Pagi ini aku ada jadwal workshop pertama untuk produksi single laguku, setelah gabung di label Arserimusik. Aku senang karena Mas Gavin-produser musik untuk karya ini, melibatkanku dengan cara yang sangat menenangkan. Benar-benar nggak sok hebat sendiri.
"Ta, kasih tahu Gue ya ide apapun yang Lo punya buat lagu ini. Lo yang bakal nyanyiin ini lagu, jadi Lo harus ngerasa nyaman sama chord musiknya." Begitu kalimat pembuka Mas Gavin untuk tiga jam diskusi yang kami lalui dengan saling mengisi nada-nada.
Setelah sholat dzuhur, aku memutuskan makan siang di kantor saja. Jadwalku berikutnya adalah nyanyi untuk opening acara launching koleksi terbaru dari brand ZM-brand fashion muslim yang sedang viral di kalangan gen-Z.
Untuk makan siang, aku sudah memesan dari go food tadi, seporsi gado-gado dan segelas jus jambu. Pesanan itu sudah selesai dikonfirmasi, penerimanya Mbak Anita-resepsionis kantor Arserimusik. Aku buru-buru mengambilnya, biar cepat makan dan bisa langsung meluncur ke lokasi kerja selanjutnya.
***
Aku masuk ke pantry kantor yang sebenarnya cukup luas, kalau saja penataan barang di dalamnya bisa lebih rapi. Kulkas, lemari berisi aneka snack, meja makan, dan dispenser mungkin lebih baik nggak diletakkan berjajar di satu sisi area.
Belum lagi kursi-kursi lipat, nggak ditumpuk lagi setelah dipakai. Makin mememuhi ruangan. Sofa santai di bawah jendela kecil juga penuh tumpukan kardus barang, begitu pula area kitchen set kecil yang disesaki piring-piring dan gelas-gelas bersih yang nggak ditata lagi di dalam rak.
Itu mungkin alasan nggak ada orang yang makan di sini selain aku, sepertinya staff lain memilih makan di meja kerja masing-masing, sebagian makan di luar kantor atau ramai-ramai di studio di lantai tiga. Bukannya aku nggak mau membaur, tapi aku butuh makan cepat tanpa mengobrol karena harus lanjut berkegiatan lagi setelahnya.
Selesai makan mestinya aku langsung pesan Gocar, tapi mataku gatal ingin merapikan ruangan sebisaku. Akhirnya dengan cepat kulipat kursi dan menumpuknya jadi satu ke pinggir sofa. Aku menurunkan kardus-kardus barang ke lantai, supaya sofa bisa diduduki. Terakhir memasukkan piring dan gelas ke rak kabinet di atas kompor.
Saat itulah Bang Sabda masuk dengan gelas kopi kosong di tangan. Laki-laki itu nggak langsung mencuci gelasnya di sink westafel, tapi malah berdiri di sebelahku, membantu menata piring tanpa banyak bicara.
Aku sungkan setengah mati, karena benar-benar nggak berharap bertemu Bang Sabda hari ini. Aku belum chat dan kirim alamat emailku ke Bang Sabda.
Aduh, kurang ajar banget nih aku. Bilang apa ya? maaf lupa? maaf nggak sempat? kesannya songong banget sama senior. Mampus lah aku.
"Bang Sabda, makasih ya udah dibantu. Aku duluan ya Bang, mau geser kerjaan lain," kataku terbata-bata.
"Ta, Gue boleh minta nomer Lo aja? Gue yang hubungi Lo aja ya? soalnya Gue tunggu beberapa hari kok Lo belum chat Gue. Untung hari ini kita sempet ketemu di kantor."
Aku gelagapan menyusun beragam alasan. "Iya, aduh Bang, maaf maaafffff bangeeettttt. Aku belum hubungi Abang, karena jujur aku masih bingung mesti gimana."
"Apa yang bikin Lo ragu nerima Gue?"
"Banyak, tapi ini sama sekali bukan tentang Bang Sabda. Emang akunya aja yang masih nggak tahu caranya ambil keputusan."
"Lo kelar kerja jam berapa? mau ngobrol bareng nggak?"
"Mungkin habis Maghrib."
Kayaknya mending ngobrolin soal ini langsung sih, lebih sopan juga.
![](https://img.wattpad.com/cover/374108152-288-k457550.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA TITAH (selesai)
ChickLitAku, Titah Cinta. Panggung demi panggung adalah duniaku, penuh tantangan yang harus kuhadapi tanpa ragu. Sebagai penyanyi aku terbiasa berdiri dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri di bawah sorot lampu. Aku juga terlatih menghadapi banyak tat...