01. Jalan Keluar

34 4 0
                                    

Mengesampingkan soal barang orang lain yang terjatuh dan kini berada di tangannya, Seonghwa buru-buru keluar dari kapal begitu mendengar suara sang bos semakin dekat dengan tempat persembunyiannya. Ia akan menitipkan barang ini ke penjaga, orang itu pasti kembali saat sadar barangnya hilang.

Melihat kembali ke jalan sebelumnya di mana ia meletakkan peti tadi, Seonghwa terbelalak begitu tak menemukan benda itu di mana pun. Jangan sampai barang itu hilang, dia akan dalam masalah kalau hal itu terjadi.

Seonghwa melangkah cepat menyusuri jembatan, menerobos lalu lalang manusia yang sangat ramai siang hari itu.

"Seonghwa!"

Gawat. Suara bosnya.

Seonghwa beringsut, ia bergerak acak agar tidak mudah ditemukan oleh bosnya. Setidaknya ia harus mencari dulu petinya. Tubuh semampainya bertabrakan dengan kuli panggul lainnya yang tengah sibuk mengangkut barang. Seonghwa jatuh, tersungkur membuat barang yang ia letakkan dalam saku terlempar jauh.

Ia perlahan mendongak, cepat-cepat meraih benda berbentuk tabung itu dan bangkit. Begitu ia berdiri sosok pria tambun yang sejak tadi ia hindari sudah berdiri di hadapannya. Raut wajahnya garang sesaat sebelum tersenyum semringah.

"Kemasi barang-barangmu, kau sudah dibeli orang lain."

Sudah Seonghwa duga. Bunyi gemerincing dari saku bosnya menandakan kalau proses jual beli sudah selesai. Seonghwa menunduk, dalam hatinya ia merasa kesal. Ia harus beradaptasi lagi, mengenal orang baru. Pikiran buruk mengusai diri. Bagaimana jika ia bertemu dengan orang yang kasar? Bagaimana jika kehidupannya tidak lebih baik ketimbang sekarang?

"Cepat lakukan. Kapalnya akan berangkat sebentar lagi."

"K-kapal?" Seonghwa tertegun. Selama hidupnya ia berpindah tangan dari orang-orang di pulau Tartarus ini saja.

"Ya, kabarnya dia akan berangkat ke pulau Lithos. Kau akan ikut dengannya."

Seonghwa hanya pernah mendengar nama pulaunya, katanya pulau itu jaraknya jauh dari pulau ini. Jika ia dibawa artinya dia akan meninggalkan Pulau Tartarus sampai waktu yang tidak ia ketahui. Sedikit harapan keadaan di sana lebih baik muncul di benaknya.

Ia menarik napas dalam, kemudian membungkuk kecil.

"Baik tuan, terimakasih."

Tak merasa posisinya terancam karena sudah menghilangkan satu peti, Seonghwa berlari menuju bangunan kecil dari kayu yang beberapa bagiannya mulai lapuk terkena air laut. Dibukanya pintu setelah berkutat agak lama, engselnya sudah berkarat membuat pintunya terkadang susah dibuka.

Matanya menelusuri ruang berukuran 3 × 4 meter itu dan masuk ke dalamnya, dengan cepat ia mengemasi barang-barangnya yang tak seberapa. Ia tak punya banyak barang karena terus berpindah kepemilikan. Beberapa setel pakaian lusuh, sepatu bot usang, kompas kecil masuk ke dalam tas jinjing berwarna coklat yang baru saja ia buka.

Ketika akan berdiri untuk menyudahi persiapannya, pandangan Seonghwa terfokus pada sebuah kalung dari tembaga yang sudah berubah warna sebab korosi. Liontinnya berbentuk persegi dari besi, sudah berkarat.

"Hampir saja lupa."

Kemudian ia mengambil benda itu, dikalungkan pada lehernya dan berjalan keluar dari rumah sederhana yang diberikan oleh bosnya selama dia bekerja.

Dengan menenteng tas Seonghwa buru-buru menyusuri jembatan kayu menuju dermaga, dari jauh tampak raut wajah tak senang bos–sekarang mantan bos–karena dia yang dinilai lambat.

Reaksi garang itu seketika berubah saat ia bertemu dengan pria tinggi besar dengan pakaian rapi di dekatnya, ia tersenyum senang. Seonghwa tiba, menetralkan laju napasnya dan berdiri tegak.

The World : Utopia [ATEEZ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang