Percakapan di Balkon

2 5 2
                                    

Hari-hari terus berlalu dengan lambat. Meskipun aku berusaha kuat, tekanan sosial dan perasaan terasing di sekolah semakin berat untuk ditanggung. Sekolah elit ini seperti labirin penuh dengan jebakan, dan setiap langkah terasa seperti perjuangan untuk menemukan jalan keluar.

Malam itu, seperti biasa, aku berdiri di balkon rumahku yang besar. Angin malam yang sejuk sedikit menenangkan perasaanku. Aku membuka ponsel dan melihat pesan dari Ryan.

"Bagaimana harimu, Celie?" tulisnya.

Aku menghela napas dan mulai mengetik balasan. "Sama seperti biasanya, Ryan. Teman-teman di sekolah masih bersikap seperti orang asing. Aku merasa sendirian."

Ryan membalas dengan cepat. "Aku mengerti perasaanmu. Terkadang, orang-orang bisa sangat kejam tanpa alasan yang jelas. Tapi kamu harus ingat, kamu tidak sendirian. Aku ada di sini."

Pesan Ryan selalu membawa ketenangan. Meskipun kami belum pernah bertemu, aku merasa seperti sudah mengenalnya seumur hidup. Kami berbicara tentang banyak hal malam itu, dari cerita-cerita konyol hingga impian kami di masa depan. Ryan berbagi tentang keinginannya membangun bisnis mobil dan menjadi YouTuber terkenal, sementara aku menceritakan impianku untuk menjadi dokter dan sukses di media sosial.

"Kadang aku berpikir, hidup ini terlalu berat," aku menulis, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di mataku. "Aku merasa tidak ada tempat untukku di sini."

Ryan membalas dengan cepat. "Celie, hidup memang berat, tapi itu tidak berarti kamu harus menyerah. Setiap orang memiliki tempatnya, dan aku yakin kamu juga akan menemukan tempatmu. Jangan biarkan orang lain menentukan nilai dirimu."

Kata-kata Ryan memberiku kekuatan. Aku tahu dia benar, meskipun sulit untuk menerimanya. Di tengah semua kebingungan dan rasa sakit, ada seseorang yang benar-benar peduli padaku.

Aku menatap langit malam, mencoba mengendalikan emosi yang bergejolak dalam diriku. Tiba-tiba, suara ayah terdengar dari balik pintu balkon.

"Kak?" panggil papa.

Aku menoleh, melihat ayah berdiri di ambang pintu dengan ekspresi khawatir. "Ya, pa?"

Papa mendekat dan mengajakku berbicara. Dia menanyakan bagaimana perasaanku dan mencoba memberiku nasihat. Meskipun aku tidak bisa menceritakan semuanya, percakapan dengan papa memberiku sedikit ketenangan. Setelah beberapa menit, ayah kembali masuk ke dalam rumah, meninggalkanku sendirian di balkon.

Aku kembali ke ponsel dan melihat pesan dari Ryan. "Apa kamu baik-baik saja, Celie?"

Aku tersenyum kecil. "Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih, Ryan. Kamu selalu tahu cara membuatku merasa lebih baik."

"Kamu juga membuatku merasa lebih baik, Celie. Kita saling mendukung. Jangan pernah lupakan itu," balas Ryan.

Malam itu, aku merasa sedikit lebih ringan. Percakapan dengan Ryan dan ayahku memberiku harapan baru. Aku tahu jalan ke depan masih panjang dan penuh tantangan, tetapi dengan dukungan orang-orang yang peduli, aku merasa lebih siap menghadapinya.

Aku menatap bintang-bintang yang bersinar di langit malam. Di tengah kegelapan, ada cahaya yang memberi petunjuk. Aku harus terus berjuang, menemukan jalanku, dan tidak pernah menyerah. Dengan dukungan dari Ryan dan keluargaku, aku yakin bisa melewati semua rintangan ini.

di Balik Pagar BalkonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang