PART DUA PULUH EMPAT

11 5 1
                                    

Rachel duduk saling berhadapan dengan Erick—mantan suaminya. Keduanya memang membuat pertemuan secara diam-diam—dan tolong digaris bawahi mereka tidak ada hubungan apapun, lagi pula mereka bertemu ingin membicarakan tentang Sorcha, anak mereka.

Rachel datang agak terlambat karena harus ke studionya terlebih dahulu. Ia lebih kaget melihat Erick sudah duduk di ruangan yang ia pesan. "Kamu datang terlalu cepat." Kata Rachel yang baru saja sampai.

"Dan kamu selalu telat." Kata pria itu datar.

"Apa?" Tanya Rachel pada Erick yang menatap seolah menilai penampilannya.

"Terlalu terang." Lagi-lagi dengan suara datar yang entah mengapa lebih mengesalkan dari sebelumnya.

Rachel ingin memukul kepala pria dihadapannya ini dengan sendoknya. "Oh, terserah. Ini badanku so mau aku pakai warna neon atau shoking pink juga nggak masalah." Katanya kesal—kesal sekali.

Erick tak menjawab, ia memilih terus melanjutkan makannannya dan sesekali mendengar wanita yang menjadi mantan istrinya itu menggerutu ataupun memakinya.

Acara makan siang mereka selesai dan Rachel tak ingin basa-basi jadi ia langsung mengatakan apapun yang ingin ia katakan pada pria itu.

"Kamu tahukan Sorcha—anak kita nggak pernah tertarik sama hukum, bisnis, ataupun dokter." Kata Rachel. Erick mengangguk dan ia tahu bahwa putrinya selalu ingin menjadi seniman—Sorcha selalu mengatakannya ia ingin lukisannya bisa dipajang di setiap galeri seni.

"Kalau kamu tahu, seharusnya kamu nggak memaksa anak kita untuk kuliah dijurusan yang nggak dia suka. Kamu jangan mikirin omongan orang tua kamu, you are not a young man. Come on! Look at you, you are old man, right know!"

"Don't put your standar to my baby! Biarin Sorcha milih apapun yang dia mau. Percayain masa depan dia sama dirinya sendiri. Kita sebagai orang tua bantu dia dengan doa dan dukungan-dukungan semangat yang seharusnya, Jangan paksa dia untuk jadi apa yang kamu inginkan, anak kamu bukan kamu jadi biarin Sorcha memilih apa yang dia inginkan." Rachel mengatakannya dengan tegas dan berharap bahwa Erick juga bisa berpikir sama dengan apa yang ia pikirkan. "She already twenty and she definitely knows what's good and what's bad, so let her choose her future."

Erick menghela nafasnya pelan. "Kamu tahu kenapa aku memaksa Sorcha untuk tetap kuliah dihukum? Aku hanya tidak ingin ia dipandang remeh oleh orang tuaku. Aku tidak ingin anakku dikucilakan seperti apa yang mereka lakukan padamu dulu."

Rachel menghela nafasnya dan ia juga tahu alasan Erick keras pada putri mereka. "Memangnya sekarang Sorcha nggak dikucilin? Masih samakan, dia akan terus dikucilkan karena Sorcha anakku—Sorcha nggak akan dikucilkan kalau dia bukan anakku. Orang tuamu nggak akan pernah tertarik sama dengan apapun pencapaian Sorcha." Rachel mengatakannya dengan marah, ia sangat tahu tentang kedua orang tua Erick—mantan mertuanya yang tak pernah menyukainya. "Kedua orang tua kamu punya standarnya sendiri dan mereka nggak pernah mikir apakah anak mereka suka diperlakukan seperti itu dan lihat gimana saudara-saudaramu yang lain dan juga pasangannya yang ngejilat orang tua kamu—sangat-sangat buruk dan menjijikan. Kamu tahukan? Lagi pula kamu tahu bagaimana rasanya dikekang dan paksa untuk menjadi sesuatu yang nggak pernah kamu mau, harusnya kamu membebaskan Sorcha untuk menentukan pilihannya."

"Kamu hanya ingin mengatakan itu?" Tanya Erick sangat pelan.

Lagi dan lagi Rachel menghela nafasnya. "Dengan semua yang kamu lakuin dan kamu anggap benar, apa kamu bahagia?" Tanya wanita itu tegas.

Erick menatap mantan istrinya dalam diam, tak menjawab pertanyaan yang dilempar untuknya. "You're not, kalau kamu nggak bahagia setidaknya biarin Sorcha—anak kamu, darah daging kamu, dan satu-satunya orang yang akan ngerawat kamu nanti untuk bahagia, Erick." Minta Rachel pada Erick.

Erick tetap menatap mantan istrinya yang kini juga ikut menatapnya. "Let her do anything what she wants dan kita sebagai orang tua menonton apa yang dia pilih. Percaya sama anakmu dan aku sangat yakin dia bakalan bikin kamu bangga dengan setiap pencapainnya." Kata Rachel. "Lagi pula selain kita dia punya pasangan yang sangat-sangat mengerti dan selalu mendukung, jadi nggak perlu khawatir tentang masa depan anak perempuan kamu.


_________


Sorcha hanya menatap laptonya sejak satu jam yang lalu. Ya Tuhan, otaknya benar-benar buntu dan tidak bisa berfikir lagi tentang skripsinya. Sepertinya ia akan mengajukan cuti kuliah. Ia tahu ini sangat tidak tahu diri tetapi ia hanya ingin istirahat sebentar saja.

Paloma datang membawa anggur yang baru saja mereka beli—Ya, keduanya sempat berbelanja di super market membeli kebutuhan apartment yang mulai habis sebelum kini keduanya sama-sama terjebak dengan skripsi yang sedang buntu.

"Kayaknya gue mau cuti setahun deh." Kata Sorcha secara tiba-tiba.

Paloma terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh sehabatnya itu. "Tiba-tiba benget. Ada apa?"

Sorcha menggeleng. "Butuh istirahat, capek aja kalau gue maksa diri gue untuk lanjutin sesuatu yang bukan passion gue."

Paloma menatap bingung Sorcha, ia juga sama dengan Paloma tetapi tidak separah sahabatnya yang bahkan ingin cuti. "Ci, lo mau jadi model nggak? Biar lo nggak kepikiran sama masalah lo, setidaknya ada sesuatu yang lo kerjain."

"Ha? Model apa?"

"Sepupu gue ada yang mau launcing jewellery dia juga lagi nyari beberapa model yang mau jadi model dibrand dia soalnya bukan merk gede dan baru juga dia launching. Lo mau jadi modelnya nggak?"

Sorcha menatap Paloma kaget, "Susah nggak sih, Mi? Gue nggak pernah jadi model juga." Katnya ragu.

Paloma menggeleng. "Nggak! Coba aja dulu, nggak ada salahnya. Rugi banget wajah lo, mau ya?" Tanya Paloma.

"Ck, nggak deh." Kata Sorcha ragu. "Gue nggak ada pengalaman jadi model."Katanya takut..

"Nggak ada salahnya loh, coba aja. Bentar deh gue kirim kakak sepupu gue dulu deh foto lo."

"Mi, jangan. Nggak usah."

"Ihh, coba aja dulu. Lo itu bagus loh setiap di foto ada bakatnya jadi foto model, coba aja." Kata Paloma yang sudah mengirim foto Sorcha ke sepupunya itu.

Paloma: sent pict

Paloma: Menurut kakak gimana? Cocok nggak sih jadi model jewel kakak?

Rubi: OMG! Cuanteknya, model baru ya?

Paloma: tet tot, dia temenku hehehe

Paloma: bukan model tapi anak hukum

Rubi: Hah????

Rubi: Mau jadi model nggak? Temanya swan lake ini kayaknya cocok deh di temen kamu temannya.

Paloma: Boleh, kapan mau tak bawa ini temenku?

Rubi: Dua hari lagi bisa nggak?

Paloma: siapp!! Bisa banget!!!

Read

"Oke, dua hari lagi kita ketemu kakak sepupu gue. Tenang aja Ci. We never know, siapa tau passion lo jadi model, nggak ada salahnya mencoba. Uangnya bisa lo pakai untuk beli banyak canvas loh." Kata Paloma sambil mengedipkan matanya pada Sorcha. "Kalau untung, bagi ke gue ya." Katanya dan dilanjutkan tawa Paloma. 

I DIDN'T MEAN TO FALL IN LOVE WITH YOU || Celebrity #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang