Dua hari berlalu tanpa ada pembicaraan pribadi dengan Wang Yibo, ataupun acara makan di luar yang diharapkan Xiao Zhan. Dia ingin sekali mengajaknya ngobrol atau menemaninya latihan di dalam ruangan. Tetapi semenjak kejadian di taman, Yibo seolah menghindarinya perlahan-lahan. Diam-diam Xiao Zhan merasa kecewa. Pamannya bahkan seperti tidak ingat akan momen singkat yang mendebarkan hati. Dia sering menyibukkan diri dengan pemotretan di kota. Jika berada di rumah, ia akan mengoceh bersama Nenek tentang hal-hal yang tidak dipahaminya. Baru dua pekan di rumah Nenek, Xiao Zhan mulai terbiasa dengan kata-kata sinis dan suara keras Yibo, penampilan yang aneh dan menggelikan, juga gerutuan yang tiada henti. Rasanya ada sesuatu yang hilang jika Xiao Zhan tidak mendengarnya. Bahkan ia merasa sangat kesepian.
Kemudian pada suatu pagi, ketika Xiao Zhan baru saja keluar kamar, dia melihat Yibo berjalan melintasi ruangan utama sambil menyeret koper ukuran sedang.
"Yibo, kau akan pergi?" Nenek yang dalam waktu bersamaan muncul dari ruangan pribadinya tampak bengong melihat gerak-gerik Yibo.
Tampil sederhana dengan busana berwarna tanah, jaket corak army dan sepatu kets putih, Xiao Zhan merasa bahwa pamannya terlihat sedikit tua dan pucat. Mungkin dia terlalu lelah atau mungkin habis begadang semalam.
"Ah, Ibu ... " dia terkekeh, menggaruk kepalanya dengan canggung.
"Bukankah kemarin aku sudah mengatakannya padamu."
"Tentang apa?"
"Aku tidak akan pulang selama empat atau lima hari ke depan untuk pemotretan."
"Lalu di mana kamu akan menginap?" tanya Nenek dengan nada khawatir.
"Manager telah menyiapkan motel untuk aku dan beberapa aktor lain untuk menginap. Tidak usah khawatir."
Yibo menyeret kopernya menuju pintu utama. Dia sempat menoleh sekilas pada Xiao Zhan yang tertegun di depan pintu kamar. Rasanya seperti bocah tak berdaya yang tak bisa mengendalikan apa yang diinginkan, dan itu membuat Xiao Zhan sedih sekaligus kesal.
Bisa-bisanya Paman bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa ...
"Bye, Zhanzhan! Jadilah anak baik, oke!"
Yibo mengedipkan sebelah mata, melambai padanya disusul tawa ringan, lalu dia beralih pada Nenek.
"Sampai nanti, Bu. Jangan mati dulu, ya, selama aku tidak ada."
Nenek terbelalak. "Dasar anak nakal!" teriaknya.
Kekehan Yibo masih berkumandang sewaktu dia membuka pintu mobilnya dan tersenyum sekali lagi. Dengan tatapan hampa, Xiao Zhan mengawasi sedan hitam itu keluar dari halaman melewati gerbang, menuruni jalan panjang hingga lenyap dari pandangan.
Xiao Zhan mendengus frustasi, mengambil ponselnya dan kembali duduk di halaman rumah dekat kolam ikan. Tepat saat ia melihat batang pohon di mana Yibo mendorong dan menciumnya, kenangan hari itu membanjiri dan dadanya terasa sesak. Merasa kalah dan tidak penting, Xiao Zhan tahu bahwa kedekatan yang selama ini dia harapkan tidak akan menjadi kenyataan. Yibo tiba-tiba saja jadi sok sibuk seakan-akan dia seorang superstar. Xiao Zhan berada di sana sepanjang sisa pagi, sesekali berjalan mengelilingi halaman. Tanpa sengaja dia melihat Nenek tengah mengamati koleksi bunga anggrek yang disusun di rak-rak kayu. Bibi Sui menyiram bunga di dekatnya, juga memotong beberapa bagian semak bunga.
"Dasar Yibo," Nenek menghela napas di tengah gumaman. "Apa yang menyenangkan dari aktor yang tidak laris?"
Xiao Zhan berhenti di sudut aman, tersembunyi, cukup untuk menguping pembicaraan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer Fever
FanfictionSetelah kematian sang ibu, Xiao Zhan diminta untuk berkunjung ke rumah kakek nenek yang tak pernah dikenalnya. Dia mengetahui masa lalu yang disembunyikan ibunya di sebuah rumah besar kuno yang dihuni Nenek kesepian dan seorang paman bernama Wang Yi...