13. sadarlah akan posisimu sendiri

67 13 0
                                    

Casaen terpaksa ikut dengan ibunya untuk menemui raja. Ayah kandungnya itu, yang sangat di benci oleh Casaen sendiri. Seorang ayah yang telah menghancurkan kehidupannya, dan seorang ayah yang tidak memberikan kasih sayang yang selayaknya untuk dirinya.

Sebenarnya Casaen tidak mau ikut, dia tidak ingin bertemu dengan sosoknya seorang ayah itu lagi. Casaen sudah sering menghindarinya. Tapi Selvi lah yang selalu berusaha membuat kedua ayah dan anak itu memiliki hubungan yang baik.

Mau bagaimana lagi, ibunya yang memiliki ambisi untuk menjadikannya seorang raja tidak bisa di kalahkan. Casaen juga sudah sering mengalah, dia hanya ingin ibunya tidak terlalu sering memarahinya.

Walaupun sudah di minta untuk berusaha agar bisa menjadi seorang raja. Casaen mana pernah bersungguh-sungguh. Dia tidak akan mengambil tahta Kerajaan milik adiknya. Sedari awal, Casaen memang tidak pernah memilikinya.

Siapa yang pantas di salahkan olehnya di sini? Ketika dia menderita dan ketika dia di benci. Hanya karena dia merupakan anak dari selir, dan menjadi anak haram yang tidak di akui oleh gereja.

"Kita menghadap raja bersama. Ayahmu itu juga sudah menunggu," ucap Selvi yang menggenggam tangan putranya.

Padahal baru beberapa hari yang lalu ibunya menghabiskan waktu bersama dengan raja. Tapi, dia justru menemuinya lagi dengan alasan merindukannya. Lagian raja terlalu mencintai ibunya. Sehingga dia selalu menyempatkan waktunya untuk bertemu dengannya.

Memuakkan sekali, seandainya saja Casaen bisa melawan ibunya. Mungkin hal seperti ini tidak sering terjadi lagi. Ibunya itu sudah merebut posisi milik ratu, dia tidak pantas untuk mendapatkannya.

"Salam yang mulia raja, saya merindukan raja," kata Selvi dengan senyumannya yang merekah.

Di sana ada Violin yang memang sedang bersanding dengan suaminya. Akan tetapi, Selvi justru tidak peduli. Dia memang sudah sering membuat Violin tidak di hargai oleh suaminya sendiri. Seolah-olah di sini, Selvi lah satu-satunya pemilik raja.

Melihatnya saja sudah membuat Casaen merasa sakit. Violin itu adalah seseorang yang mau memperlakukannya dengan baik, sekalipun ibunya menyakiti perasaan Violin berkali-kali. Bagi Violin sendiri, Casaen tidak bersalah. Hanya saja Aldan justru tidak berpikiran sama seperti ibunya.

"Oh Selvi aku juga merindukanmu. Kapan ya kau akan mendapatkan posisimu sebagai permaisuri ku," ucap Carel dengan santai sekali, bahkan di depan istri dan anaknya.

Aldan yang mendengarnya otomatis mengepalkan tangannya. Dia tidak terima jika sang ayah mengatakan hal seperti itu, tanpa rasa bersalah sama sekali. Ibunya bahkan tidak pernah membalas perkataannya, walaupun seharusnya pantas saja untuk dilakukannya.

"Raja perkataan itu tidak pantas. Di sini ada pangeran dan ratu yang mendengarnya," ucap Casaen yang sangat berani itu. Padahal tidak ada seorangpun yang berani mengatakannya. Meskipun memang merupakan kebenaran.

"Kau berani melawan seorang raja? Aku tidak peduli kau itu siapa Casaen. Tapi apapun yang aku katakan, tidak ada yang boleh mengatakan bahwa itu tidak pantas!" Carel pun murka, dia benar-benar tidak suka pada penurutan Casaen barusan.

Selvi juga tidak menyangka, jika Casaen justru berani mengatakan hal sedemikian.  Padahal dia yang membuat dirinya memiliki masalah dengan raja. Carel tidak pernah menganggap Casaen sebagai putranya. Maka dari itu, dia hanya menyayangi Selvi saja.

"Maafkan saya yang mulia, tapi saya mengatakan yang sebenarnya saja. Raja juga harus berhati-hati dalam berbicara, apalagi raja adalah panutan bagi kami," sahutnya lagi.

Kesal atas perkataan itu, Carel pun melemparkan gelas wine pada Casaen. Gelas tersebut sempat mengenai pipi kiri Casaen, yang membuat pipi itu sedikit tergores dan mengeluarkan darah.

Harapan Ibu [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang