02. Perairan Tangkap

23 2 0
                                    

Langit gelap masih terhampar luas ketika pria tinggi dengan ikat kepala biru muda bersama sang Ayah berlayar menuju lautan luas. Angin dingin dini hari membelai wajah, sementara suara ombak yang bergulung-gulung nenciptakan irama yang akrab di telinga.

Kapal kecil mereka bergerak ringan mengikuti arus laut, berbekal dua buah lentera sebagai penerangan keduanya serempak menebar jala di sekitar kapal dan dalam waktu singkat cepat-cepat mereka tarik naik ke atas kapal.

"Yunho, tarik lebih kuat di sisi kiri," ucap si pria tua. Memberi tahu anaknya yang tengah berjuang membawa naik jala mereka.

Yunho. Dia sudah terbiasa dengan pekerjaan ini sejak kecil. Segera ia mengarahkan pandangan ke sisi kiri jala dan mengerahkan kekuatan penuh sehingga perlahan-lahan tampaklah berbagai jenis ikan yang tertangkap.

Sudut bibirnya naik, menarik lebih kuat sampai seluruh bagian jala berhasil masuk ke dalam kapal. Yunho tersenyum puas, bergerak cepat memilah ikan berdasarkan jenisnya masuk ke dalam wadah berbentuk balok yang terletak di bagian tengah kapal.

Mata Yunho berbinar saat melihat makhluk licin dengan banyak tentakel ada di balik tumpukan ikan yang menggelepar berusaha kabur.

"Ada gurita," ujarnya langsung mencekal binatang berwarna merah muda itu, seluruh tentakelnya menempel di tangan Yunho yang dilapisi sarung tangan. "Temanku akan senang sekali melihat ini."

Wadah berwarna biru menjadi tempat gurita itu diletakkan.

"Tebar jalanya lagi, biar ayah yang menyelesaikan pemilahan," kata sang ayah.

Yunho mengangguk, ia menarik jala. Membenarkan posisi benda itu agar tidak saling menyakut ketika dilemparkan. Ia berdiri, bersiap untuk melempar. Baru saja akan bergerak matanya terbelalak melihat sesuatu yang aneh mengapung tidak jauh dari kapal mereka.

"Ayah, lihat itu," ucap Yunho dengan suara terkejut, ia menunjuk sosok yang mengambang di tengah laut. Jalanya terlepas dari genggaman.

Ayahnya segera mengalihkan perhatian ke arah yang ditunjuk Yunho. Di sana, di antara ombak tenang, mereka melihat sesosok manusia yang mengambang terlentang. Tanpa pikir panjang Yunho dan ayahnya meraih dayung, membuat kapal mereka mendekati sosok tersebut dan menariknya ke atas kapal dengan hati-hati.

Sesampainya di atas kapal mereka langsung memeriksa keadaan pria itu. Kondisinya basah, kulitnya pucat dengan bibir membiru dan menggigil parah. Napasnya terdengar lemah namun masih ada tanda-tanda kehidupan.

Ayah Yunho segera melakukan pertolongan darurat, memberikan napas buatan dan memompa dada pria itu.

"Yunho, ambilkan kain dan bungkus tubuh orang ini," perintah ayahnya sambil terus berusaha menyelamatkan nyawa orang itu.

Yunho dengan cepat meraih kain dari dalam tas yang mereka bawa, kemudian ia menyelimuti pria yang tubuhnya terus bergetar kedinginan.

"Kita harus kembali ke pelabuhan," kata ayahnya lagi, pria itu bergerak cepat menyalakan mesin kapal, "pastikan tubuhnya tetap hangat dan masih bernapas!"

Yunho mengangguk, ia mengurusi pria itu. Tubuhnya sedingin es, napasnya pendek-pendek seakan sangat sulit menghirup udara, matanya juga terpejam erat.

"Bertahanlah," gumam Yunho, mengeratkan kain yang menutupi tubuh pria itu. Tangannya bertumpu di dada si pria, memompa dengan hati-hati agar denyut jantungnya kembali ke laju normal.

Setelah mesinnya menyala kapal mereka melaju cepat meninggalkan area laut dalam kembali ke pelabuhan tempat asal mereka. Selepas bermenit-menit yang terasa begitu lama pria tadi mulai batuk dan memuntahkan air dari mulutnya. Matanya perlahan terbuka, menatap sayu sekitar sebelum akhirnya kehilangan kesadaran lagi.

The World : Utopia [ATEEZ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang