Chapter 7: Mengenal Dunia Masing-masing

80 8 0
                                    

Hari-hari berlalu dengan lambat bagi Pavel. Tanpa ponsel dan dengan pengawasan ketat dari orang tuanya, ia merasa seperti terkurung dalam sangkar emas. Setiap hari, rutinitas yang sama berangkat kuliah diantar Pak Joko, pulang dijemput Pak Joko, dan menghabiskan sisa hari di rumah.

Namun, Pavel bukanlah orang yang mudah menyerah. Ia telah menemukan cara untuk tetap berkomunikasi dengan Pooh. Dengan bantuan sahabatnya, Nut, Pavel bisa mengirim pesan pada Pooh menggunakan ponsel Nut saat mereka di kampus.

Siang itu, di kantin kampus, Pavel dan Nut duduk di sudut yang sepi.

"Ini, pakai ponselku," Kata Nut sambil menyodorkan ponselnya pada Pavel.

Pavel tersenyum penuh terima kasih. "Terima kasih, Nut. Kamu benar-benar penyelamatku."

Dengan cepat, Pavel mengetik pesan untuk Pooh:

"Pooh, maaf aku tidak bisa menghubungimu beberapa hari ini. Orang tuaku menyita ponselku. Tapi aku tidak akan menyerah. Bisakah kita bertemu? Ada yang ingin aku bicarakan."

Tidak lama kemudian, balasan dari Pooh masuk:

"Pavel, aku senang akhirnya bisa mendengar kabar darimu. Aku khawatir sekali. Tentu, ayo kita bertemu. Bagaimana kalau besok sore di taman kota? Aku akan menunggumu di bangku dekat air mancur."

Pavel merasa jantungnya berdebar kencang membaca pesan Pooh. Ia mengetik balasan cepat:

"Baik, aku akan usahakan datang. Tunggu aku ya 😉"

Pavel mengembalikan ponsel itu pada Nut. "Terima kasih, Nut. Aku tidak tahu harus bagaimana tanpamu."

Nut tersenyum, tapi ada kekhawatiran di matanya. "Pavel, aku mendukungmu. Tapi... apa kamu yakin tentang ini? Maksudku, perjuanganmu tidak akan mudah."

Pavel mengangguk tegas. "Aku tahu. Tapi Pooh berharga untuk diperjuangkan. Apa kau tahu? aku sangat mencintainya"

Nut hanya bisa tersenyum menanggapinya. Dia kagum pada sahabatnya itu yang mau mempertahankan cintanya sekalipun  keluarganya menentangnya.

.

.

.

Keesokan harinya, Pavel menyusun rencana untuk bisa keluar rumah. Ia berpura-pura ada tugas kelompok yang harus dikerjakan di rumah temannya.

"Bu, aku ada tugas kelompok. Boleh aku ke rumah temanku?" Pavel bertanya pada ibunya sore itu.

Nyonya Anggraini menatapnya curiga. "Tugas apa? Dengan siapa?"

"Tugas Ekonomi Makro, Bu. Dengan Nut," jawab Pavel, bersyukur ia telah menyiapkan alasan ini.

Setelah perdebatan singkat, akhirnya Nyonya Anggraini mengizinkan Pavel pergi, dengan syarat Pak Joko yang mengantar dan menjemput.

Pavel segera berangkat, meminta Pak Joko untuk mengantarnya ke taman kota. "Pak Joko, tolong jangan beritahu Ibu ya. Saya janji tidak akan lama."

Pak Joko, yang selalu memiliki simpati pada Pavel, akhirnya mengangguk. "Baik, Tuan Muda. Tapi hati-hati ya."

Pavel menjawab, " Iya pak. Saya pergi dulu ya". Pak Joko hanya mengangguk.

.

.

.

Di taman kota, Pavel melihat Pooh sudah menunggu di bangku dekat air mancur. Jantungnya berdebar kencang saat ia menghampiri Pooh.

"Hai," sapa Pavel lembut.

Pooh mendongak, senyum lebar menghiasi wajahnya. "Pavel! Akhirnya..."

Mereka berpelukan sejenak sebelum duduk berdampingan di bangku taman.

Cinta Melawan ArusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang