Seminggu lamanya Anindita tidak menampakan batang hidungnya di area sekolah. Kini gadis pecinta warna biru itu kembali menginjakan kakinya di sekolah.
Matanya menatap lurus ke arah depan, menghiraukan lingkungan yang dilewati menuju kelasnya. Suasana kelas yang gaduh seketika hening melihat pintu terbuka menampilkan sang primadona.
Hening beberapa saat, Anin masih berdiri mematung mendapatkan tatapan dari semua warga kelasnya.
Sebuah tepukan dibahu kanannya membuat Anin tersentak. Terlihat seorang gadis yang sangat dikenalinya, siapa lagi jika bukan Gempita Lengkara Anitya.
Sepupu sekaligus sahabat Anin selama tujuh belas tahun. Bukan karena tidak ada yang ingin berteman dengan Anin karena faktanya semua orang ingin menjadi teman Anindita.
Perempuan cantik yang dianugerahi otak cemerlang dan terlahir dari keluarga konglomerat. Anin tahu mereka ingin berteman dengannya untuk mencari popularitas. Oleh sebab itu Anin tidak ingin berteman dengan orang lain.
"Gue panggilin dari tadi juga kaga berhenti," protes Gempita dengan nafas yang masih terengah-engah.
Anin menyingkap sedikit rambutnya ke arah belakang telinga, memperlihatkan earphone yang terpasang di telinganya.
"Ck, pantes aja budeg. Udah kaya orang dongo gue teriak nggak jelas," sungut Gempita menatap sebal kepada Anin.
"Stupid," celetuk Anin lalu meninggalkan Gempita di depan pintu menuju ke bangkunya.
"Dih, nyebelin banget sih lo jadi sepupu."
Gempita berjalan dengan bibir yang mengerucut sembari menghentakkan kakinya.
"Lo nggak bosen Dit?"
Anin menolehkan kepalanya menatap Gempita yang bertopang dagu memperhatikan gerak-geriknya.
"Bosan apanya, Kara?"
Gempita menghela nafas jengah, "belajar, baca buku dan kegiatan membosankan lainnya."
Kening Anin mengkerut dengan alis yang saling bertaut. "Tidak ada yang membosankan dari hal yang kamu sebutkan."
Gempita menegakkan duduknya menatap penuh ke arah Anin. Melihat Anin yang kembali fokus terhadap buku dihadapannya.
"Hidup lo monoton banget Dit," ucap Gempita tak sedikitpun mengalihkan atensinya dari buku.
Gempita berdecak sebal mengetahui Anin mengabaikan ucapannya.
"Dita, ayolah," rengek Gempita mengguncangkan tubuh Anin pelan.
"Kara, berhenti mengganggu saya!" sentak Anin menyentak tangan Gempita dari tangannya.
"Berhenti menyuruh saya melakukan hal yang tidak saya sukai."
Gempita tersentak kecil, sejauh mengenal Anindita dia tahu bahwa Anin adalah tipe manusia yang sangat sabar. Kemarahan Anin membuatnya penasaran, hal besar apa yang baru saja sepupunya alami selama seminggu terakhir.
"Dita?" tanya Gempita terheran-heran dengan sikap Anin yang menurutnya sedikit kasar.
"Maaf, saya kelepasan," sesal Anin menatap ke depan di mana papan tulis berada.
"No problem," balas Gempita.
"Dit, seenggaknya lo harus bisa bersosialisasi. Gue belum tentu sama lo dan selalu ada buat lo."
"Kenapa harus?" tanya Anin.
Gempita tersenyum kecil ketika mendengar respon dari Anin yang berbeda dari biasanya.
"Kenapa harus berteman dengan manusia yang hanya menginginkan popularitas?" tambah Anin membuat senyum dari wajah Gempita luntur seketika.
"Anindita Nirmala dengar," perintah Gempita menarik bahu Anin untuk menghadap penuh ke arah dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anindita's Secret!
RandomJANGAN LUPA VOTE, COMMENT AND SHARE GUYS Bagi sebagian anak perempuan ayah adalah cinta pertama namun tidak untuk seorang perempuan bernama Anindita Nirmala. Ayah yang seharusnya menjadi pelindung untuk anak perempuannya justru berbanding terbalik...