07. Teman

87 17 0
                                        

"Dari mana kau berasal? Daganganmu... semuanya tampak bagus."

Pertanyaan penasaran dari San dibalas senyuman tipis oleh Yeosang. Begitu kapal Yeosang mendadak populer karena kualitas buah yang ia jajakan dua orang yang berada di kapal sebelah mula berperilaku baik padanya. Sebetulnya baru San, Mingi masin enggan menyapa.

Yunho duduk tenang dengan setumpuk belanjaan berada di sebelahnya, sekalian ia membeli beberapa barang ketika ada kapal lain yang melintas di dekat mereka. Ia memandang Yeosang yang mulai sibuk membereskan dagangannya. Hanya tinggal beberapa buah yang tersisa, ia akan pulang cepat.

"Kalian pernah dengar pulau Eirene?" tanya Yeosang balik.

Tiga orang di sekitarnya tampak kebingungan, nama itu masih asing di telinga mereka.

"Kukira tadi nama orang," sahut Yunho dari arah belakang Yeosang.

"Benar," tambah San pula, "apakah pulaunya sangat jauh dari tempat ini?"

Pertanyaan San diangguki oleh Yeosang. Mingi bersedakap, ia pandangi buah-buahan yang tersisa dengan perasaan pelik.

"Sejauh apa? Bagaimana bisa buah-buahan yang kau bawa masih sesegar ini?" Tentu itu hal aneh. Mereka berdua yang berasal dari pulau tetangga–Pulau Gaia–saja susah payah menjaga kualitas  buah dan sayur yang mereka bawa agar tetap segar. Tetapi tetap tak bisa bertahan lama kesegarannya.

"Delapan belas jam perjalanan," balas Yeosang, "di sana penduduknya mengembangkan teknologi rekayasa genetika dan teknik kultur jaringan, jadi diperolehlah buah-buahan dengan kualitas bagus seperti ini."

Tangan Yeosang memegang sebuah apel hijau, disodorkan kepada Mingi dengan maksud agar pria itu bisa merasakannya sendiri.

Mingi menolak, dagangannya sendiri belum berkurang banyak. Bisa-bisanya ia mencicipi milik orang lain. Namun San malah menerima apel itu, membelahnya menjadi dua dengan pisau untuk diamati isi dalamnya.

Begitu menggigit sebagian ekspresinya langsung berubah, rasanya di luar ekspetasi yang selama ini ia pikirkan kalau buah-buahan ini biasa saja. Teksturnya lembut berair, aromanya harum dengan rasa manis memikat. Kunyahan memelan, sayang sekali kalau ia kehilangan rasa ini cepat-cepat.

"Benar-benar manis," puji San, apel yang tersisa ia sodorkan pada Mingi, "cobalah."

Mingi menggeleng. Ia sempat tergiur karena reaksi San yang tampak sangat menikmati.

"Sepertinya di sana sangat maju," ujar Yunho, di kepalanya langsung terbayangkan rupa dari pulau Eirene dengan segala teknologi dan sistem yang ada.

Yeosang mengangguk, "ya seperti itulah."

"Tidak mungkin kau sendiri yang berasal dari sana kan. Delapan belas jam itu bukan wakti yang singkat," seloroh Mingi lagi, ia akan menggali lebih jauh. Bagaimana pun Yeosang ini adalah saingan dagangnya. Berbahaya jika ada lebih banyak orang dengan kualitas dagangan yang sama baiknya dengan Yeosang berada di tempat ini, apalagi kalau yang mereka jajakan sama.

"Kami kemari dengan satu armada besar lalu berhenti di pulau Elysia untuk membagi kelompok dagang. Aku salah satu yang menjajakan buah dan mampir kemari."

Ini benar ancaman. Mingi berdecak, ia tak bisa melawan armada besar.

Yunho tahu letak pulau Elysia, posisinya sama seperti dari Thalssia ke Nerregaia hanya saja posisinya berlawanan. Alasan mengapa pasar apung ini dilakukan di sekitar pulau Nerregaia ialah karena posisi pulau itu yang terletak di tengah-tengah pertemuan jalur lintas samudra, mudah diakses oleh pulau-pulau lain, ditambah gelombang di sekitar Nerregaia terhitung aman untuk melakukan pelayaran dalam waktu lama.

The World : Utopia [ATEEZ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang