Happy reading
Nginnngg...
Gadis itu menggerakkan kepalanya saat mendengar suara dengungan di telinganya. Hwang Jura perlahan membuka mata. Darah segar mengalir dari ujung pelipisnya hingga ke hidungnya. Dengan pelan dia menjauhkan kepalanya dari lantai dan duduk.
Dia melihat sekeliling. Pandangannya gelap, dia tidak bisa melihat apa-apa. Gadis itu seolah-olah buta hanya dalam waktu sekejap. Tangan gadis itu meraba lantai porselin yang kotor karena debu untuk mencari ponselnya.
Dan syukurlah, ponselnya itu tidak hilang dan hanya mengalami sedikit kerusakan. Setelah ia menemukan benda itu, Hwang Jura langsung menyalakan lampu senter. Bagian belakang benda virtual itu menyala terang hingga menerangi kegelapan di dalam sana.
Hwang Jura bisa melihat bahwa ruangan itu sangat berantakkan. Pertama kali ia melihat ruangan itu sangat bersih dan rapi. Kursi serta meja berjajar sesuai garisnya tanpa terlewat se-senti pun. Namun sekarang, semuanya keluar dari tempatnya. Lemari kaca terbalik, makanan tumpah ke lantai, dan beberapa plafon berjatuhan.
Dia memegangi kepalanya yang terasa berdenyut dan berdiri untuk melihat sekeliling. Gadis itu sedang mencari jalan keluar. Gempa sudah berhenti entah sejak kapan. Yang tersisa hanyalah kerusakannya saja. Hwang Jura harus segera keluar dari sana sebelum ada hal buruk lainnya yang akan terjadi.
Dengan pelan dan hati-hati dia berjalan. Melangkahi meja, kursi, dan layar lampu menggunakan penerangan dari senter ponselnya. Gadis itu berjalan dan keluar dari pintu pertama kali ia masuk. Untung saja lorong itu tidak ikutan roboh, hanya semua lampu saja mati.
Ia berjalan menuju ke sebuah passenger lift berwarna putih berbentuk kotak yang tertanam di dinding gedung. Hwang Jura berdiri di depan benda kotak itu, menekan-nekan tombolnya. Namun, setelah ia menunggu sekitar 2 menit pintu passenger lift itu tidak terbuka juga. Ia pun mencoba menekan tombol passenger lift yang satunya, tapi tetap saja. Tidak ada yang terjadi.
Menghembuskan napas panjang. Gadis itu frustrasi. Dia menyumpah serapahi passenger lift itu yang tidak mau terbuka diwaktu yang genting ini. Jura melihat ke kanan untuk mencari jalan keluar lagi, dan disaat ia melihat ke kanan, gadis itu melihat sebuah tanda bersinar hijau yang terpasang di atas pintu.
Tangga darurat. Tanpa berpikir panjang dia berlari ke pintu tangga darurat. Memegang kenop pintu dan memutarnya, tapi lagi-lagi ia dibuat frustrasi karena pintu tidak bisa terbuka. Gadis itu berusaha mendobraknya, namun seperti ada benda berat yang menghalangi pintu itu untuk terbuka.
Dia terus berusaha untuk membuka paksa pintu itu dengan tubuh kecilnya, tapi nihil, tidak ada yang terjadi. Pintu besi itu tidak mau terbuka sedikitpun.
Dan tiba-tiba saja, lantai yang ia pijak kembali bergetar. Seketika Hwang Jura kembali panik saat ia menyadari bahwa telah terjadi gempa susulan. Seluruh dinding, atap dan lantai bergetar hebat. Membuat tubuh gadis itu sempoyongan tidak karuan.
Dengan tangan yang ia letakkan di atas kepala, Hwang Jura celingak-celinguk untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa ia jadikan tempat berlindung kalau-kalau atap tempat itu jatuh lagi.
Dan gadis itu melihat sebuah meja dengan bahan metal berwarna putih dengan sinar biru dibawahnya, berdiri di dinding samping passenger lift. Tanpa berpikir panjang, dia langsung pergi ke meja itu, berniat untuk berlindung dibawahnya. Padahal akan lebih menimbulkan risiko yang besar jika ia berada dibawah sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
C'est La Vie
Ciencia Ficción❝Tuhan akan tetap berbuat baik bahkan pada manusia yang penuh dosa sekalipun. Tapi keadilan-Nya berlaku kepada siapa saja.❞ . . "Mereka mengatakannya sebagai 'tebusan bagi si pendosa' tapi ada juga yang mengatakan 'balasan bagi si pendosa'." . . Ten...