Jangan lupa vote dan komen yaa
.
.
.Kini, Ghea dan Kelvin duduk berdampingan di atas dipan. Langit terbuka luas di atas mereka, dipenuhi oleh ribuan bintang yang bersinar lembut, seperti kristal-kristal halus yang tersebar di samudera hitam malam. Angin malam yang sejuk dan lembut membelai rambut mereka, menari-nari di antara helai-helai rambut mereka.
Ghea bersandar nyaman pada bantal-bantal yang ditata rapi di belakangnya, matanya bersinar penuh kekaguman saat memandang langit yang dipenuhi bintang. Ia menarik napas dalam-dalam, menghirup udara malam yang segar, dibumbui dengan aroma lembut bunga malam yang menenangkan.
Sesekali, Ghea melirik ke arah Kelvin yang duduk tenang di sampingnya.
“Kakak pernah ngerasain betapa kecilnya kita di bawah langit seluas ini, nggak?” tanya Ghea, suaranya lembut dan penuh rasa ingin tahu, memecah keheningan yang nyaman di antara mereka.
Kelvin menoleh perlahan ke arah Ghea, matanya terfokus pada tatapan penuh keingintahuan yang mengisi mata Ghea. Dengan lembut, ia menyunggingkan senyum kecil sebelum menjawab, "Iya, kadang-kadang. Apalagi kalau lagi kayak ini, duduk di bawah bintang-bintang."
Dia mengalihkan pandangannya kembali ke langit yang dipenuhi bintang, seolah berusaha menangkap kembali rasa yang baru saja ia ungkapkan. "Rasanya semua masalah jadi nggak ada artinya," tambahnya. Kelvin menyandarkan tubuhnya lebih nyaman ke bantal, membiarkan angin malam yang lembut membelai wajahnya.
Ghea tersenyum. Dia kembali menatap langit seolah langit malam yang cerah dan berbintang itu adalah pelabuhan yang penuh ketenangan bagi jiwanya. “Itulah kenapa aku suka kalau langit malam cerah dan berbintang,” ujarnya, suaranya penuh rasa syukur dan kehangatan.
Dia menarik napas dalam-dalam, meresapi udara malam yang sejuk dan segar, lalu melanjutkan, “Rasanya tenang dan damai gitu.”
Kelvin mengangguk pelan, lalu merebahkan tubuhnya dengan santai di atas dipan, membiarkan punggungnya bersentuhan lembut dengan dipan bambu di bawahnya.
“Ini kayak dunia punya kita berdua,” kata Kelvin, suaranya pelan dan nyaris berbisik.
Ghea tersenyum mendengar celetukan Kelvin. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Kelvin, yang kini menoleh dan menatapnya.
“Setuju, nggak?” tanya Kelvin, dengan nada penuh harapan, menunggu respons Ghea.
Ghea berpikir sejenak, tatapannya menerawang ke arah bintang-bintang yang berkelip di langit malam. Dalam benaknya, sosok Arga yang tak pernah benar-benar menghilang, seakan tetap membayangi setiap langkahnya. Namun, dia berusaha meredam perasaan itu dan mencari jawaban yang dapat menenangkan pemuda di sampingnya.
Dengan hati-hati, Ghea mengeluarkan satu kata dari mulutnya, “Mungkin.” Kata itu seperti embun pagi yang lembut, diharapkan dapat memberikan ketenangan pada Kelvin.
Kelvin tersenyum, tetapi senyumnya tampak tipis dan tidak mencapai matanya. Dia kembali menatap langit, wajahnya sedikit memancarkan rasa kecewa yang samar. “Mungkin, ya?”
Mereka terdiam lagi, membiarkan keheningan malam mengisi ruang di antara mereka. Dalam kesempatan itu, Kelvin diam-diam membuka aplikasi kamera di ponselnya. Saat Ghea sibuk memandang langit dengan senyum damai, pemuda itu menekan tombol rana, mengabadikan momen indah itu.
Tanpa ragu, Kelvin melanjutkan dengan membuka aplikasi Instagram. Dengan cepat, ia mengunggah foto yang baru saja diambil, menambahkan caption dengan penuh semangat: "Gas ke Bandung, buat nyamperin si pecinta bintang." Sambil menunggu unggahan selesai, Kelvin memandangi layar dengan senyum tipis di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIDGING HEARTS [ONGOING)
RomanceBagian dari Klandestin Universe Connecting hearts despite physical distance. "True love doesn't know the distance. It only knows a strong connection that transcends space and time."