Manisnya pertemuan menciptakan pahitnya perpisahan.
~ Alika AhauraSuara notifikasi pesan masuk mengganggu lamunan Alika. Gadis itu mengangkat benda pipih yang baru saja bergetar. Nomor dengan nama Alaska muncul mengirim ia pesan secara pribadi.
Alaska
Alaska otw, yaa |
Seutas senyum terlihat, membuat pipi yang sedikit chabi itu terangkat. Alika mengetik balasan, dan kemudian mengirimkannya kepada sosok dengan nama Alaska.
Anda
| Oke
Untuk mencapai posisi ini, banyak hal yang Alika lalui. Perkara harus nebeng sama siapa saja harus melewati drama yang dibuat Zain. Alika ingat, kemarinnya.
Zain mengabari Alika untuk nebeng motor bersamanya saja, tetapi Alika menolak. Kata orang-orang sini sih, Zain ini sedikit bahaya, yang Alika tidak tahu 'bahaya' seperti apa yang mereka maksud. Jadi, karena merasa masih orang baru di tempat ini, Alika patuh saja, toh ia tidak berhak membantah orang-orang yang tentunya sudah lebih dulu mengenal Zain.
Walau dulunya sih, Alika sempat dekat dengan Zain secara pribadi. Sering chattingan dan bahkan ngobrol hal-hal random bersama laki-laki itu. Sampai akhirnya dia diingatkan untuk sedikit menyusun tembok pembatas agar Zain tidak bisa melewatinya.
Tinggal di tempat ini jauh lebih rumit seperti yang Alika pikirkan dahulu. Mandiri dan jauh dari jangkauan kedua orang tua, namun, tentu saja ada orang lain yang selalu menjaganya. Entah itu Bunda, teman-teman yang sudah seperti keluarga, dan mungkin Alaska.
Eh? Tetapi dia saja baru berkenalan.
Jujur, Alaska itu sedikit berbeda. Alika tidak tahu pasti kenapa dia merasakan hal itu. Dahulu saat mantannya dan teman laki-lakinya akan menjemput, Alika tidak segelisah ini.
Khawatir karena takut Alaska? Jelas bukan, ini perasaan berbeda yang Alika sendiri tidak tahu pasti.
Saat motor bersama pemiliknya berhenti di luar pagar, Alika segera melangkahkan kakinya keluar rumah. Sosok yang kini menatapnya lembut adalah Alaska Dirgantara, lelaki yang ternyata akan merubah dunia seorang Alika.
Mata indah Alika kemudian menelisik penampilan laki-laki yang sedikit asing untuknya. Selama dua tahun tinggal di kampung ini dan bersekolah di sekolah yang sama, Alika hanya sekedar tahu nama Alaska, paling kalau bertemu pun hanya saling senyum dan tidak pernah melontarkan basa-basi.
Namun, lihatlah! Orang yang dahulunya asing kini sedang tersenyum kearahnya, menyuruh Alika segera naik motor bersama agar mereka tidak terlambat sampai tujuan.
Laki-laki itu mungkin tidak sadar keterkejutan Alika yang kini hanya bisa diam di atas motor.
"Alaska sadar nggak kalau baju kita samaan?"
"Masa sih?" tanya laki-laki itu kemudian. Ia sekilas melirik bajunya sendiri, dan memeriksa baju Alika lewat spion motornya. Lho, ternyata benar?
"Iya lho. Makanya tadi Alika diam aja, masih kaget."
Dia kemudian tertawa kecil, menampilkan deretan gigi yang rapi. "Lucu juga, ya."
Alika tertegun. Tunggu ... lucu? Ia pikir mungkin Alaska akan risih karena baju mereka samaan. Padahal tadi Alika sempat ingin mengganti bajunya, tetapi melihat jam sudah hampir tiba waktu buka puasa, Alika mengurungkan niatnya itu.
Motor milik Alaska memecahkan jalan kabupaten yang lumayan ramai. Begitupula dengan yang lainnya.
Rara diboncengi Riski yang kini terlihat sedang bercanda gurau di sepanjang perjalanan. Sementara itu, Aksa berangkat bersama Aiden dalam satu motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meski Sia-sia, Senang Pernah Bersama [ON GOING]
De TodoKenapa terlalu terlambat untuk saling mengenal satu sama lain? Hampir tiga tahun bersekolah di kampung halaman sang Mama, Alika tidak pernah sedekat itu dengan Alaska. Ia pikir, sosok itu hanyalah teman satu angkatan yang tidak akan pernah saling s...