[Chapter VI] . Trap

161 39 11
                                    




Jake Eslovan,

Jake,

JAKE!





Ruangannya aneh. Dirinya masih posisi telentang diatas ranjang besar, yang ia tiduri. Tidak ada rasa sakit seperti ketika dihutan saat itu, namun perutnya diperban. Siapa yang mengobatinya?

Daripada memikirkan itu, Jake teringat akan hal lainnya. Sosok yang menolongnya saat itu.. siapa? Apa Jake berada dikamarnya? Tapi, mengapa ruangan ini sangat besar?!

Terlebih,

Jake menatap benda melingkar di pergelangan tangan kanannya, rantai.

Dia ditahan. Jangan-jangan, ia akan dibunuh? Atau di eksekusi nanti ketika sosok itu kemari? Tapi kalau benar, pun, mengapa malah menolongnya?

Entahlah, Jake bingung. Dia duduk bersandar walau kepalanya berdenyut ketika ia bangkit. Yang terpenting.. Jake ingin pulang. Tapi menjemput Jungwon lebih dulu, tentunya.

Mengingat hal itu, mata birunya menggenang. Begitu mengerikan mengingat dirinya sengaja dilukai karena ingin membuktikan. Rasanya ia seperti hewan buruan yang diperebutkan banyaknya pemburu. Menyakitkan, Jake tidak akan pernah ingin mengalaminya lagi.

Ia jadi terbayang, bagaimana keadaan temannya itu? Hanya dapat berharap, sisanya Jake memikirkan bagaimana Jay dan Sunoo akan mengelak tuduhan untuk Jungwon. Jake takut kalau.. Jungwon malah akan dibunuh disana.

Jake ingin keluar dari sini, terserah kalaupun dirinya akan kembali dikejar ataupun dibunuh. Lebih baik saat terakhirnya bersama orang terdekatnya daripada berjauhan seperti ini. Jake mencoba membuka pintu besar disana, namun terkunci.

Berkali-kali mencoba, tidak ada pergerakan. Kakinya terbawa mendekat pada jendela yang tertutupi gorden. Pikirannya gila, tapi mungkin dirinya akan memecahkan kaca jendela ini jika tidak ada jalan lain.

Tapi Jake langsung mengurungkan niat ketika langit cerah tepat berada didepannya. Bukan, hanya.. letak jendela ini sangat tinggi dari tanah!

Iris birunya bergetar sama kala melihat hutan yang mengelilingi dibawah sana. Dengan, rumah desa yang sangat kecil, tetapi nampak dipandangannya.

Kalau kembali berputar, jika dirinya di desa, berarti Jake tengah berada—

"Mustahil. Ini mimpi.. aku sudah mati.. "

Ia langsung menggeledah tiap tempat disini, membuka tiap nakas maupun lemari. Tidak ada apapun didalamnya, tidak ada petunjuk apapun. Surainya ia cengkram kuat, ketika cahaya matahari menyorot, bayangan lain muncul dari dekat jendela tadi.

Jake berbalik cepat, menatap tepat pada ukiran yang berada dibagian atas. Lagi, sepertinya dirinya tidak dapat mengelak. Ukiran naga besar disana, sesuai dengan punghuni didalamnya.

Pintu tiba-tiba saja terbuka setengah, namun tidak ada siapapun yang masuk. Jake berlari kesana, baru hendak melangkah keluar, tubuhnya tertahan karena rantai yang melingkar di tangan kanannya. Jake baru sadar, akibat panik dan ketakutan, ia melupakan rantai yang menahannya.

Panjangnya hanya untuk didalam kamar, Jake sadar. Tapi tidak untuk keluar. Alhasil, dirinya mengedarkan pandangan keluar. Tetapi percuma,  lorong panjang dan besar yang cuma ada didepannya. Tidak ada yang lain. Terlebih, pencahayaannya temaram seolah tidak berpenghuni. Walau bersih dan rapi.

Jake mendesis lirih ketika rasa sakit dari luka tusukannya kembali muncul. Ia duduk bersadar pada belakang pintu yang ditutup kembali, sedikit menekan lukanya untuk menahan denyutan disana.

Beauty And The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang