Bab 1

2.1K 118 6
                                    

Suara alarm terdengar nyaring, membuat seorang anak perempuan yang sedang asyik tertidur bergerak gelisah. Matanya yang terpejam perlahan terbuka. Tangannya bergerak meraih jam beker tepat disamping kasurnya. Ia segera bangun ketika menyadari waktu sudah menunjukkan pukul 05.30 WIB. Ia pun segera merapikan tempat tidur, lalu melangkah menuju kamar mandi.

Tak perlu waktu lama, zee sudah berpakaian rapi mengenakan seragam putih biru dan berdiri menghadap cermin. Setelah itu, ia segera keluar menuju ruang makan sambil membawa tas.

"Pagi bibi" ucap zee ketika sampai di meja makan kepada bi darsih yang sedang merapikan meja.

"Pagi juga Adek. " balas bi darsih.

Tak lama terdengar suara langkah kaki yang mendekat, membuat zee dan bi darsih menoleh ke arah tersebut.

"Pagi Adek" Ucap Eli, kakak zee yang baru datang.

"Kakak, hari ini berangkat dianter papa? " Tanya zee.

"Iya dong, seperti biasa. Kamu mau ikut? "

Zee hanya menggeleng pelan.

"Nggak, zee naik bus aja nanti seperti biasanya".

Hening beberapa saat, hingga akhirnya terdengar sapaan Shani-mama mereka.

"Pagi kakak" sapa wanita itu kepada anak sulungnya.

"Pagi juga mama" balas Eli.

Mendengar itu zee pun tersenyum. Ia pun menyapa hangat shani seperti biasanya.

"Pagi mama" Ucapnya sambil tersenyum.

Shanipun menoleh. "Iya pagi"  jawabnya singkat.

Lagi-lagi zee hanya bisa tersenyum kecil. Aneh bukan?.

Iya memang seperti ini kenyataannya. Ia selalu merasa terasingkan ketika berada dirumah.

"Pagi Adek, kakak, mama" sapa seseorang dari arah belakang.

Jika shani selalu menyapa Eli terlebih dahulu, berbeda dengan cio papa mereka. Walaupun suaranya terkesan dingin dan datar, setidaknya cio tidak pernah lupa kepada zee.

Aktivitas pagi ini berjalan seperti biasanya. Percakapan ringan antara shani dan cio yang membahas pekerjaan. Tidak lupa shani pun selalu menanyakan kegiatan anak sulungnya. Sejak percakapan dimulai, hanya zee yang fokus makan dan diam.

Jujur terkadang zee selalu iri sama kakaknya.

"Papa manasin mobil dulu ya" ucap johan.

"Ma, kakak mau dibuatin nasi goreng sama mama buat bekel olahraga nanti dong" Ucap Eli.

"Mama masakin dulu sebentar, kamu nunggu gak apa-apa kan sayang? " tanya shani dan mendapat anggukan dari Eli.

"Mama... " panggil zee kepada shani.

"Zee juga mau nasi goreng buatan mama, boleh? " tanyanya dengan hati-hati.

Shani pun beranjak dari tempat duduknya.

"Kamu bawa roti lapis aja kayak biasa, itu udah ada di meja" jawabnya sambil berjalan ke arah dapur.

Zee hanya menunduk, rasanya sangat menyedihkan. Padahal permintaanya dengan Eli sama, tapi kenapa ia tidak bisa mendapatkan nnya.

"Tuh, bawa itu kata mama" sahut Eli sambil menunjuk roti lapis yang ada di meja.

"Kakak ke kamar dulu, ada yang ketinggalan" tambahnya.

Bumi menghela napas, kemudian beranjak untuk mengambil tempat makan. Namun, Tiba-tiba bi darsih datang.

"Ini buat adek. Makan yang banyak ya, tadi pagi bibi sengaja bikin buat adek. Bibi inget adek suka nasi goreng" ucap bi darsih serayaengusap puncak kepala zee.

"Makasih banyak bibi".

Bi darsih pun mengangguk, lalu ia pergi ke dapur.

Zee kembali memperhatika  shani yang sangat fokus menata bekal untuk sang kakak.

" kapan ya? Zee bisa kayak kakak? Zee juga mau di buatin  bekal sama mama"ujar zee dalam hati, kemudian ia pun pergi.

Saat keluar rumah, zee tak sengaja bertatapan dangan cio yang baru keluar dari mobil. Namun, pria paruh Bayah itu malah memalingkan wajahnya.

"Berangkat naik bus lagi? " tanya cio sambil menatap zee.

Zee pun mengangguk.

"Iya, pa. Zee duluan ya".

Zee mendekati cio, lalu menyalami punggung tangannya. Setelahnya ia kembali melangkah pergi.

" Zee"panggil cio kepada bumi menghentikan langkahnya.

"Berangkat sama papa aja. Papa anterin sekalian sama kakak".

Zee membulatkan mata dan tersenyum.

" BENERAN PA? "Ucap zee masih tak percaya.

"Iya, cepet naik" ucap cio, membuat zee buru-buru naik ke dalam mobil.

"Makasih papa".

Akhirnya zee pun berangkat ke sekolah bersama papa dan kakaknya.




Segini dulu yaa nanti lanjut lagi.

Azizi Dan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang