Sinar keemasan mentari pagi memantul di permukaan laut yang ombaknya tenang, membuatnya mengkilap bersama dengan huru-hara burung camar yang berkicau dari kejauhan. Sudah masuk jam sibuk. Yunho menambatkan tali tambang pada tiang jembatan lalu menarik tali itu agar posisi kapalnya berada sedekat mungkin dengan ujung jembatan.
Tangannya mengusap peluh, pakaiannya sedikit basah dengan aroma amis yang berasal dari ikan-ikan yang ia tangkap. Dia berangkat melaut sejak jam dua dini hari dan baru kembali begitu sang surya menampakkan wujudnya.
"Biar kubantu."
Suara dari atas jembatan membuat Yunho menoleh. Tampak ada Seonghwa yang berjongkok di sana. Sejak tuan Jeong pergi ke pulau Lithos, menunggu Yunho di dermaga sejak jam enam pagi menjadi rutinitas harian Seonghwa. Orang ini pasti butuh bantuannya.
Yunho menghela napas. Setelah memastikan tambatannya sudah benar ia berbalik lalu mengangkat keranjang berisi ikan segar dari bawah. Seonghwa yang berada di atas segera menyambutnya, meletakkan keranjang itu ke sisi tengah jembatan dan bersiap untuk membawakan beberapa keranjang lagi yang diangkat oleh Yunho.
Setelah semua keranjang diangkut Seonghwa mengulurkan tangan pada Yunho, menarik pria itu naik ke atas jembatan.
Yunho mendengus, menatap ke arah hamparan laut luas di hadapannya yang penuh dengan aktivitas kapal.
"Airnya semakin surut," ujarnya sambil merunduk, tangannya melingkar pada keranjang berisi ikan lalu diangkat dan berdiri.
Seonghwa melirik ke arah laut sebentar lalu melakukan hal yang sama dengan Yunho, dia juga menyampirkan jala di bahu. Keranjang yang ia bawa ukurannya lebih kecil.
"Airnya surut tapi tangkapan berkurang," keluh Yunho lagi.
Keduanya berjalan menyusuri jembatan kembali ke rumah keluarga Yunho. Yunho menatap ke arah keranjang yang ia bawa, tatapannya lesu karena perolehannya hari ini jauh dari target biasanya. Seonghwa yang berjalan di sebelahnya bisa merasakan hawa tak bersemangat dari Yunho.
Terhitung seminggu sejak pasar apung jumlah tangkapan ikan terus menurun. Memang Yunho tidak pergi terlalu jauh dari pulau Thalassia, dia mematuhi ucapan ayahnya. Ada kemungkinan ikan-ikan itu bermigrasi ke area laut lain, di dekat Thalassia aktivitas kapalnya sangat ramai. Tetapi tak bisa ia biarkan terus begini, bisa-bisa di waktu pasar apung selanjutnya dia tidak berangkat.
Keduanya masuk ke dalam rumah. Yunho menuju dapur untuk mengambil wadah lain, bersiap memilah ikan sesuai ukuran sedangkan Seonghwa membereskan jala ke dalam gudang. Begitu kembali ia melihat Yunho sudah duduk di depan keranjang ikan.
"Yunho, rumahnya Wooyoung di mana?"
Yunho mendongak, melihat Seonghwa kini duduk di hadapannya bersiap melakukan hal yang sama dengan dirinya.
"Tidak begitu jauh dari sini," jawab Yunho, tangannya memindahkan beberapa ekor ikan yang masih menggelepar ke dalam kotak berwarna biru, "kau mau potong rambut ya?" terkanya.
Seonghwa mengangguk. Rambutnya semakin panjang. Beberapa hari belakangan saja terus ia kucir agar tak mengganggu pemandangan selama melakukan aktivitas. Tangannya mengangkat seekor ikan yang ukurannya paling besar, dipindahkan ke kotak berwarna kuning berisi air. Menjaga ikannya tetap segar.
"Nanti pergi bersamaku saja setelah kita selesai memilah," ucap Yunho.
"Kau tidak mengantuk?" tanya Seonghwa lagi, ia pandangi Yunho yang wajahnya lesu. Kantung mata terlihat jelas di sana, bahkan gestur lelah terus tampak dari Yunho.
Karena pertanyaan itu Yunho jadi menguap, tak bisa ia elak kalau dia memang mengantuk. Biasanya dia akan tidur tak lama setelah memilah ikan, bangun selepas tengah hari dan tidur lagi sekitar jam sepuluh malam. Bangun lagi jam tiga pagi. Begitu terus setiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The World : Utopia [ATEEZ]
FanficSebuah legenda mengatakan ada sebuah negeri yang aman sejahtera bernama Utopia. Negeri impian yang rasanya hanya ada di khayalan manusia. Kisahnya negeri ini diserang lalu menghilang. Bertahun-tahun legenda terus tersebar, mengatakan masih ada jejak...