Satu

160 44 6
                                    

Note :

Cerita ini mengandung kekerasan, pembully-an, dan masih banyak adegan kekerasa lainnya. Serta banyak jata-kata kasar yang bertebaran di cerita ini.

HARAP BISA MENELAAH MANA YANG BAIK DAN MANA YANG BURUK! Kejadian di cerita ini seratus persen tidak ada sangkut pautnya di dunia nyata.

***

Galang meringis saat merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Ia dengan susah payah membuka mata, dan mendapati dirinya berada di sebuah ruangan. Pemuda itu melirik sekeliling. Banyak alat-alat olahraga di dalam ruangan itu.

"Ini ... di mana?"

Galang terkejut saat melihat tubuhnya yang mengenakan seragam SMA. Tak hanya itu, di sampingnya sudah ada tas yang terkoyak, dan buku-buku yang tercabik.

Galang mengambil buku yang sudah tak utuh itu. Matanya melihat nama yang tertera di sana.

"Galang ... Rayendra?"

Jantung Galang berdegup kencang. Ia meraba tas yang terkoyak itu, mencari benda berbentuk persegi panjang di dalam sana. Setelah dapat, Galang melihat pantulan wajahnya di layar ponsel yang sedikit retak.

"Anjir, ini bukan wajah gue."

Galang panik. Pemuda itu membuka ponsel itu, dan untungnya tak terkunci. Jari Galang bergerak membuka room chat, melihat nama kontak yang sangat dikenali nya.

Alta Gionara.

Tama Andhika.

Reza Gilbert Bimantara.

"Ini..."

Satu yang ada di pikiran Galang saat ini. Ia tentu tidak melupakan nama-nama itu. Nama yang ia ciptakan sendiri untuk tokoh cerita buatannya.

"Gue masuk dalam novel?"

Di sisi lain, Nathan mengerjap bingung saat melihat ruangan yang ditempatinya. Sangat luas, mewah, dan elegan. Nathan tahu itu bukan kamarnya. Pasalnya, ia hanya anak yatim piatu, dan tentu saja miskin. Tidak mungkin berada di ruangan mewah seperti ini.

Ceklek.

Nathan melihat ke arah pintu. Pintu terbuka menampilkan wanita paruh baya dengan pakaian pelayan. Wanita itu masuk sembari membawa kotak P3K.

"Tuan Muda."

"Hah?"

"Uh? Ada apa dengan Anda, Tuan?"

"Lo manggil gue apa tadi?" Nathan mengira telinganya salah dengar. Atau, ia saja yang sedang bermimpi?

"Tuan Muda Nathan."

Itu namanya. Tapi, kenapa dipanggil Tuan Muda? Karena merasa aneh, Nathan berjalan ke arah kaca besar yang terpajang di kamar itu. Matanya membelalak melihat wajah tak dikenali di sana.

"INI SIAPA ANJIR?!"

***

"Eh kampret. Jangan nampar gue dong, Nathan biadab."

Lucas menggerutu saat merasakan sebuah tangan yang menepuk-nepuk pipinya berulang kali. Ia mengira aksi tidurnya diganggu oleh Nathan. Namun, mata pemuda itu kembali terbuka saat mengingat sesuatu.

"LAH IYA! GUE KAN UDAH MATI!"

Lucas terkejut saat ia bangun, ada seorang anak kecil duduk di depannya dengan tatapan polos. "Lah? Lo siapa, cil?"

Anak kecil itu memiringkan kepalanya. "Kak Lucas kenapa? Kok aneh? Apa kak Lucas ngga kenal sama Elsa lagi?"

"Elsa? Elsa projen itu?" Lucas menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Bentar, ini di mana?"

Lost DirectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang