Lima

121 35 0
                                    

Galang duduk di tengah-tengah para bodyguard Jeffrey. Bahkan tangannya dirantai. Sangat lucu, pikir Galang. Padahal sudah diapit oleh dua orang berbadan besar, tentu saja dia tak akan bisa kabur. Jadi, untuk apa rantai itu?

Dalam mobil, Galang tak banyak bertingkah, membuat para bodyguard sedikit bingung sekaligus waspada. Sedangkan Galang, otaknya terus memikirkan Lucas. Di telepon tadi, ia mendengar jelas suara laki-laki itu yang terdengar melirih. Jeffrey tidak melakukan sesuatu pada temannya itu, kan?

Fokus Galang pecah saat mobil yang ia naiki, memasuki perkarangan rumah bertingkat serta halaman yang luas. Mobil itu memasuki garasi dan berhenti. Para bodyguard keluar dari mobil sembari menyeret Galang. Galang meringis, ia diperlakukan seperti pencuri saja.

Dirinya dibawa ke dalam rumah bertingkat itu. Jantung Galang masih berdegup kencang, membayangkan orang-orang yang ada di dalam sana. Dirinya harus melangkah ke kandang singa.

"Akhirnya datang juga."

Suara berat seseorang menginterupsi, membuat Galang menatap sang empunya suara. Itu Jeffrey. Laki-laki itu duduk di sofa ruang tengah, menyandarkan punggungnya, lalu mengangkat satu kakinya ke atas paha. Ia menyeringai menatap Galang.

"Aku tidak menyangka kau akan kabur." Jeffrey menghisap puntung rokok yang ada di jarinya. "Apa kedatanganku sudah kau ketahui?"

Galang masih setia menutup mulutnya. Mata pemuda itu mengamati semua orang yang ada di sana. Tasya, Jeffrey, Gerald, Sania serta Marvel, Vano, Vian dan Bima yang masih mengenakan seragam SMA.

Mereka semua menatap Galang dari atas sampai bawah, seakan sedang mengamati.

"Apa kau tidak punya mulut untuk menjawab pertanyaanku?" Jeffrey menggeram kesal. Melihat Galang yang tidak memberikan tanda-tanda untuk menjawab ucapannya, Jeffrey tiba-tiba berdiri.

Pria itu menghampiri Galang, berdiri angkuh di depan pemuda itu. Jeffrey merintahkan anak buahnya itu untuk membuat Galang berlutut di hadapannya. Segera, para bodyguard-nya menendang lutut Galang, membuat Galang berlutut seketika.

Brengsek.

Galang benci posisi ini. Namun, tidak ada yang bisa ia perbuat.

"Anak nakal. Apa kau tidak akan menjawab pertanyaanku sampai akhir? Atau lidahmu tidak ada makanya tidak bisa bicara?"

Galang menunduk, masih membungkam mulutnya. Jeffrey marah, pria itu sangat tidak suka diabaikan. Jeffrey menarik rambut Galang, membuat pemuda itu mendongak, menatap tepat ke manik mata hitam legam milik Jeffrey— ayahnya.

"Jawab pertanyaanku, bocah. Kenapa kau kabur, seakan mengetahui kedatanganku?"

Galang menggigit bibir bawahnya, ia menukik alisnya tajam, menatap Jeffrey dengan tatapan gigih. Jeffrey mencengkram rambut Galang kuat, menyalurkan kekesalannya.

Plak!

Tubuh Galang menegang. Kepalanya tertoleh ke samping, rasa hangat menjalar di pipinya. Bunyi tamparan itu menggema, gelenyar kebencian timbul dalam diri Galang.

"Masih tidak ingin membuka suaramu?" tanya Jeffrey dengan suara dingin.

Galang masih diam saja. Ia meringis saat Jeffrey mencengkram kedua pipinya.

"Jika tidak bersuara, aku akan membuatmu bersuara."

Mata Galang membelalak saat Jeffrey mengarahkan puntung rokok ke matanya. Sial, dia tidak ingin buta!

"A-Aku..."

Tangan Jeffrey terhenti di udara. Tinggal lima senti lagi puntung rokok itu mengenai bola mata Galang. Bahkan Galang tak berani mengedip sekali pun.

Lost DirectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang