"Uncle!"
Suara yang tak asing di indra pendengaranku, suaranya Adam. Putra sulung John.
Aku berbalik dan mendapati anak 6 tahun itu mulai berlari cepat ke arahku. Aku tersenyum lantas berlutut untuk menyamakan tinggi kami. Adam memeluk leherku dengan erat, aku membalas tepukan lembut di punggung kecilnya. "Kenapa sendirian?" tanyaku setelah menyadari tak ada siapapun yang mengikuti Adam di belakang.
Adam melonggarkan dekapannya, melihat netraku dengan lekat, "Papa dan Mama ada di kamar Uncle. Tadi Papa minta aku main sebentar keluar. Eh, ada Uncle lewat langsung aku panggil, supaya ada teman main," jawabnya lalu tertawa kecil, imut sekali.
Mendengar itu aku kembali mengingat kejadian kemarin sore saat Sarah berdiri sendirian di tengah senja. Sarah yang sedang dirundung perasaan bingung dan khawatir soal perasaan suaminya, apa mereka baik-baik saja sekarang?
"Apa mereka bertengkar?" tanyaku dengan hati-hati.
Adam, anak laki-laki manis dengan surai coklat itu menggelengkan kepalanya tegas. “No, Uncle. They are in love.”
Aku tertawa kecil, menggelengkan kepala, dan berpikir hal lucu; seharusnya aku memang tidak perlu menanyakan pertanyaan seperti ini. Tentu saja pria paling romantis sedunia itu bisa mengatasi istrinya dengan baik. Aku saja terlalu khawatir.
"Ayo ikut melukat sama Uncle, nanti kita beli kain dan udeng buat kamu di sana,” ajakku yang langsung mendapat persetujuan Adam.
Hari pertama dalam rangkaian acara resort dimulai hari ini. Kadek sebelumnya sudah berangkat bersama beberapa tamu yang ingin mengikuti tradisi Melukat. Aku awalnya tidak ingin datang dan memilih mengawasi resort, tapi karena bertemu Adam, aku memutuskan untuk ikut pergi saja ke sana. Sekalian jalan-jalan.
Tradisi Melukat adalah sebuah ritual pembersihan diri yang dalam di Bali yang berakar kuat dalam kepercayaan Hindu Bali. Ritual ini merupakan bagian penting dari warisan agama dan budaya unik pulau tersebut. Tujuan utama dari Melukat adalah membersihkan tubuh, pikiran, dan jiwa dari kotoran dan pengaruh negatif, serta mempromosikan kesejahteraan spiritual dan fisik. Ritual penyucian ini memainkan peran krusial dalam menjaga harmoni dan keseimbangan.
Melukat dilakukan dengan menggunakan air suci yang diambil dari campuran air sungai dan laut. Tempat-tempat suci digunakan oleh penduduk setempat dan wisatawan untuk melakukan tradisi Melukat ini. Selama Melukat, terdapat etika khusus yang harus diikuti karena ritual ini dianggap sakral.
Meskipun terjadi modernisasi dan pengaruh eksternal, tradisi Melukat tetap dijaga dan dilestarikan oleh generasi-generasi berikutnya. Ritual ini menjadi warisan spiritual yang memberi tempat perlindungan bagi jiwa yang lelah di tengah dunia yang terus berubah. Melukat merupakan pengingat akan keabadian dalam dunia yang selalu berubah.
Dan, meskipun tradisi Melukat merupakan bagian dari kepercayaan Hindu Bali, umat non-Hindu juga diizinkan untuk melakukan Melukat di Bali. Beberapa pura (tempat ibadah Hindu) di Bali memperbolehkan umat non-Hindu untuk melakukan ritual Melukat dengan tujuan tertentu, seperti penyembuhan penyakit ringan, mencari keselamatan, atau membersihkan energi negatif.
Contohnya, Pura Argheta yang merupakan tempat Melukat yang tidak hanya dikunjungi oleh umat Hindu, tetapi juga oleh umat non-Hindu. Dalam konteks ini, Melukat dianggap sebagai sarana penyucian diri dari kotoran fisik dan non-fisik, serta sebagai upaya untuk mencapai keseimbangan spiritual.
Meski demikian, ketika umat non-Hindu melakukan Melukat, penting untuk menghormati tradisi dan aturan yang berlaku. Hal ini mencakup mengikuti etika dan tata cara ritual yang dijalankan, serta menghormati tempat suci dan keyakinan yang ada. Dengan demikian, Melukat dapat menjadi pengalaman spiritual yang mendalam bagi umat non-Hindu yang ingin merasakan keberkahan dan kekuatan penyucian tradisi ini.