02. Masa Kini dan Masa Lalu

48 2 2
                                    

Januari 2016

"Jadi kesimpulannya, lo sama dia gak pernah pendekatan? Pembicaraan terpanjang kalian itu waktu pertama kali kalian ketemu?"

Neona menghela napas, menggangguk menjawab pertanyaan kedua Tara. Bahunya merosot, semangatnya menghilang. Bahkan mi ayam paling enak SMA Pelita Nusantara tidak mampu membangkitkan selera makannya.

"Gila!" seru Tara.

"Siapa yang gila? Gue? Nash?" tanya Neona.

"Kalian berdua yang gila!" seru Tara lagi. Dia merasa gemas setelah mendengar kisah cinta temannya. "Gila, ya, lo. Udah tiga tahun lo nyimpan perasaan buat dia, lo gak pernah deketin dia dan dia gak pernah deketin lo? Gila, sumpah gila!"

"Ra, lo udah ngomong gila lima kali kurang dari satu menit," sela Rachel.

"Makasih peringatannya, Chel." Tara beralih menatap Neona. "Gue gemes banget sama kalian berdua. Udah sama-sama suka, kenapa juga masih diem-dieman? Emang masih zaman diem-dieman begini?"

"Tabu tau kalo cewek yang ngungkapin duluan."

"Tapi gak ada salahnya mencoba, kan?"

Neona membuang napasnya kasar. "Tapi kalo gue ditolak gimana? Malu seumur hidup, Ra."

Kali ini Tara terdiam. Rachel jadi ikut sedih mendengar penuturan Neona. Rachel tahu, itu adalah salah satu dilema yang Neona rasakan selama menyimpan perasaan kepada Nash. Gadis itu memegang tangan Neona dan memberinya senyum semangat.

Neona tersenyum tipis. "Lagipula Nash mana suka sama gue, Ra. Jangan ngambil kesimpulan begitu."

Tara menghembuskan napasnya sembarangan. Jika diizinkan, mungkin dari dulu dia menjadi mak comblang Nash dan Neona, terlebih dia dan Nash sama-sama anggota OSIS. Sayangnya, Neona memaksa Tara tutup mulut. Perasaannya biarlah jadi rahasia. Namun, Tara dan keras kepala adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sejak dia tahu perasaan Neona kepada Nash, dia selalu menyuruh Neona untuk memberitahukan perasaannya pada Nash. Jawaban Neona selalu sama, dia takut ditolak dan perempuan yang confess terlebih dahulu adalah hal yang tabu.

"Udah, Ney. Omongan Tara jangan lo jadiin bahan overthinking. Lagian ngapain, sih, kita ngomongin si Nash?" gerutu Rachel.

Tara menatap Rachel. "Gue kan, penasaran waktu Neo sama Nash pertama kali ketemu. Gue kira cinta pandangan pertama, nyatanya gak ya?"

Neona mengangguk. "Waktu awal-awal dulu, gue belum suka sama dia."

"Kalau Nash? Cinta pandangan pertama juga?" tanya Tara. Dia masih penasaran.

"Ya mana gue tau! Tanya aja sama dia sendiri! Lo kan juga OSIS sama dia," jawab Neona sarkastik.

"Gak asik lo, Ney." Tara melanjutkan santapan istirahatnya.

"Lagian lo juga kelewat kepo. Ya, Neona jadi sensilah. Liat tuh, Anna dari tadi diem doang gak nyerocos kayak lo." Rachel menunjuk satu orang lagi yang ada di meja mereka dengan dagunya. Anna—yang sejak tadi diam mendengarkan percakapan mereka—tersenyum canggung dan kembali memakan baksonya.

Tara mendengus kecewa. Dia mengalihkan pandangannya ke Rachel yang sedang minum es teh. "Lo mah enak, Chel. Udah tau semua cerita Neo sama Nash."

"Bahkan juga jadi saksi hidup, jangan lupa dicatet," tambah Rachel. Neona terkekeh mendengarnya.

Sudah enam bulan Neona bersekolah dengan seragam putih abu-abu. Entah kebetulan, entah takdir, setelah tiga kali tidak pisah kelas di SMP yang menerapkan sistem perombakan kelas, Neona satu kelas lagi dengan Rachel di SMA. Rachel sempat mendaftar ke SMA di luar kota, tetapi tidak lulus karena gagal di tes terakhir. Sedangkan Neona sejak awal memang berencana masuk SMA Pelita Nusantara saja. Keduanya lulus SMA Pelita Nusantara lewat jalur nilai rapor karena nilai rapor SMP keduanya termasuk tinggi. Saat pengumuman pembagian kelas, keduanya kembali satu kelas. Tanpa ragu, mereka memutuskan untuk duduk sebangku.

Jarak & WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang