. Maksudnya yang pengen tau aja." sambung Radit.
"Ooh, jadi lu pemula ya? Yah, payah."
"Biarin." balasku.
"Jadi, ni tiket film apaan?"
"Ini film yang lagi tenar, bro. Jurasic World."
"Wooo! Be-beneran nih?!"
"Iya, pertamanya sih ni tiket dibeli ayah gue bukat keluarga. Cuma, dia lagi kerja diluar kota selama 1 bulan." jelas Fahri
"Yah, kasian bokap lu."
"Namanya juga pekerjaan, mau gimana lagi."
"Gue udah mager nih balik cepet cepet. Kita ngobrol aja disini, gue beli cemilan dulu di market depat." kata Ivan.
"Gue pepsi ya" kata Fahri.
"Gue kripik kentang yang gede aja 2"
"Gue cola sama Taro yang gede."
"Serasa jadi budak gue disini."
°Ivan POV°
Gue ngantri di deket kasir itu, dan setelah bayar, ada om om yang masukkin sesuatu di kantong belanjaan gue.
Gue ambil, "Nih, om." kata gue sambil gue sodorin.
"Om lagi sakit gigi, jadi buat kamu aja."
Kirik benda itu, iya sih, kalo diliat kayaknya ini manis banget permenya. Udah gitu kecil kecil banget lagi.
"Yaudah, makasih ya Om." balasku sambil memasukkan permen itu ke saku jaket.
"Makannya jangan kebanyakannya." tegurnya.
Emangnya kenapa kalau makannya banyak banyak? Ah, ini kan manis banget, dia takut gigi gue berlubang yee. Eth dah, dikira gue bocah apa.
Gue sampe ditempat yang tadi kita ngumpul. Setelah berbincang ria sampe jam setengah 11, kita pun pulang.
"Oh ya, nih buat lu."
"Permen apaan ni?"
"Au tuh, tadi gue dikasih ama om om lewat. Katanya giginya sakit jadi buat gue aja."
"Hahahaha, lu kaya bocah lu ditawarin yang kaya beginian."
"Anjrit."
Dia membuka kemasannya, dan langsung melahap semuanya.
"Eet! Kata om om nya jangan makan banyak banyak!"
"Entar gue sikat gigi dirumah."
"Yaudah deh.."
Sampai didepan pintu, tiba tiba aja Andy megang kepalanya.
"Kenapa Andy?"
"Uh, gak tau.. Kepala gue pusing banget.."
Gue bantu dia jalan sampai kekamarnya, dan saat diruang tamu, kami menemukan setangkai kertar dia tas meja.
'Ibu sama ayah ada urusan mendadak, kalian jaga rumah ya~'
Hahaha, oke oke.
Dan sampai dikamar Andy, dia langsung menjatuhkan dirinya ke kasur. Nafasnya nggak teratur dan mukanya agak merah.
"Oi, lu nggak ngapa ngapa?"
Dia membuka matanya, "G-gak tau.. Gue ngerasa.. Khh, nyesek.. Ada yang aneh sama badan gue.."
Dia membuka baju yang ia pakai, dan kini ia tiduran dengan bertelanjang dada.
Deg!
Se-sebentar, kok gue jadi gini? Kok suasananya jadi kaya gini? Apa lebih baik gue keluar aja ya? Iya, keluar aja.
Gue yang baru hendak melarikan diri, ditahan dari belakang oleh Andy.
"Mau kemana..lu?"
"M-mau tidur."
"Nggak boleh."
"Eh?"
Dia meraih kerah bajuku dan menarikku ke hadapannya. Aku membelalak saat ia mulai memelukku.
"O-oi, Andy.. Kayaknya lu perlu ke dokter dah.." ujarku ngeri.
"Nggak.. Hah.. Gue cuma... Badan gue gerak sendiri.."
Dia melepaskan pelukannya, dan mendekatkan wajahnya padaku.
"Tunggu! Andy! Jangan!" kataku sambil mendorongnya menjauh.
Dia membatingku, dan dia mendudukiku, mengurungku yang ada dibawahnya. Tangannya bergerak membuka jaket yang kupakai, dan menyusup ke balik kaosku.
"A-andy!"
Nafasnya masih memburu, pandangannya terlihat kosong. Dia pun mulai membisikiku..
"Gue pengen lu jadi milik gue malem ini.."
Eh?
Dalam pikiranku yang mulai nggak jelas ini, aku tak sadar bahwa Andy sudah menyatukan bibirnya dengan bibirku.