Musim cepat sekali berlalu. Tak terasa sudah hampir sembilan belas tahun. Kehampaan … apakah akan lenyap?
Xiao Zhan masih ingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan ibunya dengan suara lirih dan sorot mata penuh kesedihan. Itu terjadi hampir dua bulan yang lalu, dan Xiao Zhan waktu itu belum memahami apa artinya.
Selama ini ibu menyimpan banyak rahasia, batin Xiao Zhan.
Dia berdiri di ruang utama rumahnya, di hadapan sebuah bingkai besar yang terpasang di dinding. Foto dalam bingkai besar berukir indah itu menggambarkan sebuah keluarga yang bahagia. Orang tuanya dan dirinya sendiri saat masih berusia lima belas tahun. Xiao Zhan menatapnya dengan hampa. Saat-saat bahagia telah berakhir seiring kematian ibunya dua bulan lalu. Ayahnya sangat berduka dan kehilangan tapi tak bisa meninggalkan bisnisnya di luar kota. Jadi setelah melewati banyak upacara dan juga pemakaman, Ayah pergi dengan berat hati. Meninggalkan Xiao Zhan di rumah bersama seorang pelayan wanita yang setia menemaninya sejak ia masih kecil.
Tahun ini Xiao Zhan berusia sembilan belas tahun. Kuliah tingkat dua dan sekarang ini ia menghadapi libur musim panas yang pastinya akan terasa panjang dan sepi semenjak ibunya pergi.
Menghabiskan liburan bersama seorang wanita tua yang membosankan, uhh yang benar saja, dia membatin lagi. Menggaruk sisi kepalanya dan menyapu rambut gondrong menyentuh kerah kemeja, yang telah dicat warna merah kecoklatan.
Ibu benar-benar tega meninggalkan aku sendirian
Dengan langkah lesu dan terseret, ia mundur dari depan bingkai, duduk di sofa empuk berbantal. Dia harus merencanakan sesuatu untuk mengisi liburannya. Seperti ayahnya yang menyembunyikan kesedihan di balik kesibukan, dia pun harus melakukan pengalihan. Bagaimanapun terus tenggelam dalam perasaan kehilangan tidak akan memperbaiki keadaan. Bahkan mungkin prestasinya di kampus akan terpengaruh.
Tapi ke mana? pikirnya lagi.
Ikut pergi berlibur bersama kawan-kawan? Kemping? Bagaimana yaa asyiknya?
Beginilah kalau tidak punya pacar, hidup jadi tidak berwarna
Xiao Zhan mendengus saat pikirannya tiba pada bagian mengenaskan itu.
Pokoknya tahun depan aku harus punya pacar, dia bertekad dalam hati. Mengeraskan rahang dan meremas jemari.
Dalam keheningan ruangan, ia membayangkan kembali beberapa teman perempuan di kampus. Gadis cantik bertebaran di mana-mana dengan pakaian unik dan seksi dalam rangka menarik perhatian para pemuda. Namun di mata Xiao Zhan, semuanya tidak menarik atau memberikan kesan. Aneh sekali. Sebaliknya, dia justru menyukai Professor Chen Xiao, yang mengajarkan mata kuliah ekonomi makro. Di matanya, dia begitu keren, macho, dan seksi. Ugh!
Sayangnya, Professor tak pernah memperlakukan dirinya secara istimewa. Xiao Zhan hanya bisa mengikutinya diam-diam di media sosial. Tidak lebih.
Benar-benar tidak ada kandidat yang layak, pikirnya putus asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer Fever
FanfictionSetelah kematian sang ibu, Xiao Zhan diminta untuk berkunjung ke rumah kakek nenek yang tak pernah dikenalnya. Dia mengetahui masa lalu yang disembunyikan ibunya di sebuah rumah besar kuno yang dihuni Nenek kesepian dan seorang paman bernama Wang Yi...