CHAPTER 05

143 15 4
                                    

Di bawah tatapan menyelidik Xiao Zhan, pergerakan Yibo semakin brutal dan bersemangat. Dia bertekad walaupun hanya pemeran pendukung, dia harus memberikan penampilan yang terbaik. Sayangnya, karena terlalu bersemangat ingin mencari perhatian dan kekaguman orang lain, Yibo tidak hati-hati. Tiba-tiba saja salah satu kakinya tidak seimbang. Dia tersandung dengan tidak elegan dan sempat limbung sebelum jatuh dan mendarat di atas keponakannya yang terbengong-bengong di lantai.

Sruuukkk!

"Uwaaa!!"

Xiao Zhan jatuh dengan siku membentur lantai sementara Yibo membungkuk di atasnya. Posisi keduanya sangat canggung dan aneh. Yibo pun tidak mengantisipasi kejadian memalukan ini dan ia hanya bisa terpaku. Embusan udara keras keluar dari paru-parunya saat tubuh mereka saling bersentuhan. Wajah mereka lagi-lagi berada dalam jarak yang begitu dekat. Namun tak ada tindakan yang lebih jauh. Yibo menarik mundur tubuhnya dengan cepat, terbatuk sejenak sebelum mengulurkan tangannya untuk membantu Xiao Zhan berdiri.

"Seharusnya kamu tidak duduk di sini," ia memprotes walaupun tahu bahwa dirinya yang salah.

"Itu salahmu, Paman. Kau tidak konsentrasi."

"Jangan sok tahu! Aku sudah berlatih sebaik mungkin. Kehadiranmu membuatku tidak fokus."

Xiao Zhan berusaha mencerna kata-kata sang paman, tidak habis pikir mengapa jadi dia yang disalahkan. Sepertinya pamannya yang tampan ini seorang manik depresif yang selalu mengalami pergolakan suasana hati yang tidak karuan.

"Sebaiknya kamu keluar dari ruangan ini dan biarkan aku berlatih dengan tenang. Ingat, keputusanmu tidak bisa diubah lagi, ya?"

Dengan langkah lemas, Xiao Zhan menuju pintu. Dia menolehkan wajah sekali lagi pada sang paman, tapi dilihatnya Yibo kembali sibuk dengan pedang dan naskah. Baru setelah Xiao Zhan pergi, Yibo menghentikan gerakannya dan duduk di lantai dengan wajah muram.

Xiao Zhan kembali duduk di bangku taman, melamun sendirian. Wajahnya diselimuti kekecewaan sewaktu ia kembali mengingat kejadian barusan.

Padahal tadi itu Paman bisa saja menciumku, bisikan kotor dalam hatinya membuat Xiao Zhan tersentak.

Astaga! Apa yang kupikirkan? Ibu ... tolong!

=====

Malam itu Xiao Zhan gelisah dalam tidurnya. Setelah makan malam yang tidak mengundang selera, dia lebih banyak termenung di kamar memikirkan nasib kuliahnya. Dia telah menyetujui permintaan Yibo di bawah paksaan tanpa memikirkan bagaimana reaksi ayahnya. Sepertinya ia harus membicarakan tentang ini sekali lagi pada Nenek. Mungkin ia bisa meminta perpanjangan waktu.

Keheningan di sekitar rumah membuat hatinya semakin gelisah. Dia menghubungi Ayah dan bicara sebentar dengannya, mencoba mengundangnya untuk datang ke rumah Nenek. Tapi sesuai dugaannya, Ayah menolak dengan alasan sibuk dengan urusan bisnis di luar kota. Mengapa Ayah selalu bersikap dingin?

Xiao Zhan pergi tidur dengan banyak pertanyaan memenuhi kepalanya. Kenyataan bahwa ia tidak bisa melupakan wajah sang paman semakin memperburuk suasana hati, mengirimkan gelombang kegelisahan. Dia sangat penasaran apakah Yibo memang bukan putra keluarga Wang. Mengapa dia terlihat berbeda dan tidak mau mewarisi bisnis Tuan Besar Wang?

Saat matahari mengintip dari balik pepohonan dan menjatuhkan selarik sinarnya di jendela kamar Xiao Zhan, ia terjaga dengan kepala pening. Dia membuka jendela, menghirup udara pagi yang masih murni di kawasan bebas polusi. Puncak gunung yang megah sesekali muncul dari balik gumpalan awan. Selama beberapa hari, Xiao Zhan lebih banyak mengitari rumah atau duduk di taman belakang di mana ia bisa sekali-kali melihat Yibo bersantai. Halaman depan rumah ini sebenarnya tidak kalah bersih dan indah. Mungkin sesekali ia harus menghindari taman belakang dan memiliki tempat pribadinya sendiri. Tanpa ada sosok Yibo melintas di sekitarnya. Betapapun dia mengagumi Yibo, ia tidak boleh terbawa perasaan. Orientasi seksualnya yang berbeda memaksa Xiao Zhan menyembunyikan semuanya untuk sementara dari pandangan seorang nenek yang berpikiran konservatif. Jadi, satu-satunya jalan keluar yang bisa dia pikirkan untuk mengalihkan perhatian dari sang paman saat ini adalah kembali menumbuhkan perasaannya pada Profesor Chen Xiao. Xiao Zhan akhirnya tersenyum sambil memenuhi paru-paru dengan udara segar. Dia mulai mengingat hari-hari di mana ia menguntit pria itu di kampus, mencoba mengembalikan satu rasa yang tertinggal di kotanya.

Summer FeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang