Kepada dia yang meninggalkan. Cerita ini aku kirim untukmu. Kenangan kita, segala bentuk cinta kita, aku abadikan dalam bentuk kata, untukmu ... si pemberi cinta dan luka.
~ Alika AhauraMelupakan tidak semudah kata orang. Bertahun-tahun telah Alika lalui hanya untuk mencoba membuat si dia jauh dari ingatan. Mencoba sibuk dengan urusan pendidikan, pekerjaan dan bahkan urusan lain yang tidak penting sekalipun.
Namun, apakah berhasil? Tentu saja, tidak!
Menatap jendela unit apartemen lantai delapan yang menyuguhi pemandangan kota Jakarta. Hiruk-pikuk bukan lagi sesuatu yang mengherankan di kota metropolitan ini. Jalanan menyuguhi banyak kendaraan bermotor, mobil dan kendaraan lain datang dan pergi, dari sini ke sana, menuju atau pulang ke tempat masing-masing.
Hatinya mendung, begitupun dengan langit yang mulai dipenuhi awan gelap, hendak menurunkan bulir-bulir alami yang suci, mengguyur seluruh dosa dan kotoran kecil yang dihasilkan manusia.
Ketika tangan kanannya mulai bergerak mengangkat sesuatu berbentuk pipih, yang diketahui diproduksi oleh merek ternama tersebut. Layarnya menyala, menampilkan gambaran dari sosok yang ia rindukan. Alaska Dirgantara, namanya.
Sosok yang mempermainkan hati mungil seorang gadis dengan senyum indah layaknya cahaya matahari yang hampir tenggelam ketika senja. Alika Ahaura.
Bagi Alika, rindu itu luka, rindu itu derita, dan rindu itu ketika merelakan seseorang yang masih dia cintai untuk tidak lagi bersama.
Jemari indah gadis bersuarai hitam kecoklatan itu menekan tombol 'delate' pada layar paling bawah. Mencoba memindahkan kegelisahannya ke tempat yang lebih pantas.
Setelah benar-benar menghapus satu persatu memori indah tersebut, gadis itu kembali menatap jendela kaca di depannya. Hujan mulai turun, dari gerimis kecil-kecilan menjadi hujan besar mengguyur kesibukan kota. Motor-motor mulai menghilang dari jalanan, jelas sekali mereka ingin berteduh dari tangisan sang langit.
Angin kencang menerbangkan beberapa dedaunan kering, bahkan juga sampah plastik yang mulanya berhabitat di samping jalanan. Hal yang lumrah, jika masih berada di Indonesia.
Suara notifikasi pesan mengalihkan atensi Alika. Mencoba memeriksa siapa yang menganggu waktu menyendirinya dengan menyalakan layar yang tadi sempat dimatikan setelah menghapus foto-foto Alaska.
Rara✨
alikaaa, kangen banget udh lama nggak ketemu |
by the way, aku mau ngasih tau sesuatu.... |
tp janji jangan marah dan nangis ya? |
Anda
| Aku udah tau, Ra.
| Sampaikan salam aku ke mereka berdua, ya. Bilang juga, maaf aku nggak bisa hadir ke acara pernikahannya.
Rara✨
eh, ternyata udah tau? Oke deh, tapi kamu beneran nggak apa-apa kan? |
Anda
| Aman, Ra. Udah lama banget itu....
Setelah jemarinya menekan tombol pesawat kertas. Alika mematikan layar ponsel, kemudian memilih duduk di sofa dan mengambil laptop kesayangan.
Melupakan itu beragam caranya, dan bagi Alika sendiri, ia lebih mudah melupakan sesuatu ketika peristiwa yang ingin dilupakan ia tuang ke dalam bentuk tulisan. Walau terdengar mustahil bagi beberapa orang, tetapi itu mujarab untuknya. Namun, dalam kasus ini, Alika tidak tahu apakah akan berhasil.
Jemarinya bergerak mengetik dengan anggun, sehingga suara keyboard laptop terdengar membuat batinnya sedikit tenang.
Mengetik dan memposting cerita adalah pekerjaan sampingannya ketika suntuk dari urusan kantor. Di satu platform menulis, nama pena mocisora sudah lumayan dikenal dengan dua ribu lebih pengikut. Walau ya, tidak seberapa dengan penulis-penulis hebat lainnya.
Alaska itu layaknya langit dan Alika adalah tanahnya. Alaska itu pagi dan Alika itu malam. Alaska itu matahari dan Alika itu bulan.
Semuanya tahu, langit tidak bisa bersatu dengan tanah, pagi tidak bisa beriringan dengan malam, serta matahari dan bulan berputar masing-masing pada porosnya. Jadi, simpulan dari ini semua, Alaska dan Alika adalah sepasang makhluk Tuhan yang diciptakan untuk tidak bersama.
Benang-benang dalam ingatannya mulai menyatu, memutar gambaran masa lalu yang sangat indah, sehingga begitu sulit untuk dibuang dan dihancurkan.
Alaska, dia pengaruh besar untuk hidup seorang gadis yang kini menumpahkan semua emosi lewat jemarinya, di ruangan dengan pencahayaan remang-remang.
Tadi pagi, undangan pernikahan daring dikirim oleh nomor tanpa nama yang membuat Alika wanti-wanti. Ia tentu tidak mau membukanya sembarang, apalagi ketika melihat banyak yang berseliweran di media sosial tentang modus undangan pernikahan yang ternyata adalah penipuan. Namun, ketika si 'pemilik nomor' ini mengaku bahwa dia Alaska, gadis itu terkejut dan langsung membuka link tersebut.
Walaupun memang bukan penipuan, tetapi hati Alika sama sakitnya seperti ditipu. Melihat nama yang sangat ia kagumi bersanding dengan nama gadis lain.
Alaska Dirgantara dan Hanum Askadina.
Berat, tentu saja. Seperti kata karakter layar lebar yang terkenal, rindu itu berat, benar, dan Alika setuju. Sangat berat, apalagi ketika merelakan orang yang kita rindukan bersanding di pelaminan dengan manusia lain.
Bolehkah dia kecewa? Hanya sekedar kecewa saja tidak salahnya kan? Sebenernya jika boleh, Alika ingin berteriak kepada dunia dan seisinya, bahwa dirinya masih sangat cinta.
Akan tetapi, hanya dirinya sendiri. Sementara laki-laki itu mulai berangsur lupa dan kembali melanjutkan hidup seolah tidak pernah terjadi apa-apa di masa lalu.
Akankah mereka berakhir bahagia?
Tangan Alika tergantung ketika selesai mengetik blurb dari cerita yang akan segera ia publish. Endingnya bahkan sudah sangat jelas. Tidak ada kata bahagia untuk kedua orang yang kini tidak lagi saling bicara.
Namun, sialnya. Dari lubuk hati yang terdalam, masih ada kata 'ayo berharap', 'pasti bisa', 'tidak ada yang mustahil di dunia'.
Mungkin jika Alika jujur, itu sisi sebenarnya dari seorang Alika Ahaura. Tetapi gadis itu menekan sisi menyeramkan yang baru saja akan meluap. Baiklah, tidak ada yang namanya mustahil, memang. Tetapi kasus kali ini berbeda.
Sosok tampan yang selalu bersamanyam dalam hatinya masih utuh di sana. Seolah-olah enggan pergi barang satu langkah pun, mengusir sosok lain yang hendak menguasai hati sang gadis. Jika ditanya, jadi masih belum rela? Jelas, jawabannya sama.
Siapa yang bisa rela mendengar dia yang masih kita cintai akan memulai lembaran baru tanpa kita? Dia seenaknya masuk ke dalam hati, menetap di sana tanpa permisi, lalu ... ketika Alika jatuh, di mana kini dia berada? Tidak ada, dia sudah bahagia dengan pilihannya.
Kata orang, cinta selalu meninggalkan luka. Ketika jatuh cinta, maka harus siap dilukai.
Jadi, bagaimana jika luka itu telah melebar sampai ke akar hati dan tiada obatnya? Akankah dirinya hancur karena cinta yang dahulunya berwarna merah muda kini perlahan menghitam?
"Kenapa gue masih simpan perasaan sialan ini?" Dia bermonolog sendirian. Di dalam ruangan yang hampir gelap, dan ditemani hujan deras. "Kenapa gue bahkan nggak bisa lepas dari bayangan dia?"
Air mata yang tadi sangat dia tahan mulai jatuh juga. Langsung membasahi pipi merah muda yang tampak mulus. Tangannya yang semula berada di atas keyboard kini menangkupkan wajah indah itu. Menumpah penyesalan yang tak lagi bisa ditahan.
Kenapa dirinya ditinggalkan?
Kenapa dirinya diasingkan?
Kenapa dirinya dilupakan?
Sendirian!
KAMU SEDANG MEMBACA
Meski Sia-sia, Senang Pernah Bersama [ON GOING]
RandomKenapa terlalu terlambat untuk saling mengenal satu sama lain? Hampir tiga tahun bersekolah di kampung halaman sang Mama, Alika tidak pernah sedekat itu dengan Alaska. Ia pikir, sosok itu hanyalah teman satu angkatan yang tidak akan pernah saling s...