Paris... I'm hereee...
Akhirnya hari yang dinanti-nanti datang juga. Aku masih ga percaya baru saja turun dari pesawat setelah berjam-jam aku dan Mello duduk bersebelahan untuk sampai di Bandara Charles de Gaulle. Pernah aku membayangkan dulu sekali, suatu hari bisa sampai di sini bersama orang yang aku cintai. Berjalan di sepanjang sungai Seine bergandengan tangan, menikmati udara pagi di kota cinta ini, dan berakhir dengan kata-kata manis di menara lambang kota ini.
Saat putus, aku hanya bisa memimpikannya. Suatu kemustahilan terjadi jika seseorang yang aku cintai bahkan pergi dariku.
Tapi engga... Ternyata Tuhan masih berbaik hati. Buktinya sekarang ini.
Aku yang ga sendiri ini langsung meminta supir taksi mengantarku ke taman kota ini. Masih pagi dan harumnya rumput yang baru saja dipotong membuat aroma dunia terhirup ke dalam paru-paruku. Ahhh...
This is life!
"Kita baru landing, kamu ga mau istirahat aja di hotel?" Tanya Mello yang sukses membuatku berhenti dari lamunan.
Aku berbalik. Sampai lupa kalau sekarang aku ga bersama keluargaku ke sini, tapi hanya Mello. Entah bagaimana caranya Om Ello membuat semua orang malah berlibur ke Lombok dan meninggalkan aku dan Mello ke Paris berdua. Ck, aku tahu Om Ello yang paling peka dengan setiap hal. Aku berterima kasih sekaligus merutuk dalam hati. Pasti akan canggung sekali, walau aku akan berusaha untuk baik-baik saja.
"Ga ah... Aku masih mau duduk di sini dan nikmatin pemandangan pagi yang indah. Sayang kalo dilewatin. Udara di sini enak, daripada di apartemen yang pasti sumpek banget."
Aku menghirup dalam-dalam semua udara yang bisa aku raup. Semilir angin sepoi-sepoi menerpa rambutku, aku menikmatinya dengan memejamkan mata dan merentangkan kedua tanganku lebar-lebar. Menikmati hidup ya sesederhana ini, melupakan sesaat masalah yang ada dan merasakan bahwa alam sekitar memperhatikan apa yang kita butuhkan.
"Mella..."
Deg.
Aku yakin bukan halusinasi yang ku rasakan. Mello menyebut nama seseorang tadi. Perempuan pastinya, dan saat aku menoleh dengan begitu dramatisnya, aku mendapati wajah Mello yang..... sedih.
Seumur-umur, aku teman Mello yang juga menjadi pacarnya. Siapapun yang dekat padanya aku kenal dengan baik, termasuk teman-teman Mello yang ada di Paris walau ga pernah ada pertemuan secara langsung. Rasanya.... ga ada satupun temannya yang bernama Mella, dan ga ada juga satupun temannya yang perlu disedihkan seperti itu. Apa aku salah denger?
"Siapa?" Tanyaku was-was. Mendadak rasanya oksigen yang sedari tadi ku hirup direbut oleh seseorang tak kasat mata. Ingatanku kembali ke rumah dimana Lio menceritakan Mello yang mabuk.
'Kekasihnya meninggal....'
"Hm? Apa?" Tanya Mello yang seakan sudah kembali ke bumi. Dia berbohong untuk menutupi sesuatu.
Karena.... Ga mungkin aku salah dengar. Hatiku sedikit perih, jika memang Mello memikirkan kekasihnya yang sudah meninggal berarti aku ini apa? Hanya pelampiasankah?
Aku mencoba ga tahu, pura-pura ga tau, membohongi diriku bahwa semua akan baik-baik saja. Ya... seiring dengan hatiku yang mulai membaik, aku pun semakin melangkah maju mendekat ke arah menara Eiffel. Melepas flatshoes dan berputar-putar layaknya orang gila. Hei hei... Ini cara aku menikmati indahnya dunia. Alunan alam lah yang menjadi musikku untuk menari. Kicauan burung, suara gemericik air, pohon-pohon bergoyang...
KAMU SEDANG MEMBACA
C for J
RandomAnother Story dari "I LOVE HER" dan "My Love Song Story". "Maafkan aku... Maafkan keegoisanku... Tapi aku mohon, ijinkan aku menjadi pemeran utama di kisah cintaku sendiri. Memilikimu kembali untuk diriku sendiri." -Jennifer Brawijaya-