PDM 2

43 26 4
                                    

She fell in love, she don't know how, don't know why, she just did.

***

Saldi menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Rasa penat dan lelah menjadi satu. Helaan napas, denting jam seolah berirama menciptakan nada dalam kesepian. Kamar lelaki berkaca mata itu sungguh rapi, hangat dan nyaman. Nuansa abu-abu dan putih memenuhi interior kamar. Di pojok kamar dekat jendela terdapat kanvas dengan gambar yang belum usai. Hanya terlihat gambar rambut saja. Goresan dari pensil lukis bernuansa monokrom itu membuat kesan kamar Saldi menjadi aesthetic.

Pandangannya semburat ke langit-langit kamar. Bak kaleidoskop kejadian hari ini terputar jelas disana. Saldi kemudian bangun dari posisi tiduran. Mengambil posisi duduk dan termenung.

Sudah dua tahun, yah? Wajar sih, gumamnya dalam hati. Kemudian ia tersenyum simpul dan mengingat Anna. Iya, Anna. Pertemuan tadi sebelum pulang sekolah di halte membuat Saldi menghentikan sejenak aktivitasnya.

Anna Laura, teman yang dekat dengannya selain Dimas di sekolah. Tidak menyangka sudah dua tahun berteman dan hari ini ia hampir mendapat pengakuan.

Well, Saldi tahu kalau temannya --Anna punya rasa kepadanya. Untuk seseorang yang peka terhadap lingkungan sekitar, bohong Saldi jika tak menyadari hal itu, kan? Sebenarnya ia sudah lama tahu atau mungkin ia sedari awal memang sudah tahu tentang perasaan Anna. Namun ia bungkam saja. Ia hanya ingin menjalani pertemanan yang baik dengan gadis itu.

Cklek!

Pintu kamar terbuka pelan. Membuyarkan lamunan Saldi tentang Anna. Ia menoleh dan mendapati wanita paruh baya mengenakan jilbab memasuki area kamar. Saldi berdiri dan segera menyambut wanita itu kemudian mencium telapak tangan kanannya.

"Tante sudah masakin kamu. Makan dulu, yah!" pinta wanita yang memanggil dirinya Tante
"Iya, Saldi mandi dulu, baru turun."

Tante Saldi, Almira namanya. Beliau tersenyum melihat Saldi. Tatapannya merambah dari setiap sudut wajah ke pundak dan kini berfokus pada kedua mata Saldi dibalik kaca mata. Segurat sedih terpancar disana.

"Kalau capek, kaca matanya bisa dilepas," ujar tante Almira.

"Kalau dilepas, Saldi nggak bisa lihat senyum tante yang cantik," balas Saldi diselingi candaan. Takut tante Almira menitikkan air matanya. Karena ia tahu bahwa wanita itu selalu saja berakhir sama. Daripada melihat tantenya sedih lebih baik ia buat bercanda terlebih dahulu.

Tante Almira terkekeh mendengar ucapan Saldi. Kemudian menepuk lengan lelaki di depannya itu pelan. Dilanjutkan dengan mengacak rambut sampai Saldi tak bisa menghindari perlakuan gemas tantenya itu.

"Kamu akhir-akhir ini nggak lagi deket sama cewek, kan? Kok makin jago ngegoda tante?"
"Emang aku godain tante? Itu fakta, kan? Senyum tante memang paling cantik di rumah, "
"Yah iya, paling cantik. Kan cuma tante penghuni wanita di rumah ini,"

Saldi tertawa pelan menanggapi omelan tante Almira. Memang benar kalau hanya beliau ini satu-satunya penghuni wanita di keluarga ini. Sisanya Om Haris, Mas Kano dan Saldi. Mereka berempat tinggal di satu rumah yang bisa dibilang sederhana namun harmonis.

Sekitar usia 9 tahun Saldi diasuh keluarga Om Haris. Karena kedua orang tuanya telah berpulang akibat kecelakaan. Saat itu Saldi juga menjadi salah satu korban namun keajaiban terlimpah di kehidupan Saldi. Hanya ia yang selamat. Maka dari itu setelah pulih dari keterpurukan dan kelaur dari rumah sakit, Saldi dibawa Om Haris selaku wali sah. Karena Om Haris adalah kakak kandung dari ibunya. Semenjak hari itu Saldi menjalani hari-hari yang hangat. Meskipun dalam hati ia sungguh sakit karena kepergian kedua orang tuanya.

PELANGI DI MATAMU (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang