Bab 14

1.4K 131 12
                                    

Pada malam yang dingin  ini, zee menangis di pinggir danau sendirian. Ia tidak perduli dengan angin malam yang terus menampar dirinya. Ia malah berharap semua itu bisa membawa pergi rasa sakit karena luka baru ini.

"Kenapa gue harus lahir kayak gini?!

Zee terisak. Rasanya benar-benar sakit, apalagi mengingat ucapan shani yang tidak pernah menginginkan kelahirannya. Kenapa kalimat itu harus keluar dari mulut wanita yang zee sayangi?

"Kenapa harus mama yang benci zee... " isaknya sambil memeluk tubuhnya sendiri.

Di tengah isak tangisnya, tangan zee bergerak meraih ponsel yang sejak tadi terus bergetar. Tanpa melihat siapa yang menghubunginya, ia langsung mengangkat panggilan itu.

"Halo, zee? Zee kamu dimana? Jangan bikin aku khawatir... " suara christy terdengar bergetar.

"Halo, zee-"

"Chris...... " lirih zee dengan tatapan kosong menatap air danau di depannya.

"Sakit banget rasanya, Chris.... "

"Kamu di mana? Jangan aneh-aneh oke?"

"Chris... " zee tak menjawab pertanyaan Christy.

"Rasanya di peluk mama gimana sih? "

Zee terkekeh, tapi suaranya itu benar-benar terdengar pilu. Di seberang sana, Christy bahkan seolah bisa merasakan sakitnya.

"Aku kesana, jangan ke mana-mana" Christy langsung memutuskan panggilan itu, membuat zee menjatuhkan tangannya dan kembali menangis.

Christy mengendarai mobil nya dengan kecepatan tinggi. Ia melupakan dirinya yang baru saja bisa berkendara bahkan belum memiliki SIM akibat rasa khawatirnya kepada zee.

Christy ingat, bagaimana pertemuan pertamanya dengan zee di dalam bisa. Zee waktu itu hanyalah seorang anak perempuan murung yang ia ajak untuk berteman.

"Please, please... Jangan aneh-aneh zee" gumam Christy sepanjang perjalanan.

Pikiran Christy benar-benar terfokus hanya kepada zee, bahkan ponselnya terus berdering pun Christy abaikan. Setelah memarkir mobilnya asal, ia segera turun dan berlari mencari keberadaan zee.

"Zee.... " lirih Christy satu menemukan keberadaan zee.

Christy langsung memeluk zee erat. Ia pun membalikkan tubuh zee agar bisa berdiri berhadapan dengannya. Jari-jemarinya bergerak mengusap wajah zee, memastikan perempuan itu tidak terluka.

"Hai Chris, hehehe" sapa zee seraya tersenyum tipis.

"Aku di sini zee, aku di sini..... " ucap Christy seraya mengelus pundak perempuan itu.

Zee pun kembali terisak dalam pelukannya. Hati Christy semakin terasa hancur mendengar tangisan zee yang sangat menyakitkan.

"Aku mau pergi aja Chris. Mama nggak mau aku ada di sini.... " isak zee.

"Ada aku. Jangan kemana-mana".

"Chris, mau di peluk mama.... " lirih zee lagi. "Tapi kenapa nggak bisa? "

Christy semakin mengeratkan pelukannya.

"Aku nggak punya rumah Chris. Udah hilang" zee berbicara dengan intonasi yang benar-benar terdengar sangat menyakitkan.

"Ternyata aku nggak punya tempat pulang".

"Aku di sini zee, kamu nggak sendirian. Aku rumah kamu. Ada adel dan teman-teman yang lain juga. Jangan pergi, jangan kemana-mana" Christy berusaha membuat zee serius dengan ucapannya.

"Kita pulang ya? Di sini dingin... "

Zee mengeratkan pelukannya, tidak ingin kehilangan.

"Jangan ninggalin aku sendirian ya, Chris? "

"Aku nggak kemana-mana, jangan takut.... "

Zee akhirnya bersedia pulang bersama Christy. Namun bukan ke rumahnya, melainkan ke rumah Christy. Sesampainya di rumah Christy langsung membawa zee menuju ke kamar tamu. Ia membiarkan perempuan itu beristirahat, sementara dirinya duduk di ruang tamu menunggu kepulangan orang tuanya.

Begitu orang tuanya pulang, tanpa basa-basi, Christy langsung memeluk sang ibu. Ia menceritakan kejadian malam ini kepada sang ibu. Rasa khawatir langsung tergambar di raut wajah ibu Christy. Ia pun langsung menghampiri zee di kamar tamu dan mengusap kepala anak perempuan  yang sedang tertidur itu.

Zee demam. Mulutnya pun terus menggumamkan kata "mama" dengan lirih.

"Nak.... " panggil feni, ibu Christy dengan hati-hati. Ia tahu tentang semua luka yang dirasakan oleh zee dari cerita Christy. Feni tak habis fikir, bagaimana bisa seorang ibu tega mengatakan hal-hal yang menyakitkan kepada anaknya.

"Mama.... " gumam zee lagi.

"MAMA! " zee tiba-tiba terbangun sambil berteriak, membuat feni terkejut.

Mata zee bergerak kesana kemari. Dahinya penuh dengan keringat. Zee kemudian menoleh kepada feni yang tengah menatapnya.

"Eh, tante.... Maaf" ucapnya seraya berusaha untuk bangun dari posisinya.

"Kamu mimpi buruk, nak? " tanya feni seraya mengusap pundak zee lembut, lalu memeluknya.

"Tenang, nggak akan ada apa-apa. Di sini ada tante, om, Christy sama kak chika yang sayang ama zee".

Zee terdiam merasakan hangat pelukan feni. Ia membalas pelukan perempuan itu seraya menenggelamkan wajahnya di pundak feni.

"Nggak apa-apa, nangis aja jangan di tahan. Keluarin aja semua rasa sakitnya. Kamu nggak sendirian kok" ucapnya lagi membuat zee meneteskan air matanya.

Di sela-sela pelukan dan tangisnya, zee tiba-tiba merasa pusing yang teramat sangat. Ia melepaskan pelukan itu dan memijat dahinya.

"Kamu kenapa nak? " ucap feni.

"Kok, hidungnya berdarah?! Astaga! " mata feni membulat panik.

"Ah, nggak apa-apa tante. Mungkin karena kena angin malam" jawabnya.

"Yaudah bentar tante panggilkan Christy dulu" ucap feni.

"Chri-"

"Tante, jangan" ucap zee, menghentikan  feni yang baru ingin memanggil Christy. Ia berusaha menghapus darah yang keluar dari hidungnya sendiri.

"Jangan kasih tau Christy, ya? "

Feni menatap zee. "Kenapa? "

Zee menggeleng pelan. "Saya nggak mau bikin Christy khawatir".

Feni menghela napasnya dan berdiri.

"Tunggu, tante ambil kain lap dulu".

Sekali lagi, zee menahan tangan feni dengan tatapan memohon. Ia berharap wanita itu benar-benar tidak memberitahu Christy tentang keadaanya. Ia sudah banyak merepotkan Christy selama ini, dan tidak mau membuat perempuan itu semakin khawatir.

"Iya, tante nggak bakal ngasih tahu Christy. Tunggu sebentar, ya? " ucap  feni, lalu pergi dari sana.

Azizi Dan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang