PART DUA PULUH ENAM

21 5 2
                                    

Jesse berjalan menyusuri hamparan rumput yang berwarna hijau, suasana hari ini cukup bagus. Tersenyum melihat nama yang terukur di batu nisan yang ada di hadapannya. Ia meletakan bunga lily di atas rumput itu, nama pianis terkenal terukir di batu nisan itu. Amelia Natalia, tulisan di batu nisan tersebut.

"Hi, Mom. I am back." Kata Jesse pelan, setelah ia meletakan bunga lily—bunga kesukaan mamanya.

"Hari ini kegiatanku cukup padat, Kai mulai ketat masalah albumku comebackku karena harus rampung akhir tahun ini. Tired, tapi aku suka ngerjainnya. Banyak banget lagu-lagu baru yang aku buat dan aku dapet muse yang bikin aku kembali bisa nulis lagu. She's lovely but sometimes she likes to sulk." Jesse tersenyum mengingat tingkah laku kekasihnya.

"Her name is Sorcha, Mom. Sorcha bilang dia suka sama Mama, as a pianist. Kalau Mama masih ada kayaknya bakalan bisa jadi temen Mama ngobrol biar nggak kesepian. Mama tahu nggak aku langsung tertarik sama Sorcha saat pertama kali kita ketemu, aneh banget nggak sih, Ma? Aku nggak percaya sama love at first sight dan selalu ngeremehin orang-orang yang ngalamin karena aneh banget, Ma. Jatuh cinta karena pandangan pertama yang bahkan belum sempet untuk ngomong sepatah kata. Tapi sekarang aku ngerasaain itu." Kata Jesse pelan.

"Dan hari itu juga pertama kalinya aku ngomong lagi sama Papa. He was same person as before, jangan kecewa ya, Ma. Dia cuman mikirin apa yang dia mau dan dirinya sendiri, jadi nggak usah kaget ngelihat dari atas sana, lagian bakalan susah untuk ngerubah dia. Ambisi gila yang harus ngehancurin keluarganya sendiri. He's crazy, Mom." Jesse membenarkan letak kaca mata hitamnya. "Ma, maaf ya masih belum bisa maafin, Papa. Aku berusaha untuk mengikhlaskan semua yang udah terjadi, tapi susah banget, Ma. Sejak Mama ninggalin aku, banyak kejadian-kejadian yang menjijikan terjadi—I am sorry for saying that, mom. Aku benci pasangan, Papa. Aku bener-bener benci sama apa yang dia lakuin, Ma. I hate her, mom. Aku juga selalu jadi pengecut karena trauma itu, Ma." Jesse mengatakannya dengan lirih dan sangat pelan.

Pria itu menunduk, tangannya mengusap pelan bagian bawah matanya yang agak berair. "Aku juga belum berani untuk bicara sama Sorcha tentang masa laluku, Ma. Apa yang akan dia pikirin kalau aku ceritain semua masa laluku? Apa dia bakalan ninggalin aku? Atau menatap aku dengan tatapan jijik? Aku takut, Ma. Aku takut ditanggal lagi, Ma."

"Ma, apa yang harus aku lakuin? Aku sangat-sangat takut dengan keputusan Sorcha nantinya." Jesse menghela nafasnya pelan, hembusan angin disekitarnya mulai terasa dingin dan sekitarnya juga mulai agak gelap. "Ma, aku harus pulang." Kata pria itu pelan, mengusap batu nisan Mamanya. "Jangan lupa datang ke mimpi aku, besok ulang tahunku."

_______

Sejak tiga jam yang lalu, Paloma sudah melihat sahabatnya itu sibuk dengan dapur. Tentu saja ia tahu alasan Sorcha berada di dapur selama berjam-jam. Besok Jesse akan berulang tahun dan ide membuat kue untuk Jesse muncul di benak Sorcha dan jadilah sahabatnya itu membuatkan kue untuk Jesse. Kehadiran Paloma di apartment Sorcha juga sebagai tukang cicip dan koreksi rasa—ya, ia tahu sangat tidak berguna.

"Gimana rasanya?" Tanya Sorcha.

"Enak, cuman ini mah kesukaan lo. Tiramisu." Kata Paloma bingung.

"Nggak kok, Jesse juga suka."

"Masak? Setau gue Jesse nggak suka yang manis."

"Nah! Makanya gue buat tiramisu. Nggak terlalu manis dan gue rasa dia bakalan makan juga." Kata Sorcha tersenyum senang.

Pintar sekali sahabatnya ini untuk ngeles. "Enak kok." Tidak mungkin juga Jesse akan menolak makanan yang dibuat oleh kekasihnya. "Lo bawain kado lain nggak?" 

Sorcha menggangguk. "Bawa! Gue bawain lagi dua hadiah. Pick gitar sama pulpen."

Paloma menatap bingung. "Kenapa?" Harusnya Paloma mengerti alasan Sorcha memberikan Jesse pick gitar, tetepi pulpen untuk apa?

"Jesse masih nulis liriknya di kertas, jadi gue kostum deh pulpennya ada nama dia. Ya nggak yang wow banget, tapi masih berfungsi untuk dia." Kata Sorcha tersenyum.

Oh, satu lagi fakta dari seorang Rafael Jesse yang baru ia ketahui. Noted!

Sorcha mulai menghias kue yang ia buat. "Jesse ada di apartmentnya nggak ya? Gue sengaja nggak bales chatnya." Kata Sorcha bingung.

"Emangnya terakhir dia bilang dimana?" Tanya Paloma sambil memakan kue lebih yang sengaja dibuat Sorcha.

"Dia bilang tadi pagi masih di studio dan gue bilang kalau gue ada acara sama lo."

"Ci..." Panggil Paloma pelan.

Sorcha menoleh dan menatap Paloma. "Lo tahu kalau Jesse emang nggak ngerayain ulang tahunnya?" Tanya Paloma pelan.

Sorcha tersenyum mendengar pertanyaan dari sahabatnya, bukan rahasia umum jika Jesse memang tidak pernah merayakan kelahirannya sejak kepergian ibunya. "Tahu, dia sempet bilang kok." Kata Sorcha. "Dan gue yakin dia sebenernya juga sedih, tapi gue cuman mau ngasih tahu aja. Hari ulang tahun itu seharusnya jadi hari bahagia kita. Gue nggak mau Jesse ngerasa hari ulang tahunnya adalah kesalahan, gue juga mau kalau Jesse juga ngerasaain hal yang sama di hari ulang tahunnya—kebahagian." Paloma tersenyum dan mengangguk mengerti, ia tak menanyakan lebih lanjut jawaban dari sahabatnya sudah sangat cukup.

"Kayaknya gue bakalan langsung ke apartmentnya deh. Gue nggak pernah masuk ke apartment barunya yang satu gedung sama gue, tapi Jesse sempet ngasih gue kartu akses apartment dia."

"Terserah lo sih, Ci. Tapi lo nggak punya nomer temennya Jesse atau siapa gitu tanyain Jesse udah balik dari studionya atau belum." Kata Paloma membeli saran.

"Gue tanya ke Kai aja deh." Kata Sorcha—langsung mengambil ponselnya untuk menanyai keberadaan Jesse,

Paloma mengangguk. "Kalau gitu gue balik ya. Inget besok udah mulai kerja loh."

"Okey, Mi. Gue nanti naik grab aja santai, lo nggak perlu anterin gue lagi. Lo mau ujian jugakan."

"Yakin? Gue—"

"Nggak, gue tahu lo sibuk ya. Gue juga udah tahu tempatnya jadi nggak masalah." Kata Sorcha.

"Kalau ada apa-apa chat gue ya. Kalau ada yang bikin lo jengkel langsung aja tegur."

"Siap, Lomi!!"

Paloma bangkit dari duduknya. "Kalau gitu gue mau balik ya, Ci. Supir gue udah di lobby." Sorcha ikut berdiri dan berniat untuk mengantarkan sahabatnya itu. "Nggak perlu dianter. Udah sana pastiin dulu cowok lo dimana." Kata Paloma dan langsung berpamitan pada Sorcha.

Kai: Jesse sudah balik, coba kamu cek langsung ke apartmentnya.

You: Thanks, Kai.

_________

Sorcha masuk ke dalam apartment kekasihnya yang masih berada satu lantai dengannya. Langkahnya berhenti saat melihat sekelilingnya—di dalam apartment yang berpenghuni dan ditempati, apartment ini terlihat seperti apartment kosong. Sorcha kembali mengingat apartment Jesse saat mereka di Singapore, apartment ini juga sama, kosong dan hampa. Tidak ada hiasan-hiasan ataupun foto yang tergantung di dinding. Sofa dan meja dapur juga tidak ada.

Sorcha berlari memasuki ruangan-ruangan yang ada di dalam apartment itu dan ruangan tersebut juga kosong, terakhir ia masuk ke dalam ruangan yang ia yakini sebagai kamar Jesse—benar saja, pria itu sedang tidur dalam sambil memeluk dirinya, pendingin ruangan juga hidup dan menunjukan suhu yang paling kecil, serta Jesse yang tidur di lantai, bukan di ranjangnya.

Ia tidak tahu, tetapi pemandangan yang ia lihat sekarang membuat perasaannya kacau dan sedih, ada apa dengan kekasihnya. Air mata turun membasahi mata dan pipinya, ia berjalan sedikit cepat kearah kekasihnya dan langsung memeluk Jesse yang terkejut. Suhu kamar ini benar-benar dingin dan melihat pemandangan tadi membuatnya ingin memeluk kekasihnya, ia langsung menangis dipelukan Jesse yang kini sudah memposisikan dirinya bersendir di ranjangnya. Jesse tak tahu kenapa kekasihnya ini menangis. Ia tak bertanya dan membiarkan Sorcha menangis, sesekali mengecup lembut kening kekasihnya.

I DIDN'T MEAN TO FALL IN LOVE WITH YOU || Celebrity #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang