Widya selalu kena omel Rara hanya gara-gara masalah sepele. Hari pertama Widya bekerja bukanlah hari yang menyenangkan karena dia terus menerus diawasi Rara seolah dia adalah seorang penguntit.
"Saya bisa kok, mbak, ngerjain ini semua. Nggak perlu diawasi."
Bukannya seneng Rara malah tampak sebal dengan perkataan Widya. Matanya melotot ke arah Widya. "Kalau kamu bikin kesalahan yang kena omel itu saya. Jangan sok pinter deh." Jelas sekali kalau Rara lagi badmood gara-gara dimarahin Adit soal masalah Vian.
"Maaf, mbak."
"Saya nggak butuh maaf kamu." Kata Rara yang suka ngomong tanpa pikir panjang. Rara memperhatikan Widya. "Kok kamu mau sih jadi sekretaris Pak Adit padahal kamu bisa loh lamar jadi manajer juga kalau liat track record kamu."
"Eumm, saya pengen kerja yang ringan-ringan aja."
"Yang ringan?" Tanya Rara menyepelekan. "Nggak butuh duit banyak ya? Udah punya banyak duit."
Widya merasa dirinya seperti diolok-olok Rara. Kenapa wanita semenyebalkan Rara bisa jadi asisten manajer keuangan? Widya curiga kalau kenaikan pangkat Rara yang baru ini karena Arunika yang minta.
"Jadi manajer kan tanggungjawabnya besar."
"Gajinya juga besar."
"Iya, saya tahu, Mbak."
"Terus kenapa lamar jadi sekretaris?"
"Saya lihat lowongannya cuma jadi sekretaris."
"Ah, masa iya?"
Widya menatap Rara heran. Dahinya mengernyit keheranan dengan sikap Rara.
"Lagian ini bukan urusan mbak Rara juga kan."
"Lah, jelas ini urusan saya."
"Kenapa bisa begitu?"
"Karena penting bagi saya untuk tahu. Kamu kerja di sini juga kan karena saya. Bukan HRD. Saya ini tangan kanannya Pak Adit loh di kantor."
"Iya, mbak, saya minta maaf." Widya menelan kekesalannya.
"Usia kamu udah tiga puluh lima tahun. Udah nikah?"
"Kan di cv udah tertera kalau saya belum menikah."
"Oh, iyaya." Rara baru ngeh. "Kalau pacar punya?" Sekarang Rara lebih mirip wartawan gosip dibandingkan asisten manajer keuangan.
"Belum."
"Di sini ada suami saya. Namanya Ansell. Kamu jangan coba-coba deketin dia karena saya bisa mecat kamu tanpa persetujuan Pak Adit." Ancam Rara.
Wajah Widya tampak tersinggung dengan ucapan Rara. Tapi, dia mencoba buat biasa aja. Dan sebisa mungkin menutupi apa yang menjadi tujuan utamanya bekerja di perusahaan Adit.
"Menurut kamu Pak Adit itu gimana?"
"Maksudnya?"
"Iya, secara fisik. Sesuai kriteria kamu bukan. Kamu kan cantik, lulusan luar negeri, keliatannya juga pinter. Ini keliatannya loh ya, saya nggak tahu kamu pinter beneran atau nggak." Rara ini memuji tapi, sebenarnya menjatuhkan.
"Pak Adit memang tampan."
Mendengar jawaban Widya, Rara malah menatap Widya dengan tatapan menyipit. "Kamu naksir ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life With The Boss 3
Romance"Nanti aja, Pah. Pas mamah liat kuenya baru dinyalain lilinnya." Kata Vian lagi keras kepala. "Kamu itu ngeyel kaya mamah kamu. Untung kamu ganteng kaya papah." Vian nyengir. "Ya, kan Vian lahir dari rahim mamah pasti sifat mamah banyakan ada di V...