September 2013
Guru Matematika kelas VIII B—Bu Dhini—sudah masuki ruang kelas. Sang guru meminta mereka untuk mengumpulkan PR ke meja guru. Neona yang sedang mengeluarkan buku dari dalam tas terkejut saat seseorang dari belakang mengetuk pundaknya. Neona membalikkan badan dan menemukan seseorang yang duduk di belakangnya, dengan kacamata yang tidak pernah lepas dan senyumnya yang manis.
Rasyid Al Ghifari
"Ada pena lebih gak? Pena gue ketinggalan di rumah."
"Ada. Bentar, gue cari dulu." Neona mengobrak-abrik isi kotak pensilnya. Dia lalu memberikan pena yang diminta Rasyid. "Nih, coba cek tintanya dulu, deh."
Rasyid mencoret sedikit bukunya. "Ada, kok. Makasih, Na."
Neona mengerutkan keningnya. "Na?" ulang Neona.
"Nama lo Neona, kan?"
Neona mengangguk.
"Jadi, gak ada salahnya gue panggil lo 'Na', kan?"
Neona tertawa kecil. "Enggak, sih. Cuma baru kali ini ada yang panggil 'Na'."
"Oh, iya?" Rasyid terlihat amazed. "Ya udah, kalo ada yang panggil lo 'Na', berarti itu gue yang lagi panggil lo."
"Oke," jawab Neona dengan masih tertawa.
Mereka berdua sama-sama mengantar buku PR ke meja guru. Setelahnya, seluruh siswa mulai fokus mendengarkan Bu Dhini yang me-review pelajaran di pertemuan sebelumnya. Sekitar lima belas menit kemudian, sesi review berakhir dan tidak ada pertanyaan dari warga VIII B.
"Karena gak ada yang bertanya, sekarang Ibu bakal panggil tiga orang ke depan buat mengerjakan soal di papan tulis."
Separuh isi kelas mengeluh, seperempat menghembuskan napas berat, selebihnya memasrahkan diri. Hanya Alyssa yang terlihat santai seakan soal di papan tulis itu bukan momok besar untuknya. Setelah menulis tiga soal, Bu Dhini mengecek buku absen. Sebagian siswa menunggu pemanggilan korban pagi ini dengan perasaan cemas.
"Paramitha, Farhan, Nash, ayo ke depan."
Masih pagi kenapa udah kena sial! umpat Nash dalam hati.
"Paramitha nomor 1, Farhan nomor 2, Nash nomor 3, ya," ucap Bu Dhini sambil memberikan spidol kepada mereka bertiga. Ara—panggilan Paramitha—dan Farhan mulai fokus mengerjakan, tapi Nash terlihat bingung ingin memulai dari mana. Dia melirik jawaban kedua temannya itu dan meniru cara pengerjaannya.
Di tempat duduknya, Neona tetap mengerjakan tiga soal itu meskipun tidak dipanggil. Jawabannya sama dengan Ara dan Farhan untuk nomor 1 dan nomor 2. Namun, Neona merasa ada yang janggal dengan nomor 3 yang dikerjakan Nash karena jawaban mereka berbeda. Setelah diperiksa dengan cermat, Neona menyadari sesuatu.
Nash gak masukin nilai x-nya ke 7x, batin Neo.
Ketukan di pundak kembali dirasakan Neo.
"Jawaban lo nomor 3 apa, Na?" tanya Rasyid.
Neona memperlihatkan buku corat-coret matematikanya. Rasyid melihatnya lalu mengangguk paham. "Jawaban kita sama, kok. Berarti Nash salah, ya?"
Neona mengangguk. "Kayaknya Nash lupa masukin nilai x-nya ke 7x."
Neona berusaha mencuri pandang ke arah Nash. Laki-laki itu memang terlihat kusut saat dipanggil. Banyak menggaruk kepala saat mengerjakan soal di depan. Saat kembali ke mejanya, laki-laki itu terlihat lesu. Wajahnya menunduk melihat buku matematikanya. Sayangnya itu tidak bisa menyembunyikan rasa sedih dan malunya. Neona merasa Nash memang belum mengerti dengan pelajaran matematika kali ini sehingga tidak bisa mengerjakan soal itu dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak & Waktu
Teen FictionNeona Randita tidak pernah menyangka bahwa si misterius Nash Gardira yang mencuri perhatiannya. Rambut Nash yang sedikit basah saat bermain basket adalah hal yang Neona sukai setelah buku dan es krim vanilla. Lima tahun Neona menjaga perasannya untu...