PROLOG

55 30 5
                                    

Jika menyukai teman adalah sebuah dosa, maka aku memilih untuk tidak berteman sejak awal.

***

"Nggak bisa, Ann."

Saldi melepas genggaman kedua tangan Anna di miliknya. Semakin berat rasanya menolak sentuhan wanita cantik di depannya itu ketika butiran sebening kristal terjatuh lepas dari kedua bola matanya.

Perasaannya berkecamuk ketika Anna semakin menangis dan mengusap air matanya sendiri dengan kedua tangan. Sedangkan ia tak mampu berkata apa-apa lagi.

"Aku cuma ingin kamu, Sal. Selama berteman aku bohong kalau aku baik-baik aja hanya jadi teman kamu. Aku ingin lebih dari ini,"

Kalimatnya terbata-bata karena isakan tangis terus terurai dari mulut kecil Anna. Membuat hati Saldi semakin teriris. Jika ada hal menyakitkan di dunia, pemandangan saat inilah yang paling menyakitkan untuk Saldi selama 19 tahun hidupnya.

Melihat Anna menangis karena dirinya. Seakan dunia runtuh, bumi hancur berantakan. Tak terasa, air mata juga menelusup keluar dari kedua matanya. Namun ia segera menepis dengan mengedarkan pandangannya ke langit.

Langit tampak indah namun tidak dengan suasana sore itu. Kenapa dengan mereka berdua? Harusnya hari-hari terjadi dengan bahagia seperti biasanya. Namun beberapa hari ini sangat suram untuk Saldi dan Anna.

"Kita teman baik, kan, Ann? Kenapa semua tiba-tiba begini? Aku nggak mau kehilangan kamu hanya karena kamu suka sama aku dan ingin lebih dari ini. Anna, aku... "

Saldi berhenti sejenak sebelum melanjutkan perkataannya. Butiran air mata keluar begitu saja. Tak bisa ia bendung lagi. Saldi menangis.

"Kamu nggak bisa jadi lebih dari ini, Saldi? Katakan kalau sebenarnya kamu sudah menduga kalau aku ingin lebih, kalau aku suka sama kamu. Kamu tahu kan?" Anna menyela kalimat Saldi.

Bagai disambar petir berulang kali ketika Saldi berucap demikian. Kata 'teman' memang berarti baik namun sungguh menyakiti hati Anna kali ini. Menyiksa batin hingga ia tak mampu menguasai pikirannya sendiri.

Saldi semakin menjerit dalam hatinya. Perkataan Anna tak bisa ia pungkiri bahwa ia juga tahu rasa itu sudah tumbuh di dalam hati teman karibnya. Ia tahu namun ia tak tahu harus berbuat apa?

Saat ini Saldi bingung harus menjawab apa? Dalam hatinya ia ingin sekali memeluk Anna dan berkata iya, aku tahu dan aku juga sama. Tetapi logikanya tak mengizinkan kalimat itu teruntai.

Ada satu dalam dirinya yang tak ingin ia sampaikan namun untuk mengakhiri semua ini mau tidak mau ia harus mengatakan. Demi kebaikan Anna juga dirinya.

Saldi mengusap air mata Anna dengan lebih. Setelah itu ia tanggalkan kedua tangannya di bahu Anna dan mulai menata. Meyakinkan dirinya sendiri untuk mengakhiri rasa sakit yang sudah terlalu banyak belakangan ini.

"Ann, dengarkan aku! Aku hanya akan mengatakan ini sekali saja."

Anna mendongakkan kepala karena tinggi mereka terpaut lumayan jauh. Ia tatap wajah Saldi dengan mata berkaca-kaca sisa air mata. Mata lelaki itu sembab memerah.

Anna menangis melihat itu. Ia usap pipi Saldi dan area sekitar mata. Apa sesakit ini menghadapiku, Sal? Sampai air mata kamu tumpahkan? Batin Anna menahan tangisnya berkali-kali.

"Iya, akan aku dengarkan."

Anna mendengarkan seksama. Detakan jantungnya berdegup kencang ketika Saldi mengusap sisa air mata yang mengalir di pipinya. Lelaki itu juga merapikan anak rambut miliknya ke belakang telinga.

Setiap kalimat Saldi Anna dengarkan dengan baik. Begitu juga Saldi mengucapkan kalimat-kalimat apik. Namun di tengah penjelasan Anna terkejut seraya menundukkan wajah. Dari sorot matanya ia tampak shock sekaligus sedih.

Saldi mengatur napasnya perlahan. Menahan jeritan hatinya yang sejak tadi meronta ingin diteriakkan. Melihat Anna yang lemas mematung tak tahu harus apa. Sementara ia sedikit lega meskipun ada rasa sakit yang mengganjal dalam hatinya.

Ia lega karena telah memberitahukan alasan mengapa ia tak bisa menerima Anna sebagai kekasih sekaligus sakit yang hebat karena separuh rasa telah dipenuhi Anna dan kini ia harus memasang pagar. Agar hubungan mereka tak lebih dari ini. Tak lebih dari sekedar teman.

Saldi melangkah pergi setelah mengusap lembut kepala Anna. Ia tahu bahwa berat untuk pergi namun biar Anna dengan hatinya yang terkejut. Saldi pergi.

Anna yang masih tetap di posisi itu mulai mencari-cari jawaban. Apa yang baru saja ia dengar? Air mata keluar lagi dari kedua bola mata. Terjun bebas seraya ia terjatuh lemas di tanah.

Bagaimana bisa itu terjadi? Ini nggak sungguh-sungguh, kan? Tapi kenapa? Aku nggak ngerti kenapa Saldi sampai sejauh ini?

Anna melihat punggung Saldi yang menghilang di tikungan. Di benaknya terputar ribuan tanya. Tentang Saldi dan... alasan tak menerima perasaannya.

***

Hai! Ran here.
Ini tulisan pertama setelah sekitar 5 tahun nggak menulis. Jadi agak kaku, maklumin yah, hehe.

Buat pembaca, saya mohon untuk memberikan kritik dan saran karena saya paham cerita ini penuh sekali dengan kesalahan. Dan kalau berkenan, kasih vote bintang yah, terima kasih.

Happy reading!
Enjoy!

Ran Laila ❤

PELANGI DI MATAMU (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang