PDM 3

31 23 2
                                    

Satu hari bisa ku ceritakan dalam satu buku jika tokoh utamanya adalah kamu

***

Seharian penuh isi jam pelajaran kelas XII IPS 2 hanyalah ulangan harian. Dari ulangan ekonomi hingga matematika. 5 menit yang lalu Anna baru saja menyelesaikan soal ulangan matematika. Kini kepalanya penuh dengan udara panas sebab berpikir keras. Seluruh jiwanya baru saja ia kerahkan semaksimal mungkin untuk menyelesaikan soal tanpa cacat. Untuk hasilnya biarlah guru yang menilai. Pokoknya Anna sudah memberikan yang terbaik di ulangan harian ini. Tidak gila sudah untung buat Anna.

Beda dengan Nadia. Teman sebangkunya sengaja dipisahkan oleh Bu Nurul selaku guru matematika. Karena beliau sudah hafal sekali gelagat gadis itu. Pasti mencontek Anna. Maka dari itu demi kenyamanan dan kelangsungan prestasi Nadia, mereka berdua terpaksa dipisahkan sementara. Anna disuruh duduk di depan, sedangkan Nadia tetap di tempat duduk semula. Rasain!

Bu Nurul mengambil lembar jawaban dari tiap-tiap siswa. Karena bel akhir jam pelajaran yang sekaligus penanda berakhirnyakegiatan belajar mengajar baru saja terkumandangkan. Beliau berpamitan setelah merapikan sedikit bahan ajar yang dibawa ke kelas kemudian meninggalkan ruangan.

"Nad!" panggil Anna dari depan. Yang dipanggil cuma mendongak malas. Sepertinya energi Nadia benar-benar terkuras habis. Bayangkan saja 5 mata pelajaran hari ini isinya hanya ulangan harian. Buat Nadia itu adalah sebuah siksa dunia yang keji.

Setelah merapikan buku-buku dan menyimpannya di dalam tas, Anna segera menghampiri Nadia yang terkulai lemas. Wajahnya pucat dan tercetak lingkaran hitam dibawa matanya.

"Semalam begadang? Belajar?" tanya Anna melihat kondisi Nadia.
"Serius lo nanya gitu ke gue?" jawabnya lemas.
"Setahu gue lo alergi baca materi," Anna melepaskan tawa renyah dan mendapat tatapan miring dari sahabatnya. Bombastis side eyes.

"Katanya ada acara diklat,"
"Iya, bentar lagi gue kesana. Lo gimana pulangnya?"
"Kayaknya naik bis,"
"Mas Haikal kemana?"
"Tau deh itu manusia, bilangnya ada presentasi mendadak di kampus. Jadi nggak bisa jemput."
"Gue kira jadi buntutin gue kencan,"

Nadia menggeleng. Dalam keadaan terpuruk pun ia masih bisa memberikan senyum meski agak kurang semangat. Ia senang dengan keputusan Mas Haikalnya yang tidak jadi jemput. Karena pasti merepotkan.

Mas Haikal itu kakaknya Nadia. Semalam dia tantrum harus ikutin Anna kencan karena dia takut Anna kenapa-kenapa. Bukan karena apa-apa, Mas Haikal sudah anggap Anna seperti Nadia, adik sendiri. Ketika mendengar Anna hendak kencan sama cowok, lelaki itu khawatir. Memang sedikit berlebihan, tapi sifatnya memang begitu. Protektif yang jika diartikan oleh Nadia dan Anna: Alay!

"Untungnya nggak bisa,"

Nadia berdiri dari duduknya kemudian berjalan bersama menuju lorong koridor sekolah yang akan membawa mereka ke persimpangan. Anna hanya terdiam namun sesekali ia menghafal teks pidato yang akan dia sampaikan di acara diklat sebentar lagi.

"Anna, gue balik dulu. Lo hati-hati nanti. Semoga sukses ngebuat Saldi jalan sama lo."

Nadia melambaikan tangan dan melempar senyum tulus dibalut kerusuhan wajahnya. Ya ampun, kasihan sekali gadis ini. Lelahnya sampai ubun-ubun. Meski begitu ia tetap kepikiran dengan Anna. Takutnya sahabatnya itu gagal dalam menjalankan misi.

Anna membalas lambaian tangan Nadia dan hendak belok ke arah yang berlawanan dengan Nadia tadi. Namun langkahnya terhenti karena ia mendengar namanya diserukan dari arah depannya. Dari suaranya saja mampu membuat Anna terhenyak. Detak jantung tak keruan ketika ia melihat sosok itu mendekat. Garisaldi Putra. Semakin mendekat mendatangi Anna membawa tekanan dan senyuman indah.

PELANGI DI MATAMU (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang