"Heran aku sama pasutri satu ini, kerjaannya liburan melulu ke luar negeri. Honeymoon terus." Rara mengomel saat memanggang daging di halaman rumah belakang Arunika. Dia ngomel tepat di depan Lanna.
"Iri ya?" Kata Lanna langsung menunjuk jidat Rara.
"Iyalah! Kamu sibuk ngurusin liburan, aku sibuk ngurusin anak baru." Entah kenapa setiap kali mengingat Widya, Rara semakin dibuat kesal padahal Widya nggak melakukan kesalahan apa pun.
"Sekretaris barunya Adit?" tanya Lanna sambil mengolesi bumbu ke daging panggang.
"Ho'oh."
"Kalau diinget-inget masa itu lucu ya."
Senyum Arunika menandakan kerinduannya pada masa-masa dia menjadi sekretaris Adit dan bagaimana dia bersama Lanna, Rara dan Ansell menjadi bagian dari perusahaan tempatnya bekerja.
Suka dan duka mereka lalui meskipun kebanyakan rasa gembiranya. Ekspresi-ekpresi lucu ketiga sahabatnya saat tahu kalau Arunika adalah istri Adit yang selalu disembunyikan dari publik. Bagaimana ketiga sahabatnya bekerjasama untuk mendukungnya. Tahun-tahun terbaik yang mengesankan.
"Iya, lucu. Bisa-bisanya kamu nyembunyiin identitas sebagai istri Adit." Kata Lanna galak.
"Ansell yang sibuk jadi photografer foto-foto ciuman kalian. Hmmm, apa Ansell nggak bisa gitu dapet kompensasi selama menjadi photografer dan pembuat onar hingga satu kantor heboh dengan skandal ciuman hot itu?" Kepala Rara miring. Dia seneng banget kalau sampai Ansell dapet kompensasi.
"Hahaha!" ngarang aja kamu." Arunika menyeblak bahu Rara.
"Ya, kan, namanya juga ngarep."
"Tante Rara, Vian ada perlu nih."
Rara menatap Arunika takut-takut. Ya, Arunika melarang Rara memberi saran apa pun pada Vian. Dia juga melarang Rara deket-deket sama Vian. Mereka harus jaga jarak.
"Nggak!" Seru Nika.
Vian menggigit bibir bagian bawahnya. Brownie yang tampak sedih melihat kekecewaan Vian menarik tangan Vian dan mengajaknya ke bawah pohon mangga yang ada di dekat dinding pagar.
"Dasar Emak-emak." Gerutu Rara.
"Huh!" Arunika hendak melempar saus ke wajah Rara.
"Eh, sekretaris baru Adit kaya gimana? Ceritain dong, Ra." Pinta Lanna.
"Jadi dia itu cantik." Rara melirik Arunika. "Usianya tiga puluh lima tahun. Lulusan dari universitas sepuluh top dunia. dan dia pernah menjabat sebagai manajer di perusahaan Kanada. Dia tinggal di Kanada sebelum pulang ke Indonesia."
"Wow! Itu mah cocoknya jadi asisten manajer keuangan, Ra, bukan sekretaris."
"Iya, Lann, makanya aku tuh bawaannya kesel terus sama dia."
"Kenapa dia nggak coba lamar ke posisi yang lebih tinggi lagi daripada hanya sekretaris?" Arunika mulai penasaran dengan sekretaris baru Adit itu.
Rara terdiam sejenak. Lebih ke melamun.
Lanna menyenggol lengan Rara. "Itu ditanya Nika." Katanya.
"Itu adalah pertanyaan yang sama aku tujukan pada si sekretaris baru itu. Aku lagi mencoba mengingat jawabannya."
Lanna heran dengan Rara. "Kaya gini Asisten Manajer Keuangan?" Tatapan mata Lanna seolah menyatakan kalau Rara lebih cocok jadi murid sekolah yang blo'on.
"Oh iya, aku ingat." Mata Rara menyala. "Dia bilang katanya kalau jabatannya tinggi tanggung jawabnya juga tinggi. Dia nggak mau kalau punya tanggung jawab tinggi. Dia mau kerjanya santai aja. Gitu katanya."
Arunika dan Lanna saling menatap satu sama lain beberapa saat.
Melihat keraguan di wajah kedua sahabatnya, Rara buru-buru menegaskan kejujurannya. "Aku jujur loh, itu jawaban dia. Aku nggak mengada-ada."
"Serius dia jawab begitu? Apa dia nggak butuh duit?" Arunika menatap Lanna sebelum mengalihkan tatapannya ke Rara.
Rara mengangkat bahu. "Duitnya udah banyak kali."
"Siapa namanya?" Tanya Lanna yang lebih penasaran dengan sekretaris baru itu dibandingkan Arunika.
"Widya Sani."
***
"Kakakmu meneleponku tadi." Ujar Liam menoleh pada istrinya yang masih telanjang di sampingnya.
"Dia nanyain kamu. Dia nanya soal harta warisan papah kalian. Mau diapain katanya."
Widya hanya terdiam mendengar perkataan Liam. Sejujurnya, dia sudah merasa nggak nyaman dengan Liam. Sudah enam bulan terakhir dia merasa hambar menjalani rumah tangga dengan Liam. Liam seorang pengangguran dan dia hidup hanya mengandalkan warisan peninggalan kakeknya.
Widya sedang mencari cara untuk berpisah dengan Liam. Dia sedang memikirkan caranya. Sesekali dia mengeluhkan masalah percintaan mereka yang hambar pada Liam tapi Liam seolah nggak peduli.
"Aku ke toilet." Liam melempar celana dalamnya tepat di wajah Widya yang membuat Widya makin murka dengan suaminya itu.
***
Beberapa saat kemudian saat Liam kembali ke kamar dari toilet dia melihat Widya mengenakan jumpsuit warna denim blue. Wanita itu mengoleskan lipstik warna coral ke bibirnya yang kering.
"Kamu mau ke mana?" Tanya Liam.
"Aku butuh penyegaran." Jawab Widya tanpa menatap Liam.
"Sayang, aku tahu akhir-akhir ini hubungan kita nggak baik—"
"Aku mau pisah." Selanya. "Aku udah nggak mau sama kamu lagi. Aku udah nggak bisa terus-menerus hidup sama kamu, Liam. Aku ke Indonesia karena aku muak hidup sama kamu."
"Tapi, aku nggak pernah muak sama kamu. Tiga tahun pernikahan kita semuanya baik-baik aja sampai kamu jadi aneh begini setelah kematian ayah kamu."
"Aku dendam pada Adit. Aku harus membuat Adit menyesal dengan semua ini."
"Kamu gila ya? Adit nggak ngebunuh ayah kamu. Ayah kamu bunuh diri karena nggak sanggup ngelola perusahaannya yang terus menerus kalah tender. Dan lagi, terakhir dia punya masalah dengan istri ketiganya. Bisa aja istri ketiganyalah penyebab kematian ayah kamu." Liam mencoba menyadarkan Widya, tapi Widya nggak akan sadar.
Widya menganggap kalau pendapatnyalah yang benar. Asumsinya yang benar. Apa pun itu tentang apa yang ada di kepalanyalah yang benar.
"Persetan!" jawabnya. "Saat aku pulang ke rumah, aku harap kamu udah pergi dari rumah ini."
"Wid!"
Widya mengabaikan Liam. Dia pergi dari rumah membawa tas hermes asli yang dibelinya di toko tas branded di US.
Liam nggak mengejar Widya. Dia hanya tersenyum. Senyum penuh arti.
***
Widya Sani.
Nama itu membuat mood Arunika mendadak buruk. Pria asing yang meneleponnya mengingatkannya untuk berhati-hati dengan wanita bernama Widya Sani. Siapa sebenarnya pria asing dan sekretaris baru itu? Bagaimana sekretaris baru itu namanya bisa sama persis dengan nama wanita yang ada di surat misterius itu?
"Nik?" Lanna mencolek bahu Nika.
"Ya."
"Kenapa?"
Arunika merasa Lanna dan Rara perlu tahu soal surat dan telepon misterius dari pria asing itu mengenai wanita yang bernama Widya Sani. Oke, Lanna bisa menjaga rahasia tapi bagaimana dengan Rara?
Rara tipe orang yang susah dipercaya untuk menjaga rahasia. Tapi, Arunika ingat kalau mereka bukan hanya sahabat, tapi juga team. Rara memang bukan orang yang dapat dipercaya, tapi kalau ini mengenai rahasia sahabatnya Rara pasti bisa menjaga rahasia itu.
"Begini..." Arunika memulai ceritanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life With The Boss 3
Romance"Nanti aja, Pah. Pas mamah liat kuenya baru dinyalain lilinnya." Kata Vian lagi keras kepala. "Kamu itu ngeyel kaya mamah kamu. Untung kamu ganteng kaya papah." Vian nyengir. "Ya, kan Vian lahir dari rahim mamah pasti sifat mamah banyakan ada di V...