18. rekonsiliasi

636 111 7
                                    

udara cukup dingin malam ini ketika sepasang suami istri duduk di balkon kamar mereka. Dengan enam cupcake yang ada di meja. keduanya duduk berdampingan di sofa, membiarkan angin menerbangkan rambut mereka.

"enak ngga?" yeji bertanya kepada jeno yang mengunyah roti nya dengan pelan. jeno menganggukan kepala. "enak. cuma bikin segini?"

"tadi bikin adonan setengah kilo cuma dibagi bagi buat lia karena bikinnya disana. kemanisan ngga?" jeno menggelengkan kepala.

keduanya kemudian terdiam dalam diam, merasakan rintik hujan yang mulai turun. "hujan" jeno bergumam, melihat bagaimana hujan yang seharusnya tidak turun karena masih musim kemarau. "belakangan emang lagi dingin banget" tangan yeji terlipat di depan dada, sesekali mengusap lengan nya yang kedinginan. ia menggeser posisi tubuhnya mendekat karena kursi di sebelahnya sudah basah terkena hujan. "kemarin lo tidur dimana?"

"di kantor. ada kerjaan yang harus gue kerjain sekalian tidur disana. kalau tadi gue lagi sama san" yeji menganggukan kepala. "pasti dingin" gumamnya membayangkan suaminya yang biasa tertidur dengan selimut tebal harus tertidur di kantor polisi.

"sorry" yeji menoleh ketika suaminya berujar pelan. jeno menatapnya, meletakan setengah cupcake yang belum habis pada toplesnya. "gue ngga bermaksud bohong ke lo. gue intel, yeji. ngga ada orang yang tau identitas asli gue siapa. gue selalu merubah nama gue dan identitas gue kalau hal itu dibutuhkan. gue cuma ngga mau lo kena efek dari pekerjaan gue ini"

keduanya diam sejenak. "sejak kapan lo jadi  polisi? dan seberapa bahaya pekerjaan lo, jeno?"

"sejak awal. gue langsung masuk akpol setelah sma dan ngelanjutin kerjaan gue di kepolisian. kalau ditanya seberapa bahaya, lo tau sendiri gimana bahayanya. cuma yang lo tau, gue bakal baik baik aja"

yeji mendesah. ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. "lo tau ngga, kriteria nomor satu cowo yang ngga bakal gue nikahin itu polisi"

jeno hanya diam mendengarkan istrinya mulai berbicara. "gue benci rasa khawatir. gue benci gimana gue harus nunggu semalaman buat suami gue pulang dengan selamat. gue takut terjadi apa apa sama suami gue waktu dia kerja. gue takut lo ngga pulang ke rumah nantinya dan dapat kabar lo gugur dalam tugas. gue takut semua itu, jeno"

"gue bakal baik baik aja"

yeji berdecih. "iya. sekarang lo bisa bilang begitu. besok, lusa, minggu depan, tahun depan, atau dimasa masa mendatang? kita ngga tau apa yang bakal kejadian ke lo, jen"

jeno mengulurkan tangannya untuk mengusap usap lengan yeji agar dia bisa lebih tenang. yeji yang menahan diri untuk tidak menangis akhirnya mengeluarkan air mata ketika suaminya mengusap lengannya. "gue cuma kalau lo pulang berdarah kaya kemarin. gue tau gue lancang kalau bilang ini cuma fakta kalau gue udah jatuh cinta sama lo bikin kekhawatiran gue semakin bertambah"

jeno mengedip pelan ketika istrinya tiba tiba mengutarakan perasaannya. "maksudnya?"

"sorry kalau gue lancang. gue baru sadar kalau ternyata gue beneran jatuh cinta sama lo. gue minta maaf kalau gue ngga seharusnya ngomong ini sama lo--"

belum yeji menyelesaikan kalimatnya, matanya terbelalak. kedua tangannya terkulai lemas ketika tiba tiba suaminya mencium dirinya di bibir.

yeji membenci untuk mengatakan fakta ini bahwa suaminya adalah pencium yang andal. jeno bisa membuat dirinya sekarang mengalungkan tangannya di leher sang adam, mengimbangi gerakan bibir sang suami.

semuanya berlalu begitu cepat bahkan yeji tidak tahu bagaimana dia bisa berpindah menjadi duduk di pangkuan sang suami.

"i'm on my period" bisik yeji menyadari tangan suaminya merambat kemana mana.

jeno tersenyum tipis. "tau kok. kan tanggal segini tanggal kamu dapet. aku udah beli pembalut dan nata di kamar mandi. aku cuma mau cium kamu aja"

walaupun tubuh mereka terkena tampias hujan, pipi yeji merona merah melihat bagaimana suami tampannya tersenyum tipis, merubah gaya bicara mereka tanpa diminta.

"ganteng banget" bisik yeji ketika kedua dahi mereka saling bersentuhan. ia mengusap hidung mancung suaminya, merambat menyentuh bibir merah yang baru saja menciumnya. jeno tersenyum tipis.

"i wanna kiss you so bad" bisik jeno tepat di depan wajah sang istri. yeji mengusap bibir bawah sang suami. "kiss me, then"

dan benar saja, jeno kembali menciumnya. kali ini dengan lembut, tidak lagi tergesa, bahkan terkesan membiarkan yeji untuk memimpin ciumannya.

ciuman mereka berhenti ketika terdengar bunyi sesuatu dari perut yeji membuat jeno tertawa terbahak bahak. karenda ditertawakan, yeji tentu saja malu bukan main. ia memeluk tubuh suaminya menyembunyikan rasa malu yang bahkan menyerangnya ke sumsum tulang belakang.  "malu banget" gumamnya pelan bahkan tidak terdengar karena teredam dada sang suami.

jeno tertawa  sebelum menepuk punggung yeji. "yuk keluar, cari makan sambil jalan jalan"

***

Sepasang suami istri yang sedang berada di fase berbunga ini benar benar berjalan untuk mencari makan.

dengan payung berwarna kuning, keduanya berjalan bergandengan tangan menerobos hujan. sesekali jeno menanggapi ocehan istrinya yang bahkan sekarang tengah sibuk bermain air.

"gue dulu seneng banget kalau main hujan. apalagi tangkap kodok. gue inget banget gue dapat kodok segede gini" yeji menunjukan kepalan tangannya. "terus papa marah marah sama gue karena gue dapetin kodok itu masuk got dan baju gue jadi kotor dan bau" yeji mengoceh sepanjang perjalan, sementara jeno hanya tersenyum sesekali merespon ucapan istrinya yang sangat semangat itu.

"udah nanti lagi ceritanya, udah nyampe nih. mau pesen bakso apa mie rebus?" jeno bertanya. "gue mau bakso aja deh"

jeno menganggukan kepala. ia memesan dua porsi bakso yang akan dimakan keduanya sambil menunggu hujan reda. "thank you, husband" yeji berujar sambil menggeser mangkok miliknya.

keduanya makan dalam diam walaupun sesekali kepanasan karena kuah bakso yang sebenarnya jarang sekali mereka beli karena mereka terbiasa makan di apartemen, entah karena delivery atau makan makanan ciptaan yeji yang rasanya di luar nalar.

"tumben banget musim hujan sekarang" gumam yeji ketika mereka berdua berjalan kembali ke rumah. jeno mengangkat bahu. "cuacanya lagi berubah rubah kayanya" ia bergeser ketika percikan air mengenai kakinya yang diakibatkan oleh yeji yang melompat lompat.

"lo ngga pernah main ujan ya?" jeno menggelengkan kepala. "hujan hujanan pernah, cuma bukan buat mainan kaya gini. kalau kepepet aja" jeno menjawab apa adanya, memayungi sang istri yang berjalan semakin cepat. "jangan berpikir buat hujan hujanan sekarang, udah jam tiga malem" peringatnya membuat yeji tersenyum lebar karena idenya sudah diketahui oleh sang suami.

"lo liat siapa?" jeno yang menatap sebuah mobil selama beberapa detik ditegur oleh yeji. yeji mengikuti kemana arah pandang suaminya, menyipitkan matanya melihat apa yang tengah dilihat suaminya.

jeno menggelengkan kepala namun tangannya merangkul pinggang sang istri untuk mendekat dan berjalan lebih cepat. "bukan apa-apa"

—————

jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ya bestie! thank you for reading💗

Beautiful MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang