Tiga

118 38 7
                                    

Jumantara kelabu menjadi hal pertama yang Galang lihat saat keluar dari rumahnya. Waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi, sang baskara perlahan mulai menampakkan sinarnya di ujung cakrawala.

Pemuda yang telah mengenakan seragam putih abu itu meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Netra Galang menatap Lucas yang sedang berpamitan dengan orang tuanya.

"Tante, makasih udah kasih tumpangan tidur," ucap Lucas, menyengir sembari menyalimi tangan Layla.

Layla tersenyum lembut. "Jangan sungkan ya, nak. Anggap aja rumah sendiri. Sekolah yang rajin, Elsa biar tante aja yang ngurusnya."

Lucas beralih menatap Elsa yang wajahnya tak berekspresi. "El, lo ga apa-apa sama tante Layla dulu? Atau lo mau pulang—"

"Aku mau sama tante Layla." Elsa meringsut mundur, menyembunyikan wajahnya di balik tubuh Layla. Anak itu menggenggam erat daster yang dikenakan Layla.

Lucas menghela napasnya. "Oke lah, kalau gitu. Kak Lucas sekolah dulu, lo yang baik sama tante Layla, jangan macem-macem ya? Jangan banyak ulah, ngerti?"

Elsa mengangguk pelan. Setelah itu, Galang dan Lucas berpamitan dan mulai pergi dari perkarangan rumah. Sekolah mereka sama, bahkan jaraknya dekat dengan rumah Galang. Mereka memilih berjalan kaki untuk ke sekolah.

Namun, Lucas meminta Galang menemaninya mengambil tas serta buku-bukunya di rumah lebih dulu. Mau tak mau Galang mengiyakan, mengingat mereka masuk jam delapan.

Mereka naik angkot menuju rumah Lucas karena memang jarak rumah Galang dan Lucas membutuhkan perjalanan dua jam jika menggunakan kaki. Setelah sampai di depan rumah Lucas, Galang menunggu di luar sedangkan Lucas masuk ke dalam.

Lucas menatap pintu rumahnya lamat, menghembuskan napasnya dan segera membuka pintu itu. Hal pertama yang ia lihat adalah, ruang tamu yang berantakan. Pecahan kaca vas bunga berserakan di lantai, membuat Lucas melangkah dengan hati-hati.

Tak sampai di situ, Lucas melihat ikat pinggang dan sapu yang tergeletak di lantai. Pemuda itu bergidik ngeri membayangkan apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. Tak memedulikan itu, Lucas masuk ke dalam kamarnya, mengambil baju sekolah serta buku-buku.

Tak lupa mengambil baju Elsa dan boneka anak itu. Rencananya, Lucas hari ini akan kabur dari rumahnya. Demi keselamatan dirinya dan sang adik.

Galang yang menunggu di luar, melotot kan matanya kala melihat banyak barang yang dibawa Lucas. "Lo mau pindahan?!"

Lucas menenteng dua tas sembari menyengir. "Gue rencananya mau kabur sekarang. Males gue kalau ketemu mereka lagi."

"Terus itu bawaan mau lo taruh di mana?"

"Gatau, bawa aja dulu."

Galang tak menjawab lagi. Mereka mulai pergi menuju ke sekolah. ExtraOrdinary High School adalah sekolah paling populer di kota Hugo. Sekolah itu menjunjung tinggi harta, tahta dan otak.

Selain orang berpangkat yang dihormati di sana, orang-orang pintar juga orang yang sangat disegani. Tidak peduli orang itu dari keluarga mana, jika orang itu pintar, maka orang-orang akan berpikir untuk mengusiknya.

Namun, Galang Rayendra pengecualian. Di novel, anak itu dibully meski dia menempati peringkat kedua paralel. Alasannya tentu saja karena itu perintah orang-orang berpangkat di sana.

Alasan utama Galang menjadi sasaran korban bullying adalah, anak itu yang berani ikut campur jika ada kekerasan di sana. Muncul bak pahlawan bagi para korban bullying.

Seperti jabatannya di dalam novel, protagonis dan tokoh utama, Galang yang merupakan anak polos yang tidak tahu menahu tentang kekuasaan, ikut campur saat Alta Gionara membully salah satu pelajar di ExtraOrdinary High School.

Lost DirectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang