Dua

131 39 15
                                    

Galang memilih tempat posko yang ada di komplek perumahannya. Pemuda itu segera menghubungi Lucas lewat instagram. Tunggu beberapa menit akhirnya panggilan itu terjawab.

"Cas, lo di mana sekarang?"

"Eh anjir, Lang, ini beneran lo?"

"Ya siapa lagi kalau bukan gue, goblok!"

"Hehe, maap. Suara lo beda soalnya."

"Suara lo juga."

"Btw, jadi kita ketemuan di mana? Gue lagi di jalan. Shareloc aja!"

"Oke. Nanti gue shareloc. Tapi, gue mau nanya. Lo lagi nempatin tubuh siapa sekarang?"

"Lucas Alexandro."

Deg.

Tubuh Galang mematung. Ia menelan ludahnya kasar mendengar nama itu. "Cas... Nanti setelah kita ketemuan, gue mau cerita sesuatu sama lo. Jadi, cepetan datang!"

"Iye-iye sabar aelah. Gue lagi gendong bocil, nih!"

"Bocil?" Alis Galang mengernyit bingung. "Siapa?"

"Adek gue— maksudnya, adek Lucas Alexandro."

"Kenapa lo bawa, anjir? Tinggalin ga?!"

"Gila lo  Masa gue ninggalin dia di rumah, hah? Tadi aja orang tua dia berantem pake sapu sama ikat pinggang. Nanti gimana kalau sasaran selanjutnya itu Elsa?!"

"Bodoh, bangsat. Sekarang hidup lo lebih penting dari hidup dia! Jangan bawa beban, Cas!"

"Goblok sia teh! Dia masih umur lima tahun, kampret! Se-brengsek brengseknya gue, gue ga bakal biarin anak kecil dalam bahaya sendirian! Terlebih sekarang gue jadi kakak dia, otomatis gue punya tanggung jawab buat hidup dia!"

"Tapi—"

Galang berdecak saat telepon itu dimatikan secara sepihak. Dia tidak tahu ingin mengatai Lucas bodoh atau apa. Pasalnya, di novel, Lucas Alexandro bahkan tidak menganggap adiknya ada, dan mengacuhkannya. Seharusnya Lucas meninggalkan anak itu, agar orang tua Lucas Alexandro bisa masuk penjara karena ketahuan melakukan penganiayaan terhadap anak di bawah umur.

Namun, melihat Lucas tetap kekeh membawa anak itu, Galang hanya bisa pasrah.

Galang duduk di posko depan komplek perumahannya. Karena hari sudah menampakkan semburat kejinggaannya, Galang tidak punya pilihan selain pulang ke rumahnya. Namun sebelum itu, dia harus bertemu dengan teman-temannya untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi pada mereka saat ini.

Menunggu beberapa jam, akhirnya Lucas datang saat matahari benar-benar tenggelam di ufuk barat. Wajah pemuda itu berkeringat karena menempuh perjalanan selama dua jam.

"Lo pake apa ke sini?" tanya Galang, menepuk tempat yang ada di sampingnya. Menyuruh Lucas meletakkan Elsa yang ada di gendongan pemuda itu.

Lucas segera meletakkan Elsa di sana. "Pake kaki lah. Malah nanya."

"Kenapa ga pake angkot?"

"Gue ga ada uang."

"Miskin."

"Anjing lo Lang."

"Jaga mulut lo depan anak kecil." Galang spontan menutup telinga Elsa. "Cil, jangan didengerin. Kakak lo emang stres."

Melihat itu, Lucas merotasi kan bola matanya. "Tadi aja di telepon lo nyuruh gue ninggalin dia. Sekarang sok-sok an peduli."

"Gue nyuruh lo ninggalin dia karena ada alasannya," ujar Galang memberi pembelaan pada dirinya sendiri.

Lost DirectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang