Chapter 2

454 49 3
                                    

Tepat pukul 2 dini hari, Sean terbangun dari tidurnya. Di sampingnya terdapat Jayyan dan Xeina yang tertidur nyenyak sembari memeluknya.

Pelan-pelan Sean melepas pelukan mereka agar tak terbangun. Saat pelukannya lepas, Xeina bergerak membuat Sean panik. Namun Sean langsung bernafas lega saat Xeina berbalik dan kembali tertidur nyenyak.

Perlahan Sean turun dari kasur kemudian berjalan menuju arah pintu. Tanpa menimbulkan suara, Sean membuka pintu kemudian keluar lalu menutupnya kembali dengan pelan.

Saat keluar, pemandangan pertama yang Sean dapatkan adalah suasana mansion yang suram. Tidak ada satupun lampu yang hidup di seluruh penjuru mansion, yang ada hanya cahaya bulan yang masuk lewat jendela kaca sehingga Sean masih dapat melihat di kegelapan.

Sean mulai menuruni anak tangga dengan perlahan. Setelah sampai di bawah, Sean kemudian berjalan menuju    halaman belakang rumah. Entah kebetulan atau apa, kunci pintu menuju halaman belakang masih tertempel di sana.

Saat Sean hendak duduk di salah satu bangku, tiba-tiba perhatian Sean teralihkan dengan siluet seseorang yang berjalan menuju gudang belakang.

Tanpa pikir panjang, Sean mengikuti orang itu sampai ke dalam gudang. Saat masuk, betapa terkejutnya Sean mendapati sebuah tangga di sana. Sean dengan ragu tetap berjalan menuruni tangga, sebuah terowongan gelap menyambut Sean.

Meskipun begitu, Sean tetap berjalan hingga ia sampai di sebuah ruangan dengan pencahayaan minim. Di dalam ruangan itu berisi beberapa ruangan kecil yang Sean yakini sebagai penjara. Sean benar-benar terkejut melihat pemandangan di hadapannya. Ia tak pernah tau bahwa ada ruangan seperti ini di mansion Asteria.

Sean kemudian melirik ke sana kemari mencari keberadaan seseorang yang ia ikuti tadi. Tapi bukannya mendapatkan orang itu, Sean justru mendapati seseorang yang sedang duduk memeluk lutut di salah satu sel.

Sean menghampiri sel tersebut dengan perlahan. Saat sampai, Sean hanya berdiri menatap orang itu dengan penasaran. Sedangkan orang itu yang menyadari ada seseorang di sana langsung mendongak. Raut terkejut langsung tertera di wajah pucat orang itu. Sean yang melihatnya hanya menatap bingung.

"Sean."lirih orang itu dengan suara serak.

"Hm? Kau mengenalku?"tanya Sean bingung.

"SEAN TOLONG. KELUARIN GUE DARI SINI.SELAMATKAN GUE SEAN. DIA ADA DI SINI. DIA SUDAH MATI TAPI DIA MASIH ADA DI SINI."teriak orang itu sembari menghampiri Sean.

Sean reflek memundurkan tubuhnya saat orang itu berusaha keluar dari jeruji besi.

Sean menatap wajah orang di hadapannya, berusaha mengingat apakah mereka pernah bertemu sebelumnya atau tidak. Namun semakin Sean berusaha mengingat, kepalanya menjadi sakit di sertai pusing.

Sementara orang di depannya terus berteriak, Sean berusaha menetralkan rasa sakit di kepalanya hingga ia kemudian terjatuh tak sadarkan diri.


°°°°°°°°°°°°°



Sean membuka matanya dengan perlahan, pemandangan pertama yang ia lihat adalah Sakha yang memandang dirinya khawatir.

"Papah."panggil Sean lemah.

"Iya sayang, apa kepalamu masih sakit? Pusing? Bilang sama papah kalau ada yang sakit."ucap Sakha sembari menggenggam tangan Sean.

"Kepalaku sakit, pusing juga. Mau di peluk papi Saga."rengek Sean membuat Sagara yang baru masuk tersenyum senang yang menurut Jaren dan Sakha adalah senyum menyebalkan.

"Sini sayang sama papi."Sagara kemudian naik ke kasur kemudian memeluk Sean yang langsung di balas oleh Sean.

"Sean sama papah saja ya. Papi harus segera bersiap, kan hari ini pernikahan kakakmu Riana."bujuk Sakha.

FATE S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang