Hari ke - 6 : (Not) an Ordinary Girl

33 5 1
                                    

Rabu, 31 Juli 2024

Yeshana menghembus napas berat ketika langkahnya berhenti di depan pintu kelas IPA 3 yang terbuka lebar. Sama seperti kemarin, hampir semua orang di ruangan itu mengalihkan perhatian kepadanya. Bahkan, beberapa di antara mereka pun ada yang saling berbisik, membicarakan sesuatu tanpa memindahkan atensi darinya.

Huft! Kenapa mereka melihat Yeshana seolah dia adalah seorang terdakwa yang melakukan sebuah kesalahan besar, sih? Padahal di sini dia sama sekali tidak melakukan apapun, loh! Justru Mikail sendiri yang tiba-tiba meng-upload foto selfie mereka ke akun Twitter pribadinya.

Ah, masa bodoh deh!

Yeshana mengangkat bahunya acuh tak acuh lalu melanjutkan langkahnya. Kaki jenjang itu berjalan dengan malas melewati beberapa deret kursi yang sudah ditempati penghuninya. Kemudian ia mendaratkan pantatnya di tempat duduk seraya menggantung ransel ungu kesayangannya pada gantungan di samping meja.

Setelah itu Yeshana menopang dagu. Sepasang manik coklatnya memandang dengan tatapan serius kepada layar ponsel yang menampilkan ruang obrolannya bersama Kamila. Tak lama dari itu, terdengar hembusan napas berat yang keluar dari hidung mancung Yeshana.

“Yah, jadi gue bakal sendirian sepanjang hari ini dong,” gumam Yeshana lirih. Habis itu dia membalas pesan dari Kamila dengan emoji ibu jari dan mata yang berkaca-kaca.

Selang beberapa menit kemudian, bel tanda masuknya jam pelajaran pertama berbunyi nyaring melalui pengeras suara. Berbeda dengan murid di kelas lain, semua orang dari 12 IPA 3 malah berbondong-bondong meninggalkan ruangan saat bel tersebut dibunyikan. Mereka bergerak menuju gedung olahraga yang letaknya berada di sebelah utara dari gedung utama sekolah.

Sesampainya di sana, Yeshana langsung mengambil tempat di salah satu kursi tribun bawah paling ujung. Matanya bergerak, memperhatikan satu per satu teman sekelas yang tampak asyik sendiri dengan circle masing-masing. Kemudian sorotnya tanpa sengaja bergeser kepada Mikail saat sosok tampan itu mengobrol dengan beberapa anak laki-laki di kelas mereka.

“Mikail ganteng banget, ya.”

Yeshana spontan mengalihkan atensinya dari laki-laki itu. Dua bola mata nyaris mencuat keluar begitu mendapati Arina–yang entah sejak kapan–sudah menempati sisi kanannya yang kosong.

“Aku tau kok, Sha,” kata Arina santai.

Wakil ketua OSIS yang sebentar lagi akan lengser dari jabatannya ini melipat kedua tangannya sambil mengukir senyuman ambigu ketika memandangi si lawan bicara yang tampak kehabisan kata-kata.

“Kamu suka sama Mikail, kan?”

Yeshana nyaris tersedak air liurnya sendiri ketika pertanyaan itu keluar dari bibir ranum Arina. Lantas dia menoleh ke samping dengan senyuman canggung yang terukir di bibir. “Hah? Kata siapa? Gue enggak–”

“Jangan bohong dong, Sha,” potong Arina. Kemudian ia terkekeh pelan ketika melihat raut wajah Yeshana yang terlihat kebingungan. “Padahal gak masalah loh kalau kamu suka sama Mikail. Toh, hampir semua cewek di sekolah ini suka sama dia, kan?”

Senyuman tipis di bibir merah alami Arina lambat laun berubah menjadi seringaian kecil seiring dengan matanya yang menyorot tajam ke arah Yeshana.

“Tapi, no offense ya. Kamu harus sadar diri, Sha. Cowok hampir sempurna kayak Mikail itu gak mungkin tertarik sama cewek di bawah standard-nya. Jadi menurutku, kamu gak perlu cari perhatian dia sampe segitunya deh.”

Yeshana tertawa getir merespons kalimat yang dilontarkan Arina kepadanya. Setelah itu dia menoleh dan memberikan tatapan sinis kepada perempuan yang masih setia duduk di samping kanannya ini. “Lo ketar-ketir ya, Rin? Sebagai cewek yang ‘setara’ dengan Mikail, lo takut dia malah tertarik dengan cewek yang lo bilang di bawah standard-nya ini.”

Crush! : 40 Days With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang